Analisa

Myanmar dan Dunia Yang Tengah Digiring Menuju Perang Total. Baca Analisanya

Nusantarakini.com, Jakarta –

Perang dunia pertama dan kedua telah berlalu puluhan dan seratus tahun silam. Sekarang di depan mata telah menunggu perang dunia berikutnya. Sifatnya jauh lebih massal, emosional dan lethal.

Secara internal, prakondisi dan pemanasan untuk konflik skala besar dan massal di Indonesia, diakui sudah berjalan sejak Ahok memprovokasi pada masa pemerintahannya di DKI. Hingga hari ini, psikologi massa untuk berkonflik itu tak pernah sepenuhnya padam.

Semua perang dunia bermula dari perebutan sumber-sumber ekonomi dan pasar. Tapi dibalut oleh pertarungan ideologis.

Perang total yang berikutnya, yang bermain tidak saja ideologi, tapi juga menyangkut agama, identitas nasional dan peradaban. Seolah menggenapi ramalan Samuel P Huntington yang masyhur itu, Clash of Civilization.

Siapa duga hari-hari ini, konflik di Myanmar yang membasmi Rohingya, berkembang sedemikian rupa sebagai basis bagi permulaan clash of civilization.

Myanmar telah memastikan dirinya sebagai negara Budha yang agresif dan ganas bagi Rohingya yang Muslim. Myanmar juga mulai menyeret India yang Hindu sebagai pihak yang mendukung pendekatan Myanmar untuk mengusir Rohingya. Kebetulan, India berada di bawah pemerintahan Narendra Modi, seorang Hindu yang agresif dan fundamentalis.

Hal ini memperlihatkan bahwa di sana ada India yang Hindu yang militan, di tengah ada Myanmar yang mencoba memperlihatkan diri sebagai negara Budha yang militan, dan di sisi kanan Myanmar dari peta, ada China yang tetap dengan identitas nasionalnya sebagai komunis pragmatis, tapi berbalut Konghucu sekaligus memiliki aspek Budha yang besar juga.

Berkali-kali muncul pernyataan tendensius politis dari para pemimpin Budha Myanmar bahwa mereka menyayangkan Asia Tenggara berubah menjadi Muslim seperti yang terjadi di Indonesia. Seakan pernyataan ini meneguhkan basis ide dan moral bagi Myanmar untuk menjadi pelopor agar Budha menjadi identitas bagi kawasan Asia Tenggara. Soal betul tidaknya pemikiran mereka itu, tidak perlu juga didalami. Tendensi politisnya itulah yang penting untuk ditelisik. Di situ tersirat persaingan peradaban dan identitas di Asia Tenggara. Padahal kita tahu, agama budha sendiri bukan asli muncul dari Asia Tenggara, katakanlah Myanmar, tapi berasal dari India. Namun Myanmar punya klaim bahwa budha telah eksis di negeri itu selama 2500 tahun. Myanmar juga dengan bangga mengidentifikasi negerinya sebagai negeri seribu pagoda.

Indonesia tentu akan terdampak dan mungkin terseret dengan gelagat konflik peradaban yang cepat atau lambat bisa terjadi di Asia Tenggara.

Prasyaratnya tersedia. Para pemimpin yang tampil makin banyak yang militan dan radikal. Radikal dari sisi Hindu, radikal dari sisi Budha dan tentu saja, radikal dari sisi Islam.

Jika masing-masing pemimpin radikal muncul dari setiap negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan serta Asia Timur, maka hal itu tinggal menunggu waktu saja untuk pecahnya perang di Asia Tenggara. Apalagi jika negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat, Israel dan Inggris ikut campur pula dalam persoalan tersebut, maka lengkaplah prasyarat untuk meletusnya perang massal di Asia Tenggara.

Jika skenarionya semacam itu, rakyat Indonesia harus bersiaga dan menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi agar tidak mati konyol, negara tercabik-cabik dan pada akhirya NKRI runtuh.

Pertanyaannya, sudahkah pemerintah punya antisipasi terhadap skenario buruk semacam itu?

 

~ Kyai Kampung

Terpopuler

To Top