Nusantarakini.com, Jakarta –
Siapa pun, kelompok manapun, jika fokus dan intens, maka dia akan menang. Itu adalah rumus yang nyaris mutlak.
Ketika umat Islam Indonesia di masa lalu fokus dan intens berusaha untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dari kekuasaan Belanda, maka mereka menang, kendati rasio kekuatan militernya tidak seimbang dengan Belanda.
Ketika umat Islam fokus dan intens menggagalkan Ahok untuk tidak menjadi Gubernur di DKI pada periode kedua, lihat, sekali lagi berhasil. Kendati rasanya seluruh semesta, baik kekuatan nasional maupun global lebih menginginkan Ahok yang terpilih menjadi gubernur DKI ketimbang Anies Baswedan.
Ketika segolongan masyarakat dan ditunjang oleh gerakan mahasiswa pada akhir zaman Orde Baru fokus dan intens berusaha mendongkel Soeharto dari jabatannya sebagai presiden dengan semboyan reformasi, perhatikan betapa dahsyatnya kekuatan fokus dan kerja intens itu, akhirnya Soeharto pun runtuh. Kendati sebelumnya dia menggenggam Golkar, Birokrasi, ABRI dan kekuatan finansial hampir tak terbatas.
Sekarang mari perhatikan bagaimana ernik China dapat nyaris sempurna berkuasa dalam sektor ekonomi di Indonesia hari ini. Ini tidak bermaksud lain, kecuali hendak belajar bagaimana ampuhnya kekuatan fokus dan kerja intens itu.
Dominasi etnik China di sektor ekonomi di Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya, lagi-lagi karena mereka fokus dan intens. Akibatnya, mereka menguasai seluk beluknya, tekniknya dan rahasia dan prospeknya.
Jika golongan di luar puak China hendak bersaing di sektor ekonomi, mereka sudah tertinggal ratusan tahun dan buta dengan segala rahasia dan seluk-beluknya, dari pasarnya, sumber-sumber modalnya hingga titik-titik krusialnya.
Jadi, minoritas atau tidak, lemah atau tidak, bukanlah suatu faktor yang menentukan suatu keberhasilan, tetapi fokus dan kerja intenslah yang lebih menentukan.
Anda pun dapat meraih suatu keberhasilan dalam suatu usaha apapun, manakala fokus dan kerja intens dan total.
Masalahnya, karakter intens, fokus dan total bekerja dan berpikir inilah yanh langka di kalangan pada umumnya kaum pribumi. Karena tidak fokus dan intens, orang lain melihatnya pemalas.
Benar Lee Kwan Yeu, dia menyatakan bahwa orang Melayu tidak berkarakter intens seperti halnya orang China.
Mungkin masalahnya bukan semata-mata faktor budaya, tapi ketidakpahaman tentang arti penting mengapa suatu pekerjaan harus dilakukan hingga berhasil besar dan signifikan. Tidak hanya sebatas membayar kewajiban atau memenuhi kebutuhan dasar. Di sinilah biasanya titik perbedaan itu.
Orang China, merasa sebagai perantau, maka tujuan utamanya ialah bagaimana survive dan aman. Dan yang terpenting, pencapaian survive dan aman itu berlangsung langgeng.
Sadar satu-satunya kesempatan dan kekuatan hanya tersedia di sektor ekonomi, maka mereka berusaha total di sektor itu. Ditunjang pula doktrin hidup bahwa meraih kekayaan adalah jalan terhormat sekaligus tujuan yang terhormat dan ukuran keberhasilan hidup.
~ Sungai Embun