Nusantarakini.com, Jakarta-
Tak perlu heran jika bagi para perantau, tanah kelahiran selalu menjadi kenangan indah, dirindukan dan dibanggakan. Sesederhana apapun tanah kelahiran, jiwanya pasti terpaut. Terlebih saat Idul Fitri, pulang kampung menjadi semacam agenda wajib, ga usah disebut bid’ah.
Ini alasanya. Sewaktu dilahirkan ke dunia, tempat dan lingkungan yang pertama kali dikunjungi ialah tanah kelahiran. Fisik dan ruh mengenali udara yang dihirup, air yang diminum merasuk tubuh, makanan dari tumbuhan di tanah sekitarnya, interaksi sosial budaya yang membentuk karakter, dan semua kekhasan tanah kelahirannya. Semuanya menyatu dengan jiwa, menjadi cemistri tersendiri. Oksigen, air, dan segala yang ada di sekitar terserap dalam tubuh. Spirit, nilai nilai dan karakter orang sekeliling terserap dalam jiwa.
Saat raga dan ruh itu dipisahkan dengan tanah kelahiran, jiwa merasa berjarak dengan sumber oksigen, air dan karakter asal. Saat di negeri orang lain, jiwa merasa asing, dan tetap rindu tanah kelahiran. Coba saja rasakan saat kita di luar daerah atau luar negeri. Beda, perlu ekstra adaptasi, bisa jadi asing. Sedangkan sewaktu berada di tanah kelahiran, jiwa akan katakan “ini gue banget”.
Sebuah pepatah mengatakan “hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri orang”.
Karena tuntutan jiwa untuk kembali ke tempat pertama muncul ke dunia, tak heran jika mudik terkesan wajib. Urusan lelah, habiskan energi dan lain-lain, itu tak masalah. Yang penting jiwa bertemu kembali dengan asal mula terbentuk. Ekspresi bahagia selalu ditunjukan oleh siapa saja yang mudik. Lihat saja update status-status medsosnya, riang gembira.
Yang lebih jauh lagi, selain ada kerinduan ke tanah kelahiran, banyak juga yang sudah usia-usia senior pengen pensiun di tanah kelahiran. Bahkan pengen wafat dan dikuburkan di tanah kelahiran. Karena jiwa tau tempat yang paling cemistrinya.Tubuh dan jiwa muncul pertama kali di tanah kelahiran, saat kembali pun jiwa mengatakan pengen kembali ke sana *walaupun ga mesti demikian. Tapi saat itu bukan lagi tanah kelahiran, disebutnya tanah peristirahatan, tanah kepulangan, tanah kematian.
Mari sedikit tadarus Al Qur’an: “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh (berangsur-angsur). kemudian Dia akan mengembalikan kamu ke dalamnya (tanah) dan mengeluarkan kamu (pada hari Kiamat) dengan pasti” (QS. Nuh: Ayat 17-18)
“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain”. (QS. Ta Ha: Ayat 55)
Selamat Mudik (bagi yang mudik), Selamat sampai tujuan. Selamat menemukan cemistri jiwa.
~ Ahmad Mudzakkir