Nusantarakini.com, Jakarta –
31 Maret 2017 telah terjadi aksi unjuk rasa di bundaran HI. Aksi massa yang turun ke jalan menuntut aparatur penegak hukum yang ada di pemerintahan NKRI untuk menegakkan hukum yang berkeadilan pada kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Di mana kita ketahui pada saat Ahok berstatus tersangka, berdasarkan KUHAP UU No. 8 tahun 1981 pasal 21 ayat (4) huruf (a) menyatakan penahanan dapat dikenakan pada tersangka atau terdakwa yang diancam pidana dengan penjara lima tahun atau lebih, dan juga berdasarkan keputusan hukum terdahulu yang telah pernah terjadi terhadap kasus yang sama (yurisprudensi) semua tersangka atau terdakwa kasus dugaan penistaan agama ditangkap dan ditahan. Mengapa Ahok tidak ditangkap dan ditahan ?
Oleh karenanya, seharusnya terdakwa Ahok juga sudah dapat ditangkap dan ditahan demi menegakkan hukum yang berkeadilan dan sudah tidak bisa tawar menawar lagi dengan alasan apa pun. Karena saya amati kasus penodaan agama ini berpotensi terjadinya perpecahan antar umat beragama, suku dan ras. Dalam arti cukup berpotensi membahayakan keamanan negara. Pada aksi 411 dan 212 semua ini pun sudah disampaikan, namun semua tuntutan massa tidak direalisasikan.
Massa aksi 313 pada hari ini menuntut agar terdakwa Ahok diberhentikan sementara. Karena berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 83 ayat (1) menjelaskan kepala daerah dan/wakil kepala daerah diberhentikan sementara yang berstatus terdakwa yang didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun. Seharusnya hal ini dilakukan pada saat Ahok mulai berstatus terdakwa atau minimal pada tanggal 11 Februari 2017. Hal Ini pun tidak dilakukan hingga hari ini.
Padahal pasca pembacaan dakwaan oleh majelis hakim yang telah menyatakan Ahok resmi berstatus terdakwa dan pada saat itu Ahok sedang cuti kampanye pada putaran pertama, oleh Kemendagri Tjahjo Kumolo sudah sempat menyatakan akan memberhentikan sementara Gubernur Ahok dari jabatannya, namun hanya masih menunggu nomor register terdakwa dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Setelah itu juga belum ada tindakkan dan Tjahjo Kumolo membuat alasan lagi karena masih cuti, kita tunggu saja nanti setelah selesai masa cuti baru diberhentikan.
Faktanya, terakhir Tjahjo Kumolo memberikan alasan baru lagi bahwa harus menunggu tuntutan majelis hakim, padahal di undang-undang tidak ada satu pun ayat yang tertulis kalimat “menunggu tuntutan.” Hal ini pun saya curiga seakan dibuat permainan akal-akalan, karena kemungkinan ada “udang di balik batu.”
Saya mengamati dan menduga tampaknya terdakwa Ahok ini sudah diistimewakan oleh aparatur penegak hukum, karena semua yang telah terjadi telah mencoreng hukum dan undang-undang yang ada di NKRI.
Satu lagi sepanjang sejarah, sidang kasus penistaan agama yang paling lama dan paling mahal, untuk kasus terdakwa Ahok ini bangsa dan negara telah menghabiskan energi yang besar dan sangat tidak pantas terjadi. Pasca reaksi aksi 212 saja negara sudah menghabiskan 76 Miliar rupiah untuk pengamanan dan sebagainya. Sampai sekarang mungkin sudah sekitar diatas 100 miliar rupiah untuk semua biaya kasus ini.
Dini hari 31 Maret 2017 telah terulang kejadian penangkapan 5 orang aktivis, yakni seorang ulama KH. Muhammad Al Khaththath, Zainuddin Arsyad , Diko Nugraha, Irwansyah, dan Andry atas tuduhan dugaan permufakatan makar; dan kelimanya sudah dijadikan tersangka.
Sebelumnya, pada dini hari tanggal 2 Desember 2016 Sri Bintang Pamungkas dan sejumlah 10 orang aktivis ditangkap dan sekaligus dijadikan tersangka, dan 8 orang aktivis berangsur-angsur dilepaskan setelah diperiksa selama 10 jam oleh kepolisian di Mabes Polri.
Jamran dan Rizal dituduh dugaan pelanggaran UU ITE dan P 21. Khusus mas Bintang dituduh dugaan makar dan ditahan selama kurang lebih 103 hari di Polda Metro Jaya.
Hampir 100 orang saksi telah diperiksa atas kasus ini, tetapi belum juga mendapatkan 2 alat bukti konkrit yang dapat diterima oleh kejaksaan (tidak dapat naik ke tingkat P 21). Artinya bukti dugaan makar nihil. Akhirnya 15 Maret 2017 mas Bintang dibebaskan dari tahanan, dan mas Bintang pun berencana untuk menggugat ke pengadilan Internasional dengan mencari pengacara internasional untuk mendampinginya terkait atas penahanan dirinya yang dianggap telah dirugikan.
Saya mengamati khususnya mengenai hal ini, tindakkan penangkapan-penangkapan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum tampak tidak normal atau abnormal.
Menurut saya ini seperti seorang dokter yang melakukan mal praktek, dimana ibarat ada seorang pasien yang sakit gigi, gusi bengkak dan demam tapi obat darah tinggi yang diberikan kepada pasiennya. Seharusnya obat yang diberikan anti sakit, anti biotik dan paracetamol. Ini jelas salah obat.
Terkait hal ini saya menduga antara sengaja salah memberikan obat atau memang salah kasih obat. Pada intinya orang sakit kalau diberikan obat yang salah ya tidak akan pernah bisa sembuh, bahkan giginya bakal berinfeksi makin parah. Bahkan bakal bisa berpotensi menjadi tumor ganas. Karena pada umumnya penderita sakit gigi suka mengakibatkan efek yang menyasar kemana-mana. Sama dengan permasalahan kasus terdakwa Ahok ini sudah seperti bola besar yang sangat panas dan liar.
Saya ambil contoh terdahulu pada kasus dugaan permufakatan kejahatan atau disebut “Kasus Papa Minta Saham”. Jelas sekali di dalam rekaman suara itu apa yang sedang dibicarakan oleh saudara Setya Novanto dan rekannya. Kemudian rekannya, yaitu saudara Reza Chalid melarikan diri ke luar negeri, satu hari sebelum adanya pencekalan ke luar negeri atas dirinya. Mengapa pada kasus itu tidak ada penangkapan apalagi penahanan?
Jelas sekali dari apa yang mereka bicarakan di dalam rekaman suara tersebut tampaknya para oknum elite dan mafia sedang berencana untuk kerja sama terus menerus untuk menggerogoti isi kekayaan alam yang ada di negeri ini. Pada saat kasus papa minta saham Setya Novanto sudah sempat berhenti dari jabatan ketua DPR RI. Anehnya sekarang sudah kembali lagi menduduki jabatan ketua DPR RI. Belum lagi kabar berita peran Setya Novanto pada kasus korupsi E-KTP.
Ditambah lagi sejumlah besar kasus korupsi lainya dan dugaan korupsi yang pemberantasannya jauh dari kalimat tuntas. Seperti nampak pada kasus-kasus tersebut di bawah ini:
Pertama, kasus dugaan korupsi pembelian lahan Cengkareng ‘jeruk makan jeruk’ tidak ada tersangkanya sama sekali.
Kedua, kasus korupsi pengadaan bus karatan Transjakarta hanya satu orang tersangkanya, itu pun sudah bertahun-tahun belum ada putusan.
Ketiga, kasus korupsi dana siluman pengadaan UPS 12,1 triliun hanya dua orang tersangkanya.
Keempat, dugaan kasus taman BMW tidak ada beritanya.
Kelima, KPK menyatakan kasus korupsi reklamasi sebagai “grand coruption”, faktanya tersangkanya cuma tiga orang saja.
Keenam, kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, kerugian negara mencapai sekitar 191 miliar rupiah (sangat tidak sesuai dengan harga pasaran), tidak ada tersangkanya sama sekali.
Ketujuh, pada Kasus korupsi E-KTP yang disebutkan dalam bacaan dakwaan pada sidang, sejumlah besar atau puluhan nama dari anggota DPR RI terkait atau dari beberapa partai politik serta perusahaan pengadaan barang terkait, mengapa hasil uang yang mereka terima dari hasil suap korupsi itu, hanya mengembalikan sebagian saja ke negara dan sebagian besar bersifat rahasia? Mana ada peraturan konyol begini, sudah enam tahun kasus ini bergulir, tersangkanya hanya tiga orang saja, apakah negara tidak semakin hancur? Kira-kira para oknum elite akan berbuat sandiwara sampai kapan dan hasil pemberantasannya berakhir seperti apa atas kasus ini? Nilai kerugian negara pada kasus korupsi E-KTP ini sebesar 2,3 triliun rupiah.
Kedelapan, kasus dugaan 5700 PNS fiktif, panama papers, rekening gendut, BLBI, Century dan Hambalang.
Semua kejadian-kejadian di atas, bagi kita yang waras, tidak dapat diterima oleh akal sehat sama sekali.
Saya menduga semua ini persis seperti sekelompok besar oknum-oknum elite yang cukup cerdas memainkan film sinetron, yang terus menggerogoti isi dari segala kekayaan yang ada di negeri tercinta ini. Mungkin harus sampai semuanya hancur baru mereka bisa puas dan sadar.
Sebagai anak bangsa saya sangat prihatin dan sangat kecewa berat. Saya sangat berharap suatu hari bisa ada perubahan yang lebih baik. Saya pun terus berdoa jika saya ditakdirkan jadi presiden maka akan saya habiskan semua permainan sinetron buruk itu.
Dari pengamatan saya atas semua kejadian ini, tampak sekali menunjukkan adanya hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jika tidak ada perubahan yang lebih baik maka negara pasti berangsur-angsur akan hancur lebur, seperti cerita kisah nyata tenggelamnya “Kapal Titanic” yang menabrak gunung es. Dimana sebelumnya kapten kapal mengabaikkan semua pemberitahuan perhatian khusus bahwa sepanjang jalur Atlantic bagian utara, malam ini dipenuhi bongkahan batu es.
Seperti yang ditulis oleh Dr. Anton Tabah bahwa di pintu gerbang Universitas Harvard Amerika Serikat pun tertulis “Negara Dan Bangsa Pasti Hancur Jika Hukum Pilih Kasih.” Universitas Harvard adalah universitas terbaik sedunia.
Saudara-saudara yang terhormat semuanya, sebangsa dan setanah air. Kita berdoa terus agar NKRI selalu aman, damai, dan ke depannya lebih maju dan lebih makmur.
*Kan Hiung alias Mr. Kan, pengamat sosial tinggal di Jakarta.