Hukum

Menyedihkan! Tidak Ada Regulasi yang Melarang Tambang di Pulau-pulau Kecil dan Pesisir

Nusantarakini.com, Jakarta-

Kenapa Pemerintah memberikan izin tambang di pulau kecil dan wilayah pesisir? Jawabannya karena tidak terdapat regulasi yang melarang secara mutlak.

Sedangkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tidak terdapat larangan secara mutlak untuk melakukan eksplorasi tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Bunyi Pasal 23 ayat (2) tersebut yaitu “diprioritaskan” untuk konservasi, pendidikan, penelitian, budidaya laut, pariwisata, perikanan, pertanian organik, dan pertahanan negara. Meskipun memberikan prioritas, pasal ini tidak secara mutlak melarang kegiatan lain selain yang disebutkan.

Secara gramatikal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “diprioritaskan” mengandung arti “diutamakan atau didahulukan dari yang lain.” Pengertian yang hampir sama juga ditemukan dalam “black laws dictionary” dimana kata prioritas merupakan kata serapan dari kata “priority” yang berarti “the status of being earlier in time or higher in degree or rank” atau status menjadi lebih awal atau lebih tinggi dalam derajat atau pangkat.

Diprioritaskan” berarti diberi prioritas, atau dianggap lebih penting dan diutamakan dibandingkan hal lain. Sebagai contoh didalam kereta KRL atau Bus terdapat seruan “KURSI PRIORITAS UNTUK LANSIA, IBU HAMIL, DISABILITAS.” Seruan tersebut bukanlah larangan, boleh duduk selama pihak yang disebutkan tidak ada.

Lantas bagaimana dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.

Perhatikan frasa pada penegasan MK yaitu “dapat menimbulkan kerusakan”, “kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible).”

Frasa “dapat” adalah kalimat imperatif yang maknanya bisa merupakan perintah, instruksi, saran, atau permintaan atau kemungkinan atau potensi. frasa “dapat menimbulkan kerusakan”, “kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible).” Sehingga jika kondisi dimaksud tidak terpenuhi maka kegiatan penambangan mineral tersebut bukanlah merupakan kegiatan penambangan mineral yang dilarang. Putusan MK merupakan larangan yang bersifat bersyarat (conditionally prohibited). Sehingga apabila terjadi “abnormally dangerous activity” dan merusak “intergenerational equity” yang dalam hukum lingkungan jika terdapat keadaan dimaksud maka segala aktivitas pertambangan akan dilarang

Berdasarkan penjelasan di atas, inilah yang menjadi persoalan, oleh karena itu sepatutnya Pemerintah dan Legislatif menerbitkan larangan secara tegas berkaitan dengan larangan tambang di pulau-pulau kecil dan pesisir. [mc]

*Chandra Purna Irawan, Ketua LBH PELITA UMAT. 

Terpopuler

To Top