Hal senada juga disampaikan Prof. Firman Noor, Peneliti dari BRIN bahwa Penghilangan Grafik dan Rekapitulasi SIREKAP ini berbahaya karena dapat disalahgunakan untuk upaya-upaya tersembunyi meloloskan Partai tertentu–yang semula angkanya kecil–mendadak “meroket” menjadi di atas ambang Parliamentary Threshold 4% dan masuk Senayan.
Nusantarakini.com, Jakarta –
Saya terus terang sengaja agak menahan diri untuk belum menulis lagi tentang SIREKAP selama seminggu terakhir ini, bukan akibat (memang) adanya intimidasi jahat dari semua lini yang dialami, soalnya kalau hal tersebut–InsyaAllah–urat takut sudah putus demi membela kebenaran teknologi dan lurusnya demokrasi di Republik ini, namun semata-mata mau mencoba husnudzon (berpraduga baik) terhadap KPU apalagi memasuki bulan Suci Ramadan 1445 H saat ini.
Namun setelah ditunggu hampir seminggu lamanya, rupanya “niat baik” KPU untuk menampilkan kembali Grafik dan Rekapitulasi perhitungan di situs resminya, tidak kunjung ada sampai tulisan ini dibuat di hari pertama Puasa Ramadan, 12 Maret 2024 hari ini. Dengan demikian status SIREKAP kini tak ubahnya hanya “SiKAREP” (baca: sak karep/seenaknya sendiri, tanpa konsep dan tentu saja nyaris tidak berguna) karena hanya bisa menampilkan Hasil Scan C-Hasil.
Sebagaimana diketahui bersama, sudah semingguan ini semenjak Rabu minggu lalu, mendadak Semua Grafik dan Rekapitulasi (di) hilang (kan) dan kini hanya ditampilkan Hasil Pemindaian/ Foto/ Scan C-Hasil yang ada. Proses penghilangan Data Publik ini pun dilakukan secara diam-diam sebelumnya, tanpa ada pengumuman sebelumnya, kebetulan bersamaan ketika Facebook dan Instagram “Down” waktu itu (mungkin agar biar dikira “ada efeknya”).
Saat kejadian tersebut rekan-rekan media sempat konfirmasi, “Apakah ada FB/ IG effect?” (dengan menghilangnya Grafik dan Rekapitulasi di situs KPU). Saya jawab tegas, “Tidak, penghilangan data-data tersebut pasti sebuah kesengajaan, karena situs masih on alias tidak down, namun sengaja dihilangkan data-datanya.” Penegasan tersebut sekaligus ingin menguji kejujuran KPU dalam menyampaikan statemennya, karena sudah sekian kali memberikan informasi yang membingungkan masyarakat (untuk tidak menyebutnya sebagai “informasi sesat” alias tidak berdasar fakta, seperti soal Data Sirekap di luar negeri, Kesalahan TPS dsb).
Selasa minggu lalu (05/03/24) salahsatu Komisioner KPU berinisial IK menyampaikan bahwa memang Grafik dan Hasil Rekapitulasi dari tiap TPS sekarang (sengaja) dihilangkan dengan alasan untuk “menjaga masyarakat dari informasi yang tidak akurat (?)”, sebagaimana dikutip Tempo.co Kamis (07/03/24). Ini hal yang konyol sekaligus (mem) bodoh (i), bagaimana tidak? Sudah semenjak Pemilu digelar (14/02/24) silam, akhirnya KPU sendiri yang mengakui bahwa data-data yang ditampilkan di situs resminya tidak akurat dan memunculkan prasangka bagi publik yang berpotensi memecah persatuan bangsa.
Bahkan dalam kesempatan lain dikatakannya juga bahwa data-data tersebut adalah “Rahasia Negara (?)” yang tidak untuk diketahui publik. Ini benar-benar membuat Logika Waras Masyarakat Indonesia dibuat runyam oleh pemikiran “SIKAREP” alias sak karep/ seenaknya sendiri tersebut. Sejak kapan Data-data Hasil PiLeg dan PilPres itu disebut sebagai “Rahasia Negara” dan harus “disembunyikan” untuk tidak dipublikasi kepada masyarakat? Lalu selama ini Publikasi di TPS, C-Hasil, D-Hasil dan sebagainya itu disebut apa? Benar-benar sebuah statemen konyol dari pihak yang tidak mengerti Hukum, khususnya UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hal senada juga disampaikan Prof. Firman Noor, Peneliti dari BRIN bahwa Penghilangan Grafik dan Rekapitulasi SIREKAP ini berbahaya karena dapat disalahgunakan untuk upaya-upaya tersembunyi meloloskan Partai tertentu–yang semula angkanya kecil–mendadak “meroket” menjadi di atas ambang Parliamentary Threshold 4% dan masuk Senayan. Beliau bahkan menyatakan mustahil Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut masuk secara normal, karena masih membutuhkan sekitar 1.5 juta suara di saat perhitungan Rekapitulasi sudah di atas 65%.
Hasil riset Litbang Kompas juga menunjukkan bahwa anomali meroketnya perolehan angka Partai yang sempat Viral di medsos dengan sebutan “Partai Salah Input” ini memang fantastis, mulai dari 2,77% di 27/02/24 20.45 WIB menjadi 3,13% di 01/03/24 23.00 WIB. Bahkan melonjak 22 ribu suara hanya di 202 TPS selama pukul 20.00 sd 00.00 WIB . Artinya selama 4 jam saja, bisa mendapatkan rata-rata (22 ribu ÷ 202) = 108 suara di tiap TPS. Artinya 1/3 dari tiap TPS yang masuk pada hari dan jam tersebut memilih Caleg atau Partai tersebut. Pantas saja kalau Prof. Burhanuddin Muhtadi beberapa waktu lalu juga sempat mengatakan “tidak mudeng” dengan anomali ini, karena memang tidak masuk akal.
Hal menarik diungkap dalam liputan MNC Group di Banjarmasin, di mana justru ada Saksi dari Partai tersebut sendiri (bernama Robby) yang dalam wawancara visualnya mengatakan heran (?) bahwa sebelumnya, suara Partainya hanya 2.681, mendadak meroket menjadi 17 ribu suara di SIREKAP. Peningkatan nyaris seribu persen katanya. Namun dia malah menyalahkan KPU sebagai pihak yang harus bertanggungjawab terjadinya anomali suara Partai tersebut. Memang kalau sudah ketahuan begini, selalu terjadi aksi saling tuding tanpa ada yang mau bertanggungjawab. Bahkan bisa-bisa ada “kambing hitam” yang dipersalahkan.
Kembali kepada permasalahan utama dengan dihilangkannya Grafik dan Rekapitulasi di SIREKAP ini, sebenarnya sama saja situs bernilai milyaran yang sudah menghabiskan dana masyarakat ini menjadi mubazir dan buang-buang Anggaran Negara. Sangat layak kalau rekan-rekan ICW, KontraS beberapa waktu lalu mendesak Audit Investigatif atau bahkan melaporkan ke Lembaga Anti Rasuah. Belum lagi ditemukannya mensrea adanya “Json Script” sebagaimana temuan Pakar-pakar IT Independen yang sudah seharusnya mendesak dilakukannya Audit Forensik terhadap Teknologi yang di(salah)gunakan di dalamnya.
Jika ditinjau secara institusi ini bahkan menyangkut nama baik Kampus Besar Ganesha di Bandung yang meneken kerjasama dengan KPU semenjak tahun 2021 silam. Sungguh sangat ironis dan memalukan karena teknologi malah diindikasikan bisa dipergunakan untuk memuluskan kecurangan dalam Pemilu 2024 ini. Secara pribadi saya pun tidak percaya bahwa institusi pendidikan ternama tersebut terlibat. Namun sulit menolak kalau ada kecurigaan dari berbagai kalangan bahwa dimungkinkan ada “oknum” yang membiarkan ‘backdoor’ terbuka di sistem SIREKAP yang memungkinkan terjadinya semua penyimpangan di atas.
Kesimpulannya, jangan heran jika Civitas Akademika berbagai kampus yang masih waras dan masyarakat akan bergerak melihat akal sehat dipermainkan SIKAREP, eh, SIREKAP ini. Namun saya tidak percaya bahwa teknologi, meskipun itu AI sekalipun, bisa berbuat sebodoh dan sekacau ini kalau tanpa ada unsur “man behind the gun” yang memprogramkan dan memberikan ‘script’ atau arahan, bahkan perlindungan di sebaliknya. Tetapi saya juga percaya, di atas langit masih ada langit, apalagi ini bulan Suci Ramadan, Gusti Allah SWT tidak sare dan yang benar akan tetap benar, yan salah akan terungkap salahnya … [mc]
*Dr. KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen.