Analisa

Salam 5 Jari! Seharusnya Nomor 1 Menang, Saling Rangkul Nomor 1 dan 3 Perlu Evaluasi

Banyak peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Nomor 1 sebagai kelompok perubahan. Meski tidak memiliki kedekatan dengan kekuasaan dari segi dukungan, pendukung nomor 1 dapat dikategorikan sebagai relawan murni yang berseberangan dengan rezim Jokowi.

Nusantarakini.com, Bandung –

Pilpres 2024 menjadi panggung perpolitikan yang dinamis, terutama dalam merancang strategi koalisi antara calon presiden dan wakil presiden. Saya menyayangkan terjadinya kampanye saling merangkul antara nomor 1 dan 3 tanpa memberikan tekanan pada nomor 2, mengakibatkan perhatian kedua kubu lebih terfokus pada rival yang sejalan.

Ketika nomor 2 terpojok, peluang untuk memenangkan pilpres berpindah ke tangan nomor 1 dan 3. Pertanyaannya kini, dalam koalisi antara nomor 1 dan 3, siapa yang akan keluar sebagai pemenang? Mengingat keduanya memiliki tekad kuat untuk memenangkan Pilpres 2024.

Jika putaran kedua melibatkan nomor 1 dan 3, strategi saling merangkul antara keduanya tidak dapat dilanjutkan, karena dinamika permainan telah berubah. Pada titik ini, nomor 1 dan 3 akan menjalankan kampanye masing-masing.

Seharusnya, dalam masa kampanye, nomor 1 memiliki peluang besar untuk mengalahkan nomor 3, bahkan nomor 2. Nomor 1 bisa dengan mudah mengekspos kelemahan nomor 3, yang terkait erat dengan pemerintahan Jokowi. Terlebih lagi, keberadaan anak Jokowi, Gibran, di nomor 2 menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan oleh nomor 1. Namun, sayangnya, peluang ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin, karena nomor 1 memilih merangkul nomor 3. Padahal, nomor 3 adalah bagian dari rezim Jokowi, diusung oleh PDIP dalam periode 1 dan 2.

Waktu semakin mendesak menuju pencoblosan pada 14 Februari 2024. Sehingga, nomor 1 sulit untuk menghambat nomor 3 dalam merebut peluang di Pilpres 2024. Jika bulan lalu nomor 1 tidak merangkul nomor 3, dan lebih fokus menekan nomor 3 dan 2 dengan isu-isu kekuasaan, posisi nomor 1 saat ini bisa jauh di atas nomor 2 dan 3. Sayangnya, kesempatan ini telah terlewat dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, terutama dengan hasil survei yang belum menunjukkan kebenaran yang pasti.

Jika saat ini nomor 1 dan 3 memimpin, keduanya akan berlomba merebut suara pemilih nomor 2. Pertanyaannya, apakah nomor 2 akan mendukung nomor 1 atau 3?

Kekuatan Kubu Capres

Berbeda dengan nomor 3, meskipun terjadi perselisihan antara Megawati dan Jokowi, kekuatan Megawati sebagai bagian dari kekuasaan memberikan keunggulan pada nomor 3.

Koalisi Nomor 1 dan 3 Harus Diuji

Hingga saat ini, belum terlihat seriusnya terbentuknya koalisi antara nomor 1 dan 3, kecuali dalam sektor kampanye. Hal ini merugikan nomor 1, karena peluang untuk menghambat nomor 3 dengan isu-isu kekuasaan tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh nomor 1. Malah, terjadi saling merangkul antara nomor 1 dan 3, mengabaikan potensi tekanan terhadap nomor 2.

Padahal, untuk mengalahkan nomor 2 atau rezim Jokowi, langkahnya sangat mudah. Yaitu dengan melakukan koalisi di parlemen, di mana pendukung nomor 1 dan 3 bersatu dan melakukan impeachmen terhadap Presiden atas pelanggaran yang ada. Jumlah koalisi partai yang mendukung nomor 1 dan 3 jika digabungkan akan mencapai mayoritas, yaitu 50% lebih di parlemen. Sayangnya, langkah ini tidak diambil, menunjukkan kurangnya keseriusan dari partai koalisi dalam memenangkan nomor 1 secara khusus.

Kesimpulan

Banyak peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Nomor 1 sebagai kelompok perubahan. Meski tidak memiliki kedekatan dengan kekuasaan dari segi dukungan, pendukung nomor 1 dapat dikategorikan sebagai relawan murni yang berseberangan dengan rezim Jokowi. Meskipun Partai Nasdem dan PKB adalah bagian dari kekuasaan Jokowi, tetapi dalam prakteknya terkesan kurang serius dalam memenangkan pasangan Anies-Cak Imin. Faktanya, mereka membiarkan terjadinya koalisi dalam kampanye nomor 1 dan 3, yang seharusnya dapat digunakan untuk menghambat nomor 3 dengan memunculkan isu-isu strategis, mengingat nomor 3 adalah bagian dari rezim Jokowi.

Jika analisis ini terbukti benar, maka untuk antisipasinya, langkah 5 jari adalah solusi terbaik.

Makna pesan 5 jari adalah, lebih baik me-reset aturan Pilpres 2024 menjadi lebih demokratis melalui jalan terbentuknya pemerintahan transisi.

Dalam pemerintahan transisi, tidak hanya akan diperbaiki sistem pilpres agar lebih demokratis, tetapi juga memberikan kesempatan lebih banyak kepada calon presiden dan wakil presiden untuk muncul. Penghapusan Presidential Threshold dari 20% menjadi 0% akan memungkinkan setiap partai peserta pemilu yang lolos verifikasi KPU untuk mengajukan calon presiden dan wakil presidennya. Langkah ini akan memberikan variasi yang lebih luas dan lebih banyak calon alternatif, sehingga mewakili lebih banyak kehendak rakyat. [mc]

Talagabodas, Lodaya, Bandung, 31 Januari 2024.

*Agusto Sulistio, Pegiat Sosial Media, Pendiri The Activist Cyber.

Terpopuler

To Top