Opini

Anies Presiden, Indonesia Penentu Politik Global

Pada akhirnya, Anies mentransformasi makna ancaman yang titik tekannya pada keselamatan individu dari virus, narkoba, serangan cyber, perdagangan orang, ancaman terhadap ibu dan anak, dan keselamatan civil lainnya. #AminkanIndonesia

Nusantarakini.com, Jakarta –

Anies Baswedan akan menggeser posisi Indonesia dari sebagai “penonton” menjadi lebih berperan sebagai penentu politik global yang didasarkan pada nilai-nilai perdamaian, kesetaraan, demokrasi, dan nilai-nilai universal lainnya. Demikian catatan Dr. Robi Nurhadi, dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Nasional terkait Debat Capres Putaran Kedua pada Minggu 7 Januari 2024 yang membahas tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.

Proposal perubahan posisi politik tersebut akan menarik pemilih Indonesia yang sudah lama merindukan peran Indonesia yang hebat era Soekarno dengan Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955-nya, Djuanda dengan Deklarasi Hukum Lautnya, dan Adam Malik dengan ASEAN-nya.

Dalam bahasa seorang globalis, Immanuel Wallerstein, langkah Anies ini akan menggeser Indonesia dari posisi semi periphery menjadi core state (negara pengendali). Artinya, Indonesia akan naik kelas. Perhatian Dunia Selatan kepada Indonesia bukan sekedar ingin bekerjasama, melainkan juga akan mendorong Indonesia menjadi pemimpin polar.

Anies memperkenalkan soft power, kepanglimaan dalam multytrack diplomacy, dan memperkuat presensi internasional.

Soft power merupakan kekuatan-kekuatan yang berbasis pada kepemimpinan gagasan di ruang publik dan kehadiran “label” suatu negara di berbagai belahan dunia, bisa berbentuk kuliner (nasi padang, warteg, dll), seni-budaya (lagu dan penyanyinya seperti putri aryani, film, life style, dan lain-lain), olahraga (pemain vili “megatron” misalnya), dan kontribusi para diaspora Indonesia di berbagai negara.

Anies juga cenderung akan menggunakan banyak jalur diplomasi di luar Kementerian Luar Negeri. Pola multytrack diplomacy akan dikomandoi langsung oleh presiden selaku panglimanya. Dalam pengalaman yang cukup dan kemampuan naratifnya, Anies memang sangat mungkin melakukan kepemimpinan diplomasi Indonesia di luar negeri.

Strategi yang lainnya adalah presensi internasional. Pernyataan “Indonesia absence no more, respected forever” akan menjadi spirit akan kehadiran aktif dan efektif dari seorang presiden Indonesia ke depan. Dalam dunia dimana transaksi gagasan sudah pesat untuk terekam oleh media mainstrean dan media sosial, presensi seorang presiden di forum-forum internasional akan menjadi strategi jitu mempengaruhi sikap warga dunia, dan tentu pada akhirnya kebijakan luar negeri negara-negara di dunia.

Dari sisi geopolitik, Anies akan memperkuat posisinya di dunia melalui ASEAN. Organisasi regional ini akan menjadi instrumen bargaining position dalam menengahi konflik Laut Cina Selatan, bahkan konflik di Asia Timur yang melibatkan Cina, Taiwan, Korsel-Korut dan Jepang.

Konsen Anies terhadap masalah Timur Tengah, khususnya Perang Gaza, Palestina dengan Israel, tidak hanya ditunjukan pada narasinya, tetapi juga presensi dalam aksi-aksi masyarakat Indonesia dalam membela Palestina, seperti yang terjadi pada sepanjang tahun 2023 ini. Dengan nilai-nilai bermazhab idealis (lawannya kemenangan mazhab realis di dunia saat ini), Anies cenderung akan mengambil pilihan berseberangan dengan mitra dekat Indonesia seperti AS, Cina, Rusia, Arab Saudi, Uni Eropa, saat negara-negara tersebut tidak sejalan dengan langkah Indonesia soal kemerdekaan Palestina.

Visi pertahanan Pak Anies terlihat lebih spirited. Di pentas internasional lebih mengedepankan “kepanglimaan diplomasinya,” sementera di pentas domestik, Anies akan memperkuat sumberdaya pertahanan yang dimulai dengan kesejahteraan prajurit TNI, Polri dan ASN terkait. Setelahnya, penguatan diri sebagai negara autarki dengan membangun indutri pertahanan strategis di dalam negeri, cenderung akan dilakukan selaras peningkatan GDP Indonesia.

Pada akhirnya, Anies mentransformasi makna ancaman yang titik tekannya pada keselamatan individu dari virus, narkoba, serangan cyber, perdagangan orang, ancaman terhadap ibu dan anak, dan keselamatan sivil lainnya. Inilah yang menarik karena keamanan dan pertahanan tidak lagi bermakna artifisial, melainkan sudah masuk pada apa yang diperlukan oleh manusia modern dengan tantangan keamanan yang modern pula. [mc]

*Robi Nurhadi, PhD, Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Nasional.

Terpopuler

To Top