Nusantarakini.com, Jakarta –
Banyak sekali kecurigaan bahwa PEMILU tidak akan berjalan sesuai azas PEMILU yang Jujur, Adil, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
Kecurigaan bahwa PEMILU disampaikan banyak pihak berdasarkan fakta-fakta seperti:
1. Banyak oknum polisi terlibat aktif memberikan dukungan kepada pasangan calon tertentu.
2. Sejumlah Menteri, tidak mengambil cuti saat mengampanyekan pasangan tertentu, yang semestinya mereka harus cuti jika ingin melakukan aktifitas kampanye.
3. Ratusan ribu WNI di luar negeri tidak terdaftar dalam DPT. Tapi diduga kertas suara akan melebihi jumlah DPT.
4. Puluhan ribu kertas suara susah dicoblos di luar jadwal di Taiwan.
5. Presiden yang mestinya netral sangat jauh mencampuri urusan penyelenggaraan PEMILU.
6. Money Politics massif dilakukan pasangan tertentu, tapi tidak diberi sanksi oleh Bawaslu.
7. Pencabutan izin kampanye secara mendadak oleh Pemda terhadap pasangan calon tertentu.
8. Intimidasi terhadap sejumlah penggiat media alternatif yang menyuarakan PEMIlLU jujur.
9. Intimidasi kepada sejumlah aktivis BEM yang menyuarakan keadilan dalam berdemokrasi. Misalnya dialami oleh Ketua BEM UI dan Ketua BEM UGM.
10. Pengklaiman Bansos yang merupakan hak rakyat miskin oleh salah satu pasangan calon yang didukung Presiden.
11. Upaya sogok kepada sejumlah kiai agar mereka tidak mendukung salah satu pasangan calon dll.
Semua yang kami tuliskan di atas telah diberitakan sejumlah media nasional, bukan hoax serta telah terkonfirmasi.
Melihat kenyataan demikian, kita patut prihati, khawatir bahwa indeks demokrasi kita bukannya akan membaik dengan PEMILU, namun bisa jadi justru semakin anjlok. Padahal kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan PEMILU yang sesuai azas-azas PEMIlU sangat penting bagi legitimasi hasil PEMILU.
Sulit untuk tidak menyalahkan Jokowi selaku Kepala Negara dan Pemerintahan atas rendahnya kualitas pelaksanaan PEMILU 2024. Bagaimana pun juga “cawe-cawe” yang terus dilakukannya dibaca publik secara meyakinkan bahwa semua itu karena anaknya ikut serta sebagai calon wakil Presiden.
Pangkal pokok persoalannya ada di situ. Nafsu untuk memberikan jabatan politik tinggi kepada anaknya yang belum punya kemampuan, belum punya pengalaman yang cukup, itulah pokok masalah tereduksinya berbagai prinsip-prinsip penyelenggaraan PEMILU. Ditambah lagi dengan pragmatisme para elit politik pendukungnya.
Menjadi urgen untuk melakukan mitigasi terhadap Pemilu yang sedang berlangsung dengan memaksimalkan keterlibatan masyarakat luas melakukan pengawasan.
Kehadiran pemantau dari kalangan masyarakat internasional mesti dipertimbangkan.
Sinergitas masyarakat sipil dalam mengawasi pemilu diperlukan. Kita ingin hasil pemilu yang legitimate. Biaya penyelenggaraan pemilu dan pilpres ini sangat besar. Lebih seratus trilliun. Sayang sekali jika hasilnya tidak legitimate dikarenakan ulah ‘cawe-cawe’ yang rakus kekuasaan. [mc]
Selamatkan PEMILU….!
Selamatkan Demokrasi!
Salam Perubahan!
*Hasanuddin, Mantan Ketua Umum PB HMI.