Internasional

Palestina Merdeka adalah Solusi! 

“Tak aneh, memang ragam kemunafikan seringkali dipertontonkan tanpa malu-malu. O man!” 

Nusantarakini.com, New York – 

Kekerasan atau perang antara bangsa Palestina dan penjajah Israel bukan sesuatu yang baru. Maka sebutan peristiwa Sabtu lalu sebagai sesuatu yang mengejutkan (surprise attack) adalah aneh. Peperangan itu terjadi dari masa ke masa sejak tahun 1967. Yang berbeda hanya kedahsyatannya (magnitude) saja.

Bayangkan jika anda punya rumah. Tiba-tiba seorang perampok masuk ke rumah anda. Lalu anda disekap dalam kamar sempit. Lalu perampok itu lambat laun memgakui rumah itu sebagai miliknya. Lalu di suatu waktu perampok itu lengah, dan anda punya kesempatan. Anda pun menerkam, bahkan mungkin membunuh perampok itu. Anda merasa apa yang terjadi itu karena membela hak. Lalu oleh semua tetangga anda dituduh “pembunuh.” Adilkah tuduhan itu?

Sesungguhnya apa yang terjadi Sabtu lalu dan beberapa kali kejadian yang sama sebelumnya bukan hal yang mengejutkan. Hal itu sangat diantisipasi dan sebenarnya diyakini akan terjadi dari waktu ke waktu. Tapi dunia menyebutnya “kejutan” karena sengaja mengaburkan rentetan peristiwa yang terkait. Termasuk perampokan dan penjajahan yang dilakukan oleh pihak yang satu.

Sekarang “damage has been done” (nasi sudah jadi bubur). Dan nampaknya masih terus akan berlanjut. Israel (tepatnya pemerintahan Natanyahu) bertekad menghabisi Hamas. Dalam prosesnya yang terjadi adalah keinginan untuk menghabisi warga Palestina di kawasan Gaza yang jumlahnya sekitar 2.5 juta itu. Sebuah ambisi yang saya yakin tidak akan terwujud.

Untuk menjustifikasi ambisi Israel itu kini Hamas disejajarkan dengan ISIS. Tentu dengan harapan negara-negara yang pernah merasa sangat terganggu oleh ISIS, termasuk Saudi dan negara-negara Arab dan Islam lainnya ikut mendukung. Tapi sekali lagi, nyanyian Natanyahu ini tidak akan sakti. Mengingat hingga kini yang paling loyal mendukung Israel hanya Amerika Serikat.

Apapun itu dan bagaimanapun ke depannya saya kira mereka yang masih berakal sehat menginginkan satu hal yang paling mendasar. Yaitu berakhirnya konflik ini secara “menyeluruh dan berkeadilan.” Dan ini memungkinkan jika yang terpakai adalah akal sehat dan hati nurani yang punya sinar. Sikap ekstrim pada dua kubu justeru akan membunuh akal sehat dan memadamkan cahaya nurani manusia.

Adanya kecenderungan nihilisasi dan terminasi (menghabisi) di kedua pihak tidak akan membawa keuntungan untuk siapapun, termasuk bangsa Palestina. Kenyataannya kecenderungan sebagian bangsa Palestina untuk mengakhiri eksistensi negara Israel berujung kepada kenyataan pahit. Palestina yang di awal konflik ini masih memiliki 90% kini menjadi hanya 15%. Itupun terbagi kepada dua bagian kecil, Tepi Barat (Ramallah) dan Gaza.

Sebaliknya kecenderungan radikal dan ambisi menghabisi lawannya, Israel hanya akan menambah beban dan ancaman masa depan yang semakin besar. Kalau saja negara-negara kuat, khususnya Amerika, masih mendukung mungkin tetap aman. Tapi adakah jaminan bahwa Amerika akan tetap seperti sekarang ini? Semua fenomena yang ada menunjukkan Amerika akan mengalami perubahan besar di masa depan yang tidak lama.

Dan karenanya solusi terbaik adalah solusi dua negara (two states solution) seperti yang disampaikan dalam Persetujuan Abraham (Abrahamic Accord). Dan untuk terwujudnya itu kedua pihak harus mau bernegosiasi secara jujur dengan pandangan ke depan yang lebih luas. Dalam prosesnya negosiasi ini akan rumit. Tapi minimal dengan negosiasi kekerasan dan kerusakan dapat dihindari. Walaupun saya yakin dalam prosesnya menuntut jiwa dan keinginan berkorban dari kedua pihak.

Para akhirnya kita harus jelas dan tegas bahwa kunci solusi konflik Palestina-Israel ada pada “kemerdekaan” negara Palestina. Saya teringat pidato Obama di Al-Azhar Mesir ketika itu: “sebagaimana bangsa Israel punya negara, di mana meteka bebas membangun dan maju dengan segala inovasinya, bangsa Palestina juga punya hak yang sama.”

Obama juga menambahkan: “kita perlu meletakkan kaki kita di sepatu mereka (bangsa Palestina).” Semua bangsa di dunia harus berani dan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh bangsa Palestina. Sebuah bangsa yang satu-satunya di dunia saat ini yang masih terjajah. Dan nampaknya dunia tidak terlalu terusik dengan nilai (justice and freedom) yang dibanggakan itu.

Tak aneh, memang ragam kemunafikan seringkali dipertontonkan tanpa malu-malu. O man! [mc]

*Utteng Al-Kajangi, Putra Kajang di Ujung Dunia. 

Terpopuler

To Top