Analisa

‘Jalan Gembira Perubahan!’ Sorotan dari Diaspora Indonesia di Amerika

“Mari kita mengambil bagian untuk berkontribusi dan berkolaborasi memenangkan Capres – Cawapres pilihan kita. Jika tidak sekarang, entah kapan lagi sosok seperti Anies – Muhaimin lahir di Republik ini.” 

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Kegiatan Jalan Gembira di Kota Makassar (24/9/2023) mendapat perhatian publik dan menjadi perbincangan nasional. Politisi, Akademisi, Pengamat, YouTuber, Influencer bahkan masyarakat di warung-warung kopi memberikan atensi.

Jalan Gembira yang menghadirkan duet Capres Anies Baswedan dan Cawapres Muhaimin Iskandar disesaki lautan manusia. Mereka berdatangan dari seantero Sulawesi Selatan secara sukarela dan mandiri, tanpa dimobilisasi dengan mengunakan ‘tangan’ birokrasi. Event ini, patut dicatatkan dalam sejarah politik Sulawesi Selatan karena sukses mengumpulkan massa jutaan orang. Mengutip Republika (30/9/2023), “berdasarkan analisis big data, amplikasi informasi di media sosial di luar dari portal berita terekam mencapai 35.833.450, sedangkan data jangkauan pemberitaan di media online tercatat 81.588.603 audiensi.”

Selaku outsider yang melihat dan memotret dinamika politik pilpres dari kejauhan, fenomena Jalan Gembira ini, menarik untuk di telisik dalam perspektif psiko-sosio-politik. Faktor-faktor apa yang menjadi trigger dan pesan apa yang bisa di tangkap dari besarnya animo masyarakat untuk membersamai Anies – Muhaimin pada acara tersebut.

Menurut hemat penulis, faktornya antara lain: Pertama, Pilihan diksi ‘Jalan Gembira,’ pilihan yang cerdas dan strategis, menembus atau beresonansi jauh ke dalam ruang psikologis masyarakat yang sedang mengalami keletihan akibat didera pelbagai problem sosial-ekonomi. Publik jengah dipertontonkan drama hukum yang menjadi alat penguasa untuk memukul lawan politiknya (tebang pilih), hukum tidak dijalankan secara setara kepada semua anak bangsa, perundang-undangan dirancang semaunya dan dilabrak untuk melegitimasi segala tindakan kekuasaan. Peraturan bisa disulap tanpa mengikuti kaidah atau norma demi memenuhi hasrat para oligarki atas nama investasi dan pembangunan.

Belum lagi persoalan ekonomi yang melilit, angka kemiskinan masih tinggi, lapangan kerja tidak tersedia secara memadai, pengangguran membengkak, tarif listrik naik, BBM melambung, kekayaan terkonsentrasi pada oligarki dan lingkaran istana, harta kekayaan mereka melonjak tajam dengan mengakali regulasi, praktek kekuasaan yang culas dan bebal dipertontonkan secara telanjang. Jalan Gembira serupa ajakan untuk rileks, melepas gundah yang menumpuk, mengurai beban psikologis akibat ragam permasalahan karena negara tak hadir melayani sebagaimana mestinya. Kegembiraan menyeruak dan bersemi karena tumbuhnya harapan-harapan baru, tentang masa depan yang cerah, kesetaraan dan pemerataan. Harapan itulah yang mengerakkan jutaan manusia untuk ikut meramaikan dan berpartisipasi, sesuai dengan kadar kemampuan mereka.

Kedua, faktor ketokohan Tamsil Linrung, menyelenggarakan event besar dengan waktu singkat dan secara diametral tak selaras dengan kepentingan penguasa serta tanpa sponsor bukanlah perkara gampang. Perlu effort ekstra dan figur kuat untuk mengorkestrasi beragam potensi dan para pihak demi suksesnya kegiatan dimaksud. Olehnya itu, tak berlebihan jika kesuksesan Jalan Gembira yang dipusatkan di Monumen Mandala itu, tak lepas dari tangan dingin seorang Tamsil Linrung selaku Ketua Panitia.

Sosok lelaki asal Mandalle, Pangkep ini, sudah malang melintang di kancah politik nasional sejak muda. Tokoh mahasiswa, Pengusaha dan Politisi kawakan, dirinya merupakan pelobi ulung, komunikator humble, ringan membantu dan narasinya selalu menggerakkan, mengajak dan merangkul. Tamsil merupakan solidarity maker yang memiliki kemampuan memintal dan menyatukan tokoh, organisasi kemasyarakatan dan partai politik.

Sejak pemilu pasca reformasi seorang Tamsil terpilih menjadi anggota DPR, lalu bergeser ke kamar DPD hingga sekarang, hampir 25 tahun menjalankan amanah sebagai wakil rakyat, menyuarakan aspirasi rakyat. Konstituen, kolega dan sahabat-sahabatnya (jejaringnya) terus dirawat dengan tetap menjalin komunikasi, turun ke basis daerah  pemilihannya secara berkala, dirinya tak hanya muncul saat pemilu menjelang, seperti kebanyakan politisi. Sinergitas merupakan perspektif yang selalu dikedepankannya. Talentanya itu terbukti dengan menyemutnya manusia yang hadir, kegiatan berjalan sukses dan aman bahkan mengaung secara nasional. Kemampuan seorang Tamsil ini, sayang jika tidak dimanfaatkan untuk memperkuat Timses Nasional Anies – Muhaimin.

Ketiga, peran serta kaum millineal, di panggung belakang, sekelompok anak-anak muda bekerja senyap, mereka mendesain strategi untuk mengaungkan atau menyosialisasikan kegiatan Jalan Gembira ke khalayak ramai. Persiapan yang singkat dengan target awal massa sebanyak 500 ribu peserta memang memerlukan kerja cerdas dan terukur.

Perhelatan yang pure mengandalkan kesukarelaan bukan massa bayaran yang difasilitasi transportasi, makan bahkan uang capek. Atau mengandalkan ‘surat sakti’ dari pimpinan untuk memobilisasi ASN.

Era digital merupakan zaman kaum millineal, mereka paham betul bagaimana bisa mengajak bahkan mempengaruhi individu yang memegang atau memiliki gawai. Anak-anak muda ini peselancar yang piawai di dunia maya. Kegiatan Jalan Gembira menyebar ke telinga masyarakat di pelosok-pelosok desa dan berhasil mengajak dan menggerakkan mereka untuk ikut meramaiikan event tersebut.

Keempat, pesona AMIN. Tampilnya duet Anies – Muhaimin menjadi tonggak lahirnya generasi baru di panggung politik nasional, era generasi angkatan 90-an. Mereka berdua lahir dari gemblengan dunia aktivisme, sejak mahasiswa bersuara lantang pentingnya perubahan. Melawan otoritarianisme Orde Baru, era dimana suara kritis dibungkam bahkan beresiko hilangnya nyawa seseorang. Maknanya, visi perubahan yang disuarakan dan diperjuangkan mereka saat ini memiliki jejak geneologi jauh kebelakang, bahkan sejak kakek Anies – Muhaimin, tokoh yang juga merupakan the founding fathers republik, berkontribusi di dalam merebut dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Maka tak alasan meragukan nasionalisme dan kebanggaan Anies – Muhaimin terhadap bangsa ini.

Duet Anies – Muhaimin merupakan pasangan ideal, selain berasal dari keturunan pejuang. Mereka berdua tokoh terpelajar, memiliki gagasan dan pengalaman panjang baik di eksekutif maupun legislatif, piawai di forum-forum international, paham isu geopolitik global. Sehingga mampu memposisikan Indonesia di kancah politik antar bangsa sebagaimana doktrin politik luar negeri kita yang ‘bebas aktif’. Ketokohan Anies – Muhaimin makin paripurna dengan kematangan sikapnya, emosinya tetap stabil dan tidak reaksioner ketika di kritik dan di-bully. Lihat saja Anies yang kenyang dengan serangan yang ditujukan kepadanya, semuanya dihadapi dengan senyum dan santai.

Ciri kepemimpinan yang baik, salah satunya lihat keberhasilan seseorang dalam membangun dan membina keluarga. Anies – Muhaimin memiliki keluarga yang mengedepankan adab, harmonis, egaliter dan saling support, keluarga yang patut menjadi teladan bagi kita semua. Dua tokoh ini merupakan magnet utama perhelatan Jalan Gembira, memiliki daya panggil yang kuat, sehingga wajar masyarakat Sulawesi Selatan berbandong-bondong hadir untuk melihat tokoh idola mereka.

What Next?
Lautan manusia yang menghadiri Jalan Gembira mengirimkan pesan bahwa suara perubahan sudah menjadi kesadaran dan harapan bersama. Interupsi atas praktek pemerintahan yang korup dan mengabaikan tata kelola yang baik. Isu ini akan terus mengelinding dan membesar laiknya bola salju.

Kesuksesan event Jalan Gembira mestinya tidak berhenti sekedar euforia, tetapi menjadi starting point untuk semakin intens mengonsolidasikan kekuatan-kekuatan pro perubahan. Spirit Jalan Gembira di Sulawesi Selatan ditransmisikan menjadi semangat kolektif di seluruh Indonesia, bahwa 2024 merupakan momentum emas untuk mengakselerasi bangsa kita menjadi bangsa besar yang maju dan sejahtera di bawah kepemimpinan Anies – Muhaimin.

Oleh karena itu, kelompok pro perubahan dan seluruh relawan harus berjuang lebih keras untuk menjangkau masyarakat di pelosok pedesaan, sampai kampung-kampung terpencil agar memilih Anies – Muhaimin.

Berpartisipasi bukan saja sebagai pemilih, relawan tapi juga sebagai saksi yang mengawal penghitungan suara selesai. Mari kita mengambil bagian untuk berkontribusi dan berkolaborasi memenangkan Capres – Cawapres pilihan kita. Jika tidak sekarang, entah kapan lagi sosok seperti Anies – Muhaimin lahir di Republik ini.

2024 mari menyongsong perubahan, AMIN. [mc]

*Muzakkir Djabir, Diaspora Indonesia di Amerika Serikat.

Terpopuler

To Top