Warkop-98

Ketika Si Pandir Menuding Anies Pandir

Nusantarakini.com, Jakarta –

Mendengar Butet Kertaradjasa baca puisi di acara PDIP kemarin membuat saya mengernyit. Orang ini bak si Pandir yang menyebut orang lain pandir.

Walau tidak menyebut nama, semua orang tahu orang yang dia sebut pandir itu Anies Baswedan. Anies yang menyebut istilah parkir air. Anies pula yang saat ini sedang dicari-cari kesalahannya, dengan berbagai cara, agar gagal mencalonkan diri di Pilpres.

Anies Baswedan, yang dia sebutnya sebagai pandir itu, mengucapkan istilah parkir air agar mudah dipahami awam. Apa yang beliau maksud sebenarnya adalah konsep “Sponge City (Kota Sponge)”. Sebagaimana sponge atau busa yang mudah menyerap air, sponge city akan membuat berbagai upaya agar air hujan sebanyak mungkin terserap dan tersimpan ke dalam tanah. Air yang diresapkan ke dalam tanah nantinya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan manusia, seperti untuk persediaan air bersih dan juga untuk mencegah penurunan permukaan tanah.

Istilah parkir air dipakai oleh Anies Baswedan untuk merujuk pada berbagai taman Kota Jakarta yang memang dia sengaja dibuat rendah. Agar ketika hujan, airnya dialirkan ke dalam taman yang rendah itu, dibiarkan tergenang dan pelan-pelan direspkan ke dalam tanah. Taman-taman kota yang dibuat rendah itu juga berhasil mengurangi genangan di perumahan penduduk sekitar taman. Mengurangi banjir yang mengganggu warga.

Selain parkir air di taman-taman kota, Anies juga melakukan berbagai terobosan untuk mengurangi banjir Kota Jakarta dengan tetap berpegang pada konsep Sponge City yang semaksimal mungkin meresapkan air hujan ke dalam tanah. Di antaranya membangun ratusan ribu sumur resapan, membangun ruang limpas sungai, dan membangun kolam retensi.

Konsep Sponge City ini dirancang berdasarkan pengetahuan ilmiah untuk melestarikan bumi, yang sudah dijalankan di berbagai negara maju. Ketika Butet menuduh Anies pandir, kita jadi tahu siapa yang sebenarnya pandir ya…

Demikian juga komentarnya yang lain, Butet bilang: “orangnya diteropong KPK karena nyolong, tapi koar-koar dijegal.” Walau tanpa menyebut nama, jelas semua orang tahu dia menuding Anies.

Kita semua tahu Anies tidak nyolong. Dalam kasus Formula E tak ada buktinya. Tak ada bukti ia memperkaya diri sendiri atau orang lain. Tidak ada bukti merugikan keuangan negara. Tidak ada bukti melakukan perbuatan melanggar hukum. Tidak ada bukti adanya niat jahat.

Bahkan audit laporan keuangan tahunan Pemprov DKI Jakarta oleh BPK menyatakan clear, tidak ada masalah. BPK menganugerahkan penilaian WTP 5 tahun berturut-turut di bawah kepemimpinan Anies.

Tidak cukup kuat bukti untuk mentersangkakan Anies dalam kasus Formula E. Tapi kita tahu ada upaya dari oknum-oknum jahat yang terus menerus berupaya menjegal pencalonan Anies. Upaya penjegalan itu kuat indikasinya dan diceritakan oleh banyak orang. Yang terakhir diceritakan oleh prof Denny Indrayana yang mendapat informasi valid upaya KPK untuk menaikkan kasus Formula E ke tahap penyidikan, walau tidak ada tersangkanya, ini untuk menjegal Anies.

Begitulah ketika seorang sastrawan yang seharusnya jernih berpikir, yang seharusnya peka dengan ketidakadilan, malah terkooptasi oleh syahwat kepentingan politik pribadi dan kelompok. Yang seharusnya menjadi pembela keadilan, alih-alih menjadi alat kekuasaan.

Si Pandir yang menuding orang lain pandir. Kasihan sekali. [mc]

*Tatak Ujiyati, Penulis Lepas.
(Catatan Pagi)

Sumber: https://fb.watch/lrdA9AuZ9f/?mibextid=Nif5oz

Terpopuler

To Top