Memaknai Keberkahan Ramadhan (2) 

Nusantarakini.com, New York –Diantara keberkahan (keutamaan-keutamaan) Ramadhan adalah, selain sebagai bulan muhasabah (introspeksi), juga sebagai bulan refleksi (perenungan-perenungan). Di bulan ini orang-orang beriman tertantang untuk melakukan perenungan tentang berbagai hal. Tentang dirinya, siapa, dari mana, untuk apa, dan akan ke mana dalam perjalanan kesementaraan ini.

Kenyataannya memang ketika manusia terlarut dalam kehidupan rutinitasnya mereka akan kehilangan kesadaran hidup. Artinya manusia hidup tanpa kesadaran. Jadilah manusia itu bagaikan mesin berjalan yang berputar melakukan fungsi fisik/material tanpa sadar.

Ketidaksadaran dalam hidup pastinya akan berujung pada akhir yang negatif bahkan destruktif. Tidak berlebihan bahkan jika kehidupan yang yang demikian mengalami kematian. Manusia yang hidup tanpa kesadaran adalah mayat-mayat yang berjalan.

Sesungguhnya inilah hikmah kenapa Al-Quran diturunkan di bulan Ramadhan. Dan lebih spesifik lagi kenapa justru ayat pertama yang diturunkan adalah perintah membaca “Iqra’”. Karena hanya dengan kemampuan membaca akan menumbuhkan kesadaran hidup.

Dan karenanya tidak mengherankan jika perintah “merenung” (thinking, pondering, reflections, dst) merupakan tema mendasar Al-Quran. Yang kesemua itu tersimpulkan dalam satu kata “IQRA”. Al-Quran hanya akan maksimal ketika disikapi dengan perenungan akal dan hati (fikir dan dzikir).

Karenanya, bulan keberkahan sebagai bulan Al-Quran ini harus mampu mengantar kita semua kepada situasi dimana kesadaran tentang hidup terbangun. Hidup yang berkesadaran itulah hidup yang bermakna (bernilai/valuable).

Ini sekaligus yang menjadikan malam diturunkannya (laelatul Qadar) menjadi malam yang bernilai tinggi (Khaer min alfi syahr). Malam yang nilainya lebih dari seribu malam karena memberikan nilai (value) pada kehidupan manusia.

Puasa menjadi dasar perenungan yang esensial. Karena dengan puasa manusia melepaskan diri dari kungkungan-kungkungan kesementaraan yang kerap menjadi hijab antara diri dan Kesadarannya. Hanya ketika manusia melepaskan diri dari belenggu dunianya akan mampu melakukan perenungan-perenungan secara sehat dan benar.

Karenanya dengan segala motivasi yang ada untuk melakukan ragam ritual yang ada di bulan Ramadhan ini, harusnya juga dimaksimalkan untuk melakukan perenungan-perenungan itu. Perenungan yang tentunya bersumber samawi dengan memaksimalkan potensi “Iqra’”.

Mari rebut keberkahan (keutamaan) Ramadan dengan mengikat diri dengan Al-Quran sebagai dasar perenungan. Akal pikiran manusia boleh melanglang buana ke mana saja. Asal pijakannya tetap kepada inspirasi samawi (Al-Quran).

Rubah kebiasaan membatasi diri dalam berinteraksi dengan Al-Quran pada dimensi ritual semata. Membaca sambil hitung-hitungan dengan Allah. Benar, membaca satu huruf itu sepuluh pahala. Dan di bulan Ramadhan dilipat gandakan. Tapi mari kita “go beyond the ritual blessings”. Menjadikan bulan keberkahan ini dengan merenungi tentang diri dan kehidupan melalui “tadabbur, ta’aqqul dan tafakkur” ayat-ayat Allah SWT.

Semoga Al-Quran jadi rahmah, pelipur lara, menjadi pembela bagi pembacanya di hari tiada pembelaan kecuali dari Allah SWT. Amin. [mc]

NYC Subway, 23 Maret 2023.

*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.