Nusantarakini.com, Jakarta –Jawa Tengah (Jateng) telah mengalami transformasi politik. Sejak reformasi, perolehaan suara PDIP mengalami puncaknya pada Pemilu 2004 yakni mencapai 30% kursi DPRD Jateng. PKS adalah satu-satunya partai politik yang mengalami kenaikan secara terus-menerus. Dalam Pilpres 2004, Mega kalah di daerah Karanganyar, Sragen, Kabupaten Semarang, Kudus, Kendal, Batang, Magelang dan Semarang.
Sementara Pilpres 2009, dari 35 kabupaten/kota di Jateng, pasangan Mega-Prabowo unggul di Kabupaten Sragen (49,08 persen), Kabupaten Blora (54,07 persen), Kabupaten Rembang (47,19 persen), dan Kabupaten Batang (50,49 persen). Sedangkan pasangan SBY-Boediono berjaya di 31 kabupaten/kota yang lain. Sementara dalam PIlpres 2019 Jokowi menang di 35 kabupaten/kota.
Meskipun sejumlah Lembaga survei menyatakan kemenangan telak Ganjar di Jateng, akan tetapi, Ketua Forum Relawan Banteng Wareng, Gilang Purwata, memiliki pandangan lain. Dalam Pilgub Jateng 2018 lalu, sejumlah survey memprediksi Sudirman Said hanya memperoleh 11%, namun dalam Pilgub tersebut Sudirman Said mampu memperoleh suara 42%.
“Terlepas dari siapa yang membiayai survei tersebut, harus diungkap bagaimana pengambilan data, bagaimana pengolahan data, bagaimana menganalisis data dan bagaimana cara mengambil kesimpulan,” tutur Gilang Purwata dalam keterangannya kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Rabu petang (28/12/2022).
“Ini penting karena survei sebagai produk ilmiah sehingga hasilnya tidak menyesatkan,” imbuhnya.
Menurut Gilang, Jateng telah mengalami transformasi politik. Setting politik Jateng tidak lepas dari politik nasional. Kepercayaan terhadap partai politik sangat rendah hanya 9,4%.
“Kunci kemenangan di Jateng adalah kekuatan figur termasuk figur caleg untuk dalam pemenangan partai politik,” tandasnya.
Gilang meyakini, kuatnya figur Anies sebagai pemimpin yang mempunyai perasaan, pikiran dan kepentingan rakyat serta memperhatikan sektor pertanian yang merupakan 80% profesi rakyat Jawa Tengah.
“Sebagai catatan, Anies sebagai Gubernur DKI membuka peluang pasar bagi produk-produk pertanian yang dihasilkan Jawa Tengah dan Jawa Timur,” tegasnya.
Gilang melanjutkan, sulitnya petani Jateng memperoleh pupuk dan pestisida, kasus Wadas, kasus Kendeng , isu E korupsi-E KTP menyebabkan Ganjar dianggap tidak mewakili dan membawa kepentingan, perasaan, dan pikiran kaum Marhaen.
“Dan pasti akan ditinggalkan kaum Marhaen dan ditenggelamkan kaum Marhaen,” imbuhnya.
Menurut Gilang, meskipun kekuatan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah 2 periode dan kebijakan populis peningkatan kesejahteraan kepala desa dan guru SMA/SMK, namun tampaknya kekuatan figur Anies memiliki pesona tersendiri bagi pemilih Jateng. Ganjar hanya mampu memenangi 7% dari pemilih Jawa Tengah.
“Masuknya Banteng Wareng sebagai kekuatan klandestein di Jateng akan menjadi faktor untuk mempercepat transformasi politik di Jawa Tengah dan menjadi pemicu kemenangan Anies dalam Pilpres 2024,” tegas Gilang mengakhiri. [mc]