Nusantarakini.com, Jakarta –Rebel Food menabuh genderang perang. Mereka akan masuk ke Indonesia segera. Dalam 18 bulan kedepan rencana perangnya jelas. Membuka 100 dapur. Sekali lagi dapur, bukan restoran.
Rebel Food ini lahir di India. Tahun 2011. Foundernya dua orang. Jaydeep Burman dan Kallol Barnerjee. Pada tahun 2018 merubah brand nya menjadi Rebel Food Pvt. Ltd. Private, Limited.
Gak main-main, saat ini di India Rebel Food sudah bangun 235 dapur di 20 kota di India. Dan beraliansi dengan 1.600 restoran. Besaran pelanggannya total 2 juta pesanan setiap pekan.
Sesuai namanya, Rebel Food ini memang bisnis model pemberontakan. Mereka melakukan pemberontakan pada status quo bisnis restoran yang tinggi pada modal, repot pada lokasi.
Bangun restoran itu tempatnya harus strategis, areanya harus luas, akhirnya biaya tempatnya mahal. Berbeda dengan dapur yang relatif minim area, dan gak perlu tempat strategis, yang penting ojeg online bisa masuk. Mobil logistik bisa drop bahan baku. Udah.
Hadirnya platform pesan antar melibas kebutuhan tempat sebagai inisiasi transaksi makanan. Maka Rebel Food ambil Positioning sebagai Online Food Ordering sedari awal. Mereka beroperasi tanpa restoran, hanya bangun tempat produksi, dan bangun kekuatan marketing sales via online. Dan boom. Berhasil.
Kompetensi Rebel Food kini dilirik Gojek. Gojek berinvestasi 5 juta dollar ke Rebel Food untuk masuk ke Indonesia. Setelah OYO dari India masuk merambah manajemen ribuan property di Indonesia, kini untuk dapur pun India akan masuk.
*****
Bersiap benturan. Saya jadi teringat ketika para pegiat penjualan online ramai-ramai listing di marketplace. Jutaan anak bangsa pedagang pemula mencari peruntungan di pasar maya. Kita membangun traffic, membangun keramaian, dan mengajak pembeli kita ke pasar itu, karena dianggap lebih rapi transaksi. Ada jaminan keamanan pembeli.
Lama kelamaan pemain besar masuk. Pedagang mula yang berdagang sepatu dari pabrik, besok-besok pabriknya yang melisting di pasar maya. Jelas kalah harga. Jelas kalah stok barang. Wassalam. Pasar maya jadi pasar berdarah-darah, kecuali jika produk Anda khas, cuma Anda sendiri yang punya.
Nampak sejarah akan terus berulang, setelah puluhan ribu resto kaki lima mengajak pelanggannya untuk pesan online saja di delivery online anu food. Maka hari ini anu food akan bikin dapur sendiri, akan jualan sendiri.
Selalu begitu pola model “hack market” nya. Mitra diajak berjualan di pasar maya, setelah pelanggannya hadir, pelanggan di cross selling dengan produk lain yang lebih kompetitif di rasa dan harga.
Apakah ini salah?
Apakah ini gak etis?
Gak ada yang bisa menghukumi. Alam ekonomi pasar bebas hari ini melegalkan setiap entitas bisnis untuk bersaing terbuka dan keras di lapangan. Dan rasanya itu yang dianut negeri ini, walau Pancasila mengatakan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, tapi ruh sosialisme itu hampir-hampir gak ada bekasnya.
Jadi rasanya sia-sia mau marah-marah, atau misuh-misuh. Nampaknya kita harus membangun sikap positif yang membangun.
*****
Hari ini berbagai kabar kita terima. Salah satunya adalah urusan dapur. Untuk urusan perut saja, rasanya bangsa asing juga semangat banget mau “ngasih makan”. Mereka akan menjajah perut anak bangsa. Itu fakta.
Benturan tak dapat dihindarkan.
Pertarungannya nanti sudah jelas, siapa yang kuat di cita rasa, siapa yang kuat dalam men engage pelanggan, siapa yang kuat dalam struktur biaya, dia yang akan bertahan dalam benturan ini.
Sudah saatnya restoran dilawan dengan restoran. Dapur dilawan dengan dapur. Rasa dilawan dengan rasa. Harga dilawan dengan harga. Visual memukau dilawan dengan visual memukau.
Nampaknya kita harus bersiap menggeser pemikiran dari restoran yang padat modal dan repot tempat, menuju dapur yang ringan modal dan bebas tempat.
Selamat berperang wahai anak bangsa.
Jangan mengeluh, angkat senjata!
*Anonim, sumber WAG.