Diskusi Virtual Millennials Talk, Era New Normal Perlu Reshuffel Kabinet? Ini Bocorannya

Nusantarakini.com, Jakarta –Diskusi Virtual Millennials Talk #3, kembali digelar Minggu malam, 7 Juni 2020 melalui platform ZOOM. Acara yang dipandu oleh Karman BM, Manajer Millennials Talk dan juga mantan Ketua umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), kali ini mengangkat tema “New Normal, Perlukah Reshuffel Kabinet?”.

Diskusi rutin rencananya akan menghadirkan empat narasumber, yaitu Aktivis 98 Haris Rusly Moti, Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama, Ketum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Masri Ikoni, Dosen Ilmu Politik Unkris Yang juga pengamat politik Dr. Reza Hariyadi, Pengamat ekonomi yang juga Alumni FE UGM Supiandi, M.Ec.Dev. Namun Haris Moti dalam kesempatan diskusi kali ini ternyata tidak bisa bergabung.

Kreativitas tema diskusi mengusung isu “New Normal; Perlukah Reshuffel Kabinet?” ternyata membuat diskusi berjalan cukup semarak dan Antusias. Secara garis besar mengerucut ada dua pendapat, pertama pendapat setuju reshufle, dan satu lagi tidak setuju reshuffle.

Masri Ikoni, Ketum GPII setuju reshuffle. Ia berpendapat penanganan covid-19 secara umum berjalan baik. Dilihat dari kekompakan semua kementerian yang bergerak.

Namun menurut Masri, yang bermasalah adalah tim komunikasi. Baik juru bicara ataupun menteri yang mengurusi bidang infokom. Pesan-pesan pemerintah tidak tersampaikan dengan baik ke masyarakat. Sehingga ada kesan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak kompak. Akibatnya masyarakat mejadi korban dari simpang siurnya komunikasi publik pemerintah. Untuk itu, Masri setuju jika Menteri kominfo dan Juru bicara presiden segera dievaluasi.

Ketum DPP KNPI, Haris Pertama, secara tegas meminta supaya Presiden Jokowi segera mengevaluasi kinerja menteri-menterinya. Terutama menteri-menteri yang kelihatan kinerja buruk selama covid-19.

Haris menyebut menteri-menteri yang harus dievaluasi ada empat, yaitu Menko Perekonomian, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Menteri Pendidikan.

Masih Kata Haris, alasan untuk mereshufle Menko Perekonomian adalah karena carut marutnya persoalan program pra kerja. Menko Perekonomian dinilai Haris ingin mencari panggung sendiri. Punya motif politik menuju 2024. Itu tidak boleh kata Haris.

Sedangkan alasan untuk mereshufle Mensos karena banyaknya data yang tidak valid, sehingga program jaminan sosial tidak berjalan dengan baik. Mensos gagal menyiapkan data yang baik. sehingga program jaminan pengamanan sosial tidak tepat sasaran dan cenderung bermasalah. Alasan untuk mereshufle Menkes, masih menurut Haris, Menkens cenderung lalai dan meremehkan covid 19.

Terkait Mendiknas, Ketum KNPI yang seneng demontrasi itu melihat, Nadim gagal membuat kebijakan yang adaptif dengan penanganan covid-19. Bahkan tidak mampu memperjuangkan supaya bidang pendidikan juga masuk dalam bidang yang diberikan insentif dari anggaran 405 triliun untuk penanganan covid-19. Kehebatan yang dielu-elukan dari seorang Nadim tiba-tiba hilang tak nampak.

Pengamat Ekonomi, Supiandi lebih setuju untuk memberikan kesempatan kepada menteri-menteri ekonomi untuk bekerja. Menurutnya, ekonomi sedang tidak menentu akibat covid 19, tidak jaminan bila menteri menteri diganti akan kerja lebih baik.

Supiandi mengusulkan, ke depan Indonesia perlu design pembangunan, skenario pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan yang memperhatikan bencana. Selain itu Indonesia perlu mencadangkan dana bencana lebih besar, karena dana on call yang ada di BNPB tidak cukup untuk hadapi bencana seluas covid-19.

Pengamat politik, Dr. Ade Reza Hariyadi mengatakan reshufle kabinet yang jadi hak preoregratif Presiden harus diliat dari beberap variable. Diantaranya adalah popularitas. Sementara ini popularitas Kabinet Jokowi masih bagus. Selain popularitas perlu ada eksternal. Ekstranilats artinya adanya dinamika politik yang kencang yang dapat mengganggu konsentrasi dan kinerja Presiden.

Ade Reza melihat dinamika di tengah masyakat yang ada saat ini, seperti adanya wacana impeachment atau new presiden belum memiliki signifikansi. Gerakan itu akan signifikan jika wacana publik sejalan dengan gerakan extra parlementer. Ini kan tidak ada. Kata Ade Reza.

Selain para pembicara, para peserta yang setuju reshufle adalah Heru dari Bengkulu, Mukharram dari Semarang, Gilang dari Surabaya.

Sedangkan peserta yang tidak setuju reshuffle adalah Dr. Usni dari UMJ Ciputat, Jonli Ketum LAMI. Mereka lebih pada memberikan kesempatan kepada kabinet untuk bekerja, kabinet ini masih baru. [eL]