Singgung Sandi, Jokowi Godain Mega

Nusantarakini.com, Jakarta –

Publik tahu Gerindra sudah merapat ke PDIP. Pisah dari PKS, Gerindra nampaknya mulai bersekutu dengan PDIP. Meski dapat sekutu, PDIP tak berhasil juga menekan Jokowi. Bukti terakhir ketika Jokowi menggeser Cahyo Kumolo dari Mendagri dan diganti dengan Tito Karnavian. Seorang jenderal yang sangat loyal kepada Jokowi. Kabarnya, nama Tito pun dimunculkan injury time. Sebuah strategi Jokowi untuk menghindari konflik dengan Megawati.

Posisi Mendagri sangat strategis. Tahun 2022 dan 2023, lebih dari separuh kepala daerah nanti habis masa baktinya dan di-plt-kan. Orang-orang yang duduk sebagai plt gubernur, bupati dan walikota adalah orang-orangnya Mendagri. Ini tentu ada kaitannya dengan kepentingan pileg, pilkada dan terutama pilpres 2024.

Pergeseran Cahyo Kumola ke Tito Karnavian punya makna politik bahwa Jokowi tidak bisa didekte atas nama petugas partai. Dan cerita bahwa Jokowi bisa keluar dari pressure Megawati, bahkan mampu kick balik ketua umum PDIP ini sudah terjadi sejak 2014. Dalam konteks ini Jokowi tak selemah dan selugu yang dibayangkan banyak orang.

Persekutuan Gerindra-PDIP diawali dengan “pertemuan nasi goreng” di Teuku Umar, selain untuk adu kuat dengan Jokowi, nampaknya juga dipersiapkan untuk menghadapi pemilu, khususnya pilpres 2024. Gerindra punya Sandiaga Uno dan PDIP punya Puan Maharani. Yang paling mungkin terjadi di 2024 adalah Sandiaga-Puan sebagai capres-cawapres. Kecil kemungkinan dibalik, mengingat Sandiaga sudah punya pengalaman nyawapres. Setidaknya sudah punya elektabilitas dibanding Puan. Kendati belum ada kalkulasi yang jelas terkait kontribusi suara Sandi terhadap Prabowo mengingat suara Prabowo di pilpres 2019 kemarin justru turun dibanding pilpres 2014.

Mengetahui peta ini, Jokowi coba godain bakal pasangan Gerindra-PDIP itu dengan mengatakan bahwa “calon pengganti saya 2024 nanti ada di sini orangnya.” Tanpa sebut nama, tapi asosiasi publik langsung tertuju ke Sandiaga Uno, karena Sandi adalah mantan cawapres. Ini narasi cerdas Jokowi untuk memancing reaksi dan mengetahui sejauh mana Gerindra-PDIP telah menyiapkan jagonya ini.

Lalu dimana posisi Jokowi, apakah akan mendukung jagonya Megawati? Rasa-rasanya kecil kemungkinan. Tak menjadi presiden, Jokowi bukan siapa-siapa di Mata Megawati dan PDIP. Terlebih luka dan kekecewaan Mega kepada Jokowi selama ini akan jadi pelajaran penting bagaimana Mega kelak akan memposisikan Jokowi. Jakowi pasti tahu dan sadar situasi itu. Bahwa ia akan segera menjadi masa lalu bagi Megawati dan PDIP.

Di sisi lain Jokowi tak mungkin diam dan netral. Pensiun dari presiden, sebagaimana presiden-presiden sebelumnya, Jokowi perlu mengamankan rencana programnya, mungkin juga mengamankan dirinya, selain melakukan proses regenerasi politik, termasuk untuk anak-anaknya. Karena itu, Jokowi tak mungkin tidak terlibat di pilpres 2024. Siapa yang akan menggantikannya, tentu menjadi bagian dari kalkulasi politiknya. Di sinilah arti pentingnya Jokowi menggeser Cahyo Kumolo dan digantikan dengan Tito Karnavian.

Di luar jagonya Gerindra-PDIP, tokoh yang saat ini sedang naik daun, bahkan dianggap sebagai “Rising Star” adalah Anies Rasyid Baswedan, gubernur DKI. Apakah Jokowi akan mendukung Anies Baswedan? Jika itu satu-satunya peluang dan pilihan, tak ada yang mustahil.

Politik itu realistis. Tak selalu tersedia pilihan ideal dan sesuai dengan keinginan. Di sinilah para politisi dituntut untuk juga bersikap realistis dengan ketersediaan yang serba terbatas. [mc]

*Mang Udin, Pengamat Politik dan Sosial.