Nusantarakini.com, Luwuk –
Gempa Bumi adalah gejala alam yang berupa gerakan goncangan atau getaran tanah yang ditimbulkan oleh adanya sumber-sumber getaran tanah akibat terjadinya patahan atau sesar akibat aktifitas tektonik, letusan gunung api akibat aktifitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya meteor dan asteroid), atau ledakan bom akibat ulah manusia.
Pada umumnya, gempa bumi disebabkan oleh pergeseran/penyeseran di dalam kerak bumi. Bumi terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda sifat-sifatnya. Bagian inti bumi mengeluarkan panas secara terus-menerus. Panas bumi ini menimbulkan energi yang dapat mengakibatkan gerakan pada lapisan Bumi.
Kondisi tektonik Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Indo-Australia yang saling bergerak menempatkannya sebagai wilayah dengan tingkat aktifitas tektonik yang sangat aktif dan rawan terhadap bencana gempabumi. Akibat dari kondisi tersebut, maka banyak pula daerah-daerah di Indonesia yang sering
mengalami guncangan atau getaran gempabumi, salah satunya yaitu Pulau
Sulawesi yang diapit oleh dua lempeng besar dunia yaitu lempeng Eurasia dan
Indo-Australia.
Selain dari pengaruh letak Pulau Sulawesi yang diapit oleh dua lempeng besar, yang menyebabkan wilayah ini menjadi rawan terhadap bencana alam khususnya gempa bumi yaitu karena terdapat beberapa jalur sesar yang tersebar di beberapa daerah diantaranya sesar Walanae (yang memotong diagonal wilayah Sulawesi Selatan), Palu Koro (dari Flores, Palu hingga ke Selat Makassar), sesar Gorontalo, sesar Batui (Sulawesi Tengah), sesar naik Selat Makassar dan sesar Matano, sesar Lawanoppo dan Kolaka (Sulawesi Tenggara).
Kabupaten Banggai menjadi salah satu daerah yang menjadi pusat sesar Batui yang meliputi beberapa kecamatan di sekitar wilayah Batui -Toili. Batui Toili adalah kecamatan dipesisir selatan yang menjadi pusat perekonomian di Kabupaten Banggai dikarenakan daerah ini menjadi wilayah agrobisnis hasil pertanian dan perkebunan serta pertambangan Minyak Bumi dan Gas di Sulawesi Tengah. Berdasarkan kondisi tersebut menjadikan daerah ini juga sebagai pusat pembangunan sarana dan prasarana yang terus berkembang potensiya, baik itu berupa bangunan-bangunan maupun infrastruktur jalan serta perekonomiannya.
Berdasarkan kondisi geologi Batui Toili yang dilalui oleh sesar Batui serta kondisi pembangunan yang semakin meningkat tiap tahunnya di daerah tersebut, maka sangat diperlukan adanya antisipasi dan perlakuan dini dalam hal mengetahui tingkat resiko bahaya seismik survei untuk mencari cadangan kandungan minyak dan gas di daerah ini. Hal tersebut tidak heran bila dalam beberapa Minggu terakhir ini di awal tahun 2019 masyarakat di daerah sesar Batui terjadi penolakan terhadap aktivitas seismik yang di lakukan oleh PT. Elnusa selaku main contractor dari Pertamina EP. Sebagaimana di ketahui bahwa PT. Elnusa memenangkan Survey seismik senilai 1 triliun di wilayah pesut mas Sulteng (Kintom sampai Toili Barat) dan pengeboran modular di wilayah sanga-sanga Kaltim.
Kecemasan masyarakat yang tinggal di dalam daerah sesar Batui cukup beralasan karena aktivitas seismik yang sudah mulai dilakukan tanggal 14 Januari 2019 dimana dalam sehari hampir 200an titik dinamit berdaya ledak tinggi di ledakkan. Beberapa masyarakat yang mengetahui bahwa mereka tinggal di daerah sesar Batui yang rawan gempa sangat kuatir dengan aktivitas survey seismik ini. Rido salah satu masyarakat yang pernah terlibat di aktivitas seismik survey mengatakan, seharusnya pemerintah dan pihak Elnusa memberikan informasi yang komprehensif terhadap aktivitas seismik survey di daerah rawan gempa seperti sesar Batui ini, agar masyarakat yang tinggal di daerah ini punya antisipasi dan perlakuan dini bila terjadi gempa bumi. Aktivitas seismik survey bisa memicu terjadinya pergeseran lempeng bumi di sesar Batui. Bila ini terjadi siapa yang bertanggung jawab, jangan atas nama investasi, pemerintah dan perusahaan mengabaikan keselamatan masyarakat yang tinggal di sesar Batui. (*idl)