Nusantarakini.com, Jakarta –
Lagi-lagi kisah tentang dungunya intel Melayu. Intel Melayu adalah istilah buat kinerja buruk suatu praktek intelijen yang diasosiasikan berasal dari Indonesia.
Ceritanya bermula dari tersiarluasnya kabar penangkapan Habib Rizieq Syihab (HRS) oleh aparat keamanan Kerajaan Arab Saudi (KSA). Kontan kabar ini didentumkan di Indonesia untuk mengubur kabar manuver Yusril Ihza Mahendra (YIM) yang bergabung ke kubu Jokowi.
Kenapa manuver YIM perlu dikubur dan dikacaukan dan apa hubungannya dengan kinerja intel Melayu, inilah topik tulisan ini.
Skemanya begini. Komponen kekuasaan Jokowi, ada unsur yang disebut cebong. Unsur ini menginginkan agar kedudukan unsur mereka tetap lestari di dalam kekuasaan pemerintahan, maka mereka menciptakan lawan ikonik yaitu Hizbut Tahrir dan FPI. Mereka mengeksploitasi lawan ikonik mereka itu guna mengembangkan dan mengonsolidasikan kekuatan massa dan jejaring politik mereka. Bendera hitam beraksara “tahlil” pun dibakar. Gayung bersambut. Banyak yang tersinggung. Demo pun meledak. Memang itu yang mereka harapkan. Agar dapat berhadap-hadapan dan meningkatkan tensi dan ketenganan otot.
Lha tiba-tiba, YIM manuver. YIM yang dikenal sebagai pembela lantang HTI, masuk bergabung dukung Jokowi dengan cover lagu, pengacara Capres yang diminta tanpa bayaran. Tiba-tiba kacaulah skema. Rontok deh skenario mengentalkan warna Jokowi yang cebong abis. Padahal agaknya Jokowi sudah mulai menyadari betapa tidak menguntungkannya membangun SDM Indonesia di periode berikutnya jika masih citranya tetap dipandang sebagai bapak satu golongan.
Saat manuver YIM berdentum, dengan cerobohnya cebong mencoba mengkontra dentuman YIM itu dengan mengerjai HRS di KSA. Dipasangi dinding kediamannya dengan bendera serupa yang dibakar di Garut itu. Harapan pendek mereka, HRS akan ditangkap keamanan KSA. Syukur-syukur dipenjara. Saking girangnya, belum mimpi penjarain HRS itu kesampaian, foto HRS dengan aparat keamanan KSA diposting duluan di Indonesia. Maunya ingin mempermalukan HRS dan pendukungnya, tak tahunya, mereka sendiri yang didera malu saat ini akibat kecerobohan dan kurangnya kecerdasan mereka.
Mungkin karena terbiasa dengan gaya Indonesia, mereka kira KSA bisa diperlakukan sama. KSA bagaimanapun bukan Indonesia. Itu suatu negara yang punya tradisi dan jiwa yang berbeda. Mereka kira nanti bisa diatur dan rekayasa dapat diclose, woiii ini bukan inspektur Vijay, bro. Mereka tidak ingat bagaimana KSA belum sembuh dengan urusan inteligen affairs yang melibatkan kematian Kashoggi baru-baru ini. Tentu aparat keamanan KSA masih dalam suasana sensitif. Maka, habislah kau bong. Mau cuci tangan, berlakon sebagi yang cepat reaksinya guna pemenuhan hak-hak warganya, tentu terasa naif.
Sekarang jelas, operasi pasang bendera hitam di tembok rumah HRS lalu kemudian mengadukannya ke aparat keamanan KSA, supaya HRS ditindak, benar-benar suatu aksi ceroboh, bego dan otak gak berfungsi. Anak TK juga tahu, mana mungkin HRS berani melakukannya, di tempat mana hal itu sensitif dan berakibat merugikan dirinya. Mana pake hilangin cctv lagi. Katanya ada pula cctv yang tak sempat mereka amankan guna kemulusan operasi fitnah mereka. Yaah…tambah runyam deh. Jelas sudah bisa dikejar tuh Intel Melayu. Kacian…kacian. Kata Upin kepada Ipin yang apes.
Sekarang masalah baru sudah muncul. Yang dipertaruhkan ialah kredibilitas dan kewibawaan pemerintah dan negara Indonesia. Sebab KSA menunggu reaksi pemerintah dan negara yang bila benar hal itu merupakan kerja ceroboh intel partikelir Melayu-nya, maka tentu hal itu sudah menyinggung kedaulatan dan wibawa suatu negara yang berdaulat. Bisa-bisa hubungan antar negara menjadi tegang dan tidak menyenangkan.
Sampai gak ya akal pelaku itu ke sana sebelum memutuskan aksi fitnahnya di negeri orang?
~ John Girang