Nusantarakini.com, Jakarta –
Sebuah laporan investigasi jurnalis independen memberikan kabar mengejutkan. Buku tabungan yang menyimpan dokumentasi ‘aliran duit’ ke pimpinan tertinggi Polri berwarna merah dan 9 (sembilan) lembar dokumen pro justicia raib. Tidak itu saja, ditemukan jejak tipex pada dokumen BAP. Diketahui, kamera CCTV telah mengabadikan dua pelaku penyidik KPK dari institusi Polri.
Bukannya diungkap ke publik, penyidik KPK dikembalikan ke institusi dan konon justru mendapat ‘hadiah’ jabatan prestisius. KPK tak melakukan apapun kecuali ‘memulangkan’ kedua penyidik ke institusi asal.
Luar biasa telanjang, bagaimana institusi sekelas KPK hanya bisa mengunggah ‘pasrah’ dan buang badan atas peristiwa besar ini ? Bagaimana mungkin KPK tidak bernyali, sebagaimana KPK mengejar hingga ke lobang semut seperti kasus Frederik Yunadi yang menghalangi penyidikan KPK dalam kasus papah tertabrak tiang listrik.
Bagaimana mungkin Polri mengambil sikap diam, bahkan memberikan promosi jabatan kepada penyidik yang melakukan kejahatan, bahkan bukan kejahatan biasa : ini kejahatan serius ! Upaya menghilangkan barang bukti dan menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh orang dengan jabatan penyidik, bahkan penyidik Polri yang diperbantukan menjadi penyidik KPK, luar biasa sodara !
Ataukah justru ‘tindakan biadab itu’ dilakukan atas mandat dan perintah ? Kejahatan luar biasa itu adalah perintah jabatan ? Kejahatan, yang dipaksa dilakukan oleh orang yang seharusnya merdeka sebagai aparat negara, namun tak kuasa untuk menolaknya ?
Baiklah ! Sekarang saya bertaruh ! Silahkan pilih, apakah KPK mengambil pilihan kepercayaan publik pada institusi KPK dengan segera membongkar kejahatan luar biasa ini atau mengambil sikap diam dan ditinggalkan ? Apakah Polri mengambil pilihan kepercayaan publik atau segera menghukum dan menyerahkan kepada hukum dua oknum anggotanya ? Mari bertaruh sodara !
KPK adalah satu-satunya lembaga yang masih dipercaya. Jika KPK ikut bermain, atau setidaknya tak mampu menolak permainan, maka KPK telah menggadaikan masa depan institusi dan visi penegakan hukum di negeri ini untuk urusan yang murah dan remeh temeh. KPK menjual kepercayaan publik dengan kepentingan kecil hanya karena menghindari friksi instuisi berulang lagi.
Polri adalah lembaga yang tidak dipercaya publik, Polri sedang berupaya mengembalikan kepercayaan itu. Dengan kasus ini, Polri telah menjual ikhtiar mahal dan mulia, berupa kepercayaan dan keyakinan publik, dengan harga recehan. Memilih melindungi oknum ketimbang menjaga institusi adalah pilihan bertaruh paling menghinakan.
Silahkan, KPK dan Polri mengambil pilihan bersama rakyat, atau mengambil posisi menentang rakyat dan menelantarkan kepercayaan dan amanah. Silahkan, mengambil pilihan menegakkan hukum dan ‘menyeret siapapun’ yang bersalah atau mengambil pilihan mengorbankan harapan publik atas visi besar pemberantasan korupsi.
Jika KPK dan Polri tidak bertindak, tidak mengambil pilihan mempertahankan institusi dan melanjutkan visi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, maka selesai sudah sodara ! Tidak ada penegakan hukum ! Tidak ada pemberantasan korupsi ! Semua hanya basa basi. Negara telah benar-benar jatuh kejurang kekuasaan.
Hukum adalah sarana untuk melindungi pelaku kejahatan, hukum adalah sarana untuk mempertahankan kekuasaan, hukum adalah instrumen untuk mempertontonkan kezaliman. Sudah, tidak perlu ada lagi KPK atau Polri. [mc]
*Nasrudin Joha.