Nusantarakini.com, Jakarta –
Rezim bahasa Indonesia sejak pakek EYD, kehilangan kekayaan makna dan kejenakaannya. Bahasa Indonesia yang tadinya lentur, jadi kaku seperti bahasa Inggris dan Arab.
Curiga saya, ini gara-gara banyak pembina bahasa Indonesia keluaran sekolahan di Inggris dan Amerika. Sehingga sifat kaku dan seriusnya bahasa Inggris, kemasukan ke dalam bahasa Indonesia.
Akibatnya, fatal. Karena bahasa adalah logika dan ungkapan perasaan dan pikiran, orang Indonesia yang tadinya suka guyon dan lentur, ikut-ikutan kaku dan serius. Maka apa-apa isu yang muncul, tanggapan bahasanya jadi kaku dan serius.
Generasi baru perlu membaca banyak-banyak buku-buku sastra terbitan sebelum 1970. Khususnya, tahun 1920-an. Di era itu, bahasa sebagai ungkapan pikiran dan perasaan, masih dalam strukturnya yang luwes, jenaka dan kaya makna. Bukan seperti era sekarang yang denotatifnya kebanyakan.
Nah, dari pada anak Melayu sibuk menanggapi Banser dan menepungtawari Sandi Uno, bahasa Indonesia yang merupakan anak dari bahasa Melayu, dibereskanlah, diluruskanlah agar tidak makin lama makin ke sini kehilangan rasa Melayunya. Seolah bahasa Indonesia, sudah mau pisah sendiri dari induknya, bahasa Melayu.
Itu tugas sejarah anak Melayu. Bukan memberi tahta bagi Sandi Uno. Atau berperang dengan Banser.
~ Syahrul E Dasopang