Nusantarakini.com, Jakarta –
Apakah kau pikir jalan hidup seorang da’i itu mudah? Engkau akan keliru. Apa kau pikir jalan dakwah seorang kyai sebenar itu mudah? Engkau salah.
Pertama-tama, seorang da’i, dia harus memiliki samudra cinta. Cinta tanpa pamrih, tanpa reserve kepada Khaliknya. Dia benar-benar hanyut dan tenggelam kepada cinta kepada Khaliknya. Seluruh hidupnya dipersembahkan kepada Allah semata. Inilah dasar hidupnya. Inilah dasar dari segala refleksi rasa, pikir, dan tindakannya di dunia yang fana. Sampai-sampai dia lupa hak bersenang di dunia.
Terbuktilah hal itu pada hidupnya yang alakadarnya. Sekedar bisa menjalani hidup yang wajar saja. Tak lebih tak kurang. Tak ada rumah bak istana. Tak ada tunggangan empuk dan mahal. Tak ada makanan berlimpah dan mewah. Tak ada kesenangan duniawi. Karena itu bukanlah cintanya. Maka jika kau mendapatkan da’i, kyai, ustadz semacam itu, itulah kyai yang asli dan murni. Maka tuntutlah ilmu dan hikmah hidup kepadanya. Jangan ke sebaliknya.
Kedua, dia mencintai jalannya menuju Tuhan yang diwariskan Muhammad Saw kepadanya, dengan sepenuh cinta, tanpa reserve sedikitpun, tanpa syarat. Penuh. Bulat. Cintanya pada jalan yang ditempuh Muhammad Saw, Sang Terpuji, dan rasul-rasul pendahulunya, yakni jalan Islam, melimpah sehingga harus dialirkan kepada umat manusia.
Ketiga, dia mencintai umat manusia, dia menyayangi umat manusia sebagai ladang dakwahnya. Mana mungkin dia sanggup menikmati cinta yang mencerahkan yang dia alami secara sendirian, tanpa membagi-bagikannya kepada umat manusia yang buta akan hal yang dia rasakan. Inilah dasar dirinya mengajak dan menyeru dan membimbing manusia agar turut bersama ke jalan hidup taqwa yang tengah ditempuhnya. Karena dia sudah lihat, tak ada jalan yang lebih logis, benar, mulia dan istimewa, untuk menjalani hidup yang sebentar di dunia, kecuali jalan yang telah ditempuh oleh para anbiya wal mursalin.
Dari sinilah dia berjihad mendidik manusia. Agar manusia tanpa terkecuali dapat mengenal dan menyadari Tuhannya, jalan hidup yang sejati. Maka, tiga inilah ukuran untuk menilai da’i, kyai dan ustadz, sejati apa tidak. Jika ada yang sibuk menumpuk-numpuk kekayaan dengan memanfaatkan agama, dengan mendayagunakan manusia, maka itu bukanlah da’i, ustadz, kyai sebenarnya. Itu mungkin, kyai, da’i, ustadz yang menyaru. Hasil usahanya dalam menangani manusia pun bisa jadi akan menyesatkan. Bukannya menyintai Allah, menyintai Islam, menyayangi umat manusia, malahan mengingkari Allah diam-diam, melanggar Islam dengan ringan, dan membenci umat manusia yang tidak tunduk kepada kehendaknya.
Apakah kau pernah menjumpai agamawan semacam itu? Maka jauhilah dia dari hidupmu.
~ Syahrul E Dasopang