REVOLUSI SOSIAL INDONESIA Ternyata Telah Berjalan Selama 5 Tahun Lewat Sistem Commuter Line

Nusantarakini.com, Jakarta –

Siapa yang mau sangkal bahwa perubahan perilaku sosial dalam transportasi telah terjadi secara cepat dan dramatis di Jabodetabek. Malahan sampai ke Rangkasbitung sekarang ini.

Tadinya orang menggunakan kereta jika hendak bepergian, musti sampainya di tempat tujuan keadaan badan sudah ancur-ancuran. Betapa tidak, pergi dari rumah dalam keadaan hati gembira, tiba di tempat tujuan dengan hati tersiksa, jengkel dan marah. Tadinya orang berangkat dari rumah dalam keadaan wangi, bersih dan rapi, tiba di tempat tujuan dalam keadaan bau, kotor dan kucel.

Itu dulu, sebelum 2013, saat sistem lama belum dihapus. Saat di atas atap KRL, masih berjubel manusia-manusia urban. Sekarang, sudah tidak zamannya lagi kisah pilu semacam itu. Orang berangkat wangi, tiba pun dengan keadaan wangi. Sehingga bekerja pun lebih senang dan banyak ide.

Bila Anda generasi 2000-an ke bawah, musti ingat betapa menderitanya naik kereta ke setiap penjuru Jabodetabek, apalagi di jam-jam berangkat dan pulang kerja. Bayangkan, saat orang berdesak-desakan serapat rakit dengan udara yang pengap dan bau ketek, tiba-tiba pengamen pun ikutan masuk kereta lengkap dengan alat musik dan monyetnya. Mereka tak peduli, topeng monyet itu digelar di dalam kereta dengan kondisi buruk semacam itu. Belum penjual minuman, tahu Sumedang, kacang, dan rokok. Dan yang fenomenal dari zaman itu, ialah penjual minuman instan extrajozz. Dikesankan, dengan minum extrajozz, keadaan penumpang kereta yang sadis itu, akan tertolong sedikit lebih segar, kuat dan bertenaga. Saya pikir, perusahaan minuman instan itu salah satu di antara pihak yang menangisi punahnya zaman kereta listrik dengan sistem tak beradab semacam itu. Bayangkan, jika zaman itu ada 700 ribu setiap hari yang bepergian lewat kereta, berapa sachet minuman extrajozz yang terjual oleh para abang-abang dan mbak-mbak pengecer di kereta itu dalam sebulan. Untung gede perusahaannya. Padahal belum tentu baik buat ginjal para penumpang kereta yang minum di kereta itu.

Alhamdulillah, sekarang jauh sudah berbeda keadaannya. Tak ada jualan extrajozz. Tak ada topeng monyet. Tak ada pengemis yang menyeret-nyeret tubuhnya yang dibuat seolah lumpuh dan rusak. Tak ada pengamen yang menghibur perjalanan. Kini hiburan satu-satunya, tayangan lewat layar Linikini. Suara dubbernya, renyah, imut dan kenes. Saking kenesnya, kadangkala mengganggu sekali di telinga. Tampaknya mencoba meniru pola budaya pop Korea masa kini. Makanya hampir tak pernah absen mengabarkan artis-artis Korea. “Korean dulu, yuuk!” suara dari Lini Kini.

Pendeknya, sekarang jika bepergian lewat kereta yang sudah bertukar sistem menjadi commuter line, lebih enak, enjoy, dan nyaman. Simpel. Tertib. Cukup rata-rata keluarkan uang Rp.4000, dengan deposit Rp 10000 yang dapat diambil sesukanya di stasiun tempat Anda keluar, sudah bisa dengan cepat dan teratur ke tempat tujuan. Apalagi sekarang, keluar dari mulut stasiun tujuan, Anda tinggal ambil ojek online. Sampe deh.

Dari semua fenomena transportasi ini, saya lihat telah terjadi revolusi sosial. Orang makin beradab dan tertib. Coba, kalau ada orang masih santai duduk manis di dalam commuter sementara di depannya berdiri ibu hamil, orang itu musti mati gaya sendiri, karena asing dan aneh dalam adab kereta masa kini.

Setidaknya saya catat, ada 16 adab berkereta yang telah dipraktikkan oleh penumpang siapa pun dan dari mana pun, tanpa pengecualian ras dan kelas sosial, tanpa diberitahu tiap hari oleh petugas. Orang sudah sadar sendiri dan menegakkan sendiri peraturan dan adab itu. Pasti Anda pernah lihatlah orang ditegur penumpang sendiri karena mengabaikan adab itu. Bukankah ini suatu praktik adab yang baik sekali. Artinya, Indonesia bisa kok diubah dengan cepat dan massal. Hanya yang perlu dibenahi lagi bagaimana dalam jam-jam sibuk tidak membludak dengan penumpang sehingga kenyamanan di jam-jam itu masih jauh dari harapan.

Sekarang bila dalam sosial bepergian dengan moda commuter manusia Indonesia dapat dengan cepat beradaptasi menjadi lebih beradab, hanya dengan mengubah sistemnya, dengan teknologinya, harusnya dalam ranah politik contoh dari dunia sosial bepergian di Jabodetabek ini dapat ditiru, bukan?

Jadi, kapan revolusi politik yang lebih beradab, tertib dan maju dapat terjadi di Indonesia, setidaknya di Jabodetabeklah. Kan tinggal adaptasi pola dan sistemnya.

 

~ Syahrul E Dasopang