Nusantarakini.com, Jamaica Hills –
Bulan Ramadan itu memang adalah bulan berbagai kemukjizatan. Berbagai peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah di bulan suci ini, justeru di luar pertimbangan akal manusia biasa.
Betapa tidak. Di bukan inilah hadirnya mu’jizat di atas segala kemukjizatan (miracle of all miracles). Kekuatan yang telah menaklukkan berbagai kekuatan yang pernah dan masih diakui oleh manusia. Menaklukkan kehebatan sejarah, kehebatan akal, ilmu dan teknologi. Menaklukkan kehebatan ideologi apapun yang pernah timbul dipermukaan bumi ini.
Itulah Al-Quran al-Karim. Kita yang didalamnya tiada kekurangan, tiada kesalahan, bahkan tak akan menimbulkan keraguan kecuali pada hati-hati yang tidak memilki cahaya. “Inilah Kitab yang tiada keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-Quran).
Kitab yang mengandung Kalam Ilahi, yang bersifat azali (tiada awal dan tiada akhir). Kalam yang tak mengalami perubahan (tabdiil) dan bersifat sempurna (tammat).
Al-Quran sebagai mukjizat terbesar dalam sejarah peradaban itu turun di bulan Ramadan untuk membwa pula berbagai kemukjizatan. “Bulan Ramadan diturunkan di dalamnya Al-Quran sebagia petunjuk bagi manusia, dan penjelasan tentang petunjuk dan pembeda (furqan)” (Al-Quran).
Kemukjizatan Al-Quran itu meliputi segala aspeknya. Dari tata kata, kalimat hingga kepada kandungan (ajaran) semuanya bersifat “mu’jiz” atau mengalahkan semua yang lainnya.
Realita inilah yang kemudian dikuatkan sendiri oleh Al-Quran dengan tantangan terbuka. “Datang man sebuah kitab yang sama jika kamu tahu dengannya”. Mereka gagal, Al-Quran menguranginya menjadi “sepuluh surah” (asyru shuwar) saja.
Ternyata sang pembangkan yang mengingkari kebenaran itu masih terus dengan pengingkarannya. Al-Quran kemudian menurunkan tantangan itu: “Dan jika kamu ragu dengan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) maka datangkan satu surah saja yang sama. Bahkan hadirkan semua yang bisa menolongmu jika kamu benar” (Al-Quran).
Pengingkaran dan pembangkangan itu akan terus berlanjut. Bahkan upaya memadamkan cahaya itu akan selalu ada. Tapi pada akhirnya cahaya tak akan pernah hilang. Justeru Dia yang yang menjadi Sumber cahaya itu mengambil tanggung jawab itu untuk meneruskan cahayanya. Walaupun pastinya ada pihak-pihak yang tidak senang.
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah. Tapi Allah terus menyempurnakan cahaya itu, walau merek tidak senang” (Al-Quran).
Sebagaimana disebutkan bahwa mukjizat Al-Quran itu mencakup semua aspek. Dari kekuatan nilai ruhiyah (aspek batin), kandungan (isi Kitab) maupun bahasa dari semua segi, semuanya adalah mukjizat.
Jangankan dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Bahkan beberapa kali Al-Quran tetap terbukti memiliki dimensi kekuatan bahkan dalam bahasa terjemahanny sekalipun.
Dia cerita berikut telah berkali-kali Saya sampaikan dalam banyak kesempatan. Tapi sebagia pengingat dan penguat, Saya sampaikan sekali lagi.
Cerita Pertama, cerita sang Ibu yang tersentuh dengan bacaan Al-Quran di Yankee stadium 9/11 di kota New York Amerika Serikat.
Sekitar dua minggu setelah serangan teror di kota New York Amerika Serikat saya diundang oleh kantor walikota New York untuk mewakili Komunitas Muslim di sebuah acara besar yang dinamai “National Prayer for Amerika”. Atau doa nasional untuk Amerika.
Saya hadir bersama seorang imam lainnya. Kebetulan memang hanya dua orang yang diundang sebagai pembicara. Satunya lagi adalah Imam E. Pasha, Imam masjid Malcom X di Harlem New York.
Singkat cerita saya memilih membaca beberapa ayat pilihan dari Al-Quran. Saya memang persipkan, selain matang ari segi makna, juga yang terbaik dari segi bacaan. Alhamdulillah acara berlangsung baik dan mendapat sambutan positif yang luar biasa.
Tiga Bulan setelah acara itu saya mendapat telpon dari seorang wanita di kota New York. Menurutnya telah mencari saya tiga bulan berturut-turut, sejak acara dì Yankee Stadium itu.
Singkatnya, dia menceritakan bahwa tiga bulan lalu di saat saya membaca Al-Quran itu, dia adalah seorang Kristen. Tapi dia menonton saya membaca dan mendengarkan bacaan itu. Tanpa beliau sadari ketika itu, beliau menangis meneteskan airmata mendengarkan bacaan tersebut.
Akhirnya dia ke sebuah perpustakaan meminjam buku tentang Islam. Ternyata yang dia pinjam adalah Al-Quran. Menurutnya lagi, setiap malam dia baca Al-Quran itu, tentu dalam terjemahan, pasti merasa tenang dan tertidur pulas. Padahal beliau termasuk orang yang sulit tertidur.
Tiga Bulan beliau baca Al-Quran hampir tamat. Akhirnya dia cari orang Islam. Ternyata tidak jauh dari rumahnya itu ada masjid. Di masjid itulah dia masuk Islam.
Karena masjid itu mengenal saya maka dia diberikan nomor saya. Dan Alhamdulillah, komunikasi antara saya dan beliau tersambung. Walau sejujurnya hingga saat ini saya belum sempat bertemu dengan wanita itu. Hanya komunikasi lewat telpon.
Cerita kedua, seorang pemuda Amerika yang masuk islam hanya tiga hari sebelum 9/11. Ceritanya berawal ketika saya diminta juga membaca doa di Kawasaki down Town kota Manhattan pasca 9/11 itu.
Setelah berdoa tiba-tiba seseorang dari belakangan menepuk pundak saya dan mengaku Muslim. Awalnya Saya hampir tidak percaya. Maklum kecurigaan saat itu sangat tinggi.
Setelah Saya tanya kapan masuk Islamnya, dia menjawab: baru kemarin. Saya semakin terkejut masa-masa itu adalah masa di mana kecurigaan dan kemarahan warga Amerika sangat tinggi.
Diapun bercerita bahwa ketika terjadi serangan 9/11 dia menonton CNN. Salah seorang penyiar (Anchor) CNN menyatakan: “jika anda ingin tahu inspirasi teror baca Al-Quran”.
Orang itu mencari toko buku untuk membeli Al-Quran. Itu masih hari pertama 9/11. Tujuan membeli Al-Quran adalah untuk menemukan satu kata dalam Al-Quran, yaitu kata “teror”.
Apa yang terjadi? Semakin dia baca Al-Quran itu untuk menemukan kata teror, semakin tidak dia temukan kata itu. Justeru yang dia temukan dalam bahasa dia adalah “jewels” (Mutiara-mutiara).
Maka pada hari ketiga dia membaca Al-Quran dia datang ke sebuah masjid, tepatnya Islamic Cultural Center or New York, dan mendeklarasikan syahadatnya.
Kedua cerita di atas adalah secuil dari fakta-fakta yang pernah hadir dalam sejarah manusia betapa Al-Quran dengan kekuatan yang dahsyat itu mampu menundukkan apa saja, termasuk hati manusia yang terkadang bagaikan batu atau lebih keras dari batu (kal-hijarah aw asyaddu qashwah).
Maka di bulan Ramadan ini, bulan Al-Quran, mari kita latih jiwa dan hati kita menjadi lebih lembut, lebih tunduk dan patuh kepada Al-Quran. Mari membaca Al-Quran, tidak sekedar membaca. Tapi belajar menghadirkan rasa khusyu’ dalam jiwa ketika Al-Quran dibaca.
“Tidak masanya hati-hati manusia tunduk khusyu’ kepada Dzikrullah (Al-Quran)”.
Sebab hanya dengan hati demikian yang apanya ada iman yang sesungguhhya: “dan jika ayat-ayat Allah dibacakan maka bertambahlah mereka dalam keimanan” (Al-Quran).
Jangan sampai di Bulan Ramadan ini justeru hati-hati kita membaca tapi tidak mau tahu, tidak mau sadar akan kebesaran Kalam Allah. “Apakah mereka memiliki hati yang tertutup?”. Semoga kita terjaga.
Jamaica Hills, 3 Juni 2018.
*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation. [mc]