Nusantarakini.com, Jakarta –
Derek Manangka punya akun FB yang hampir wajib menjadi bacaan kami. Secara rutin dia menerbitkan ulasan-ulasannya terkait kejadian penting yang mempengaruhi politik nasional. Sudut pandangnya jernih, imparsial dan sangat merdeka. Banyak informasi penting yang terungkap yang tidak mungkin diperoleh di tulisan-tulisan resmi. [catatan tengah by derek manangka]. Sehingga sangat wajar, setiap kali catatannya keluar tentang peristiwa penting tersebut, selalu mendapatkan tanggapan yang ramai.
Satu hal dari sifat catatannya itu ialah kerap menyerempet bahaya, sebab banyak pihak yang terkena ulasannya musti tidak senang dan terugikan. Tapi dia tampaknya tak bergeming. Dia tetap dengan merdeka menulis.
Dia menulis beragam tokoh. Mulai dari Luhut Panjaitan, Hendropriyono, Hari Tanoe, Sudrajat, Mahathir, Puan, dan tentu saja Jokowi. Dari semua tulisannya itu, tidak semuanya bernada pujian, tapi kadang juga bernada singgungan.
Sekarang dia sudah pergi untuk selamanya. Catatan tengahnya hanya akan menjadi warisan yang berharga bagi pembaca yang masih hidup.
Namun kematiannya terjadi begitu cepat. Baru dua hari yang lalu [24/5/2018] dia memposting suatu penilaian atas foto 4 anak mantan presiden, yaitu Puan, Agus, Yenny dan Ilham, yang baginya mempunyai nilai penting di tengah langkanya suasana dan kultur rekonsilasi sekarang ini.
Tidak terdengar kabar bahwa sebelumnya dia mengeluh sakit. Tiba-tiba meninggal. Ini tentu menimbulkan tanda tanya besar mengingat sikapnya begitu kritis dan memang agaknya kurang mendukung kekuasaan yang sedang berjalan. Memang ada hubungannya?
Pertanyaannya ialah dia mati secara normal atau ada faktor sesuatu atau pihak? Sebab bukan barang aneh lagi dewasa ini, sesiapa saja yang kritis dan membahayakan bagi pihak-pihak yang berkuasa, nyawa tidak bisa aman. Banyaklah kasus soal ini, baik yang masih remang-remang maupun yang jelas.
Tapi harapannya bukan yang kedua yang terjadi. Biarlah dia pulang kepada Penciptanya dengan tenang dan damai.
Negeri ini memang sudah sangat amburadul. Banyak preman yang memanen kekuasaan walaupun dia rasanya tidak berhak. Bukan perkara aneh, banyak ekskusi diam-diam terjadi terhadap pihak yang dirasa oleh penguasa tidak menyenangkan. Ditangkap, dipenjara, itu juga makin ramai saja. Tuduhan-tuduhan yang dipaksakan sepihak.
Nyawa manusia demikian murahnya di tangan penguasa. Belum terbukti teroris di pengadilan, tapi nyawa telah lenyap dengan peluru dan senapan yang dibeli dengan pajak rakyat. Selagi merekalah yang memiliki hukum dan nyawa manusia. (bgg)