Politik

Menuju Negara Berkah: Jawaban Atas Kosongnya Haluan Negara Indonesia

Nusantarakini.com, Jakarta –

Tidak akan ada yang menuduh macam-macam dan hasad, bila mana para aktivis mendeklarasikan haluan baru atau visi baru negara ke depan, di tengah kosongnya visi politik dewasa ini. Haluan dan visi baru itu ialah Negara Yang Berkah. Apa sebab?

Karena sejak detik negara didirikan, para pendiri telah mengikat suatu kesepakan yang gentlement, yaitu pengakuan atas berkah dan kuasa Allah Yang Maha Kuasa. Dengan kata lain, gagasan ini memiliki dasar historis, konstitusional dan sosiologis serta legitimit.

Setelah lama absen tanpa penggalian dan penjabaran yang memikat terhadap teks Pembukaan UUD 1945 yang menjadi induk dari seluruh undang-undang dan peraturan yang muncul setelah RI berdiri, maka saat inilah waktunya untuk merevitalisasi semangat dan falsafah di balik kalimat ‘berkat’ tersebut.

Tapi ada baiknya, kita terakan kembali di sini kalimat keseluruhan pada alinea ketiga dari UUD 1945 yang menjadi jiwa dan haluan dari susunan dan bentuk negara Indonesia ini.

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Negara Yang Berkah

Memang sekarang kita nampak mengakui negara kita jauh dari keberkahan. Tak perlu diungkapkan di sini berapa besar kekayaan alam dan potensi penduduk, tetapi terasa paradoks. Negara kecil dan minim seperti Singapura saja dapat demikian maju dan  makmur, atau negara semacam Arab Saudi  yang mengandalkan minyak dan kunjungan haji dan umroh  dapat demikian kaya, tapi Indonesia yang melimpah sumberdaya alam dan penduduknya, tertinggal demikian jauh dari segi kemakmurannya.

Padahal secara logis, Indonesia harusnya menjadi negara termakmur dan paling sejahtera di atas permukaan bumi ini dengan waktu proses yang sudah mencapai 70 tahun lebih sejak berdiri pada tahun 1945.

Terkait pembahasan tulisan ini, ada baiknya saya mengutip uraian dua penulis dari NU dan negeri Malaysia terkait arti dan konteks berkah. Kadangkala digunakan kata barokah, berkah dan berkat, yang sebenarnya artinya sama saja.

KH. Thonthowi Djauhari Musaddad, seorang Rais Syuriah NU dari Garut menulis di NU Online sebagai berikut:

Judul tulisannya ialah ‘Mereka Bertanya tentang Barokah’.

“Barokah atau berkah oleh para ulama yang mula-mula menyebarkan Islam di Indonesia disimbolkan dengan “berkat” atau oleh-oleh yang dibawa dari acara hajatan atau tasyakuran. Di kalangan pesantren, barokah didefinisikan secara singkat dengan kata majemuk “jalbul khoir” atau sesuatu yang dapat membawa kebaikan. Definisi ini memang sangat umum dan belum bisa menjelaskan arti barokah. Uraian berikut semoga bisa memberikan penjelasan itu secara lebih gamblang. (red)

Ketika bayi Muhammad SAW lahir, ia disusui oleh seorang ibu dari Bani Sa’ad bemama Halimah Sa’diyah. Bani Sa’ ad adalah salah satu marga dari suku Quraish di Makkah. Sebelum kehadiran bayi Muhammad SAW, kondisi kehidupan Bani Sa’ad dalam keadaan paceklik yang tergambarkan pada kurusnya binatang ternak, keringnya kantong susu, ketidak­suburan tanah dan minimnya hasil tanaman.

Setelah bayi Muhammad SAW dibawa oleh Halimah ke kampung Bani Sa’ad, ternak berangsur gemuk, kantong susu ternak pun menjadi penuh, dan tanah berubah menjadi subur. Terutama kehidupan keluarga Halimah menjadi sejahtera.

Perubahan kondisi yang terjadi, diakui bahwa kehadiran bayi Muhammad SAW di Bani Sa’ ad telah membawa barokah. (Terjemahan singkat dari kitab Dalail An-­Nubuwwah, Baihaqy 1:107)

Sasok bayi, untuk duduk dan berdiri belum mampu, untuk makan dan minum saja masih memerlukan bantuan orang lain. Secara logika matematik, bayi tidak mungkin melakukan perubahan yang terjadi seperti ini. Namun secara logika tauhid, perubahan di Bani Sa’ad ini dapat terjadi atas dasar kehendak Allah SWT yang ditandai dan diawali dengan kehadiran bayi tersebut. Untuk itulah, kehadiran bayi tersebut disebut barokah.

 

Syahrul E Dasopang/Pemred EkonomiKa

(Bersambung)

 

Terpopuler

To Top