Satire

BALADA E-KTP: Demokrat Meradang?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Air bah e KTP mulai menghempaskan apapun yang dilewatinya. Dari politisi hingga partai angkat bicara. Seluruh jerami, dahan mengambang, botol-botol hanyut -dalam keadaan kalut- berusaha diraih, meskipun semua sadar meraih botol hanyut tidak akan menyelamatkan diri dari banjir bandang e KTP.

PDIP mulai buka front baru, tidak berfokus pada Novanto tetapi justru buang badan ke Demokrat. Demokrat meradang, merasa sebagai TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir).

Keterangan Hasto bukan menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru. Tidak berfokus mengkanalisasi masalah, PDIP justru memperluas area pertarungan. Bagi Novanto, sodokan karambol PDIP ke Demokrat bukan merugikan, justru sebaliknya menguntungkan.

Demokrat berhak marah, meradang, memaki, marah pada PDIP. Sebab, Demokrat sudah habis-habisan karena kasus hambalang. Pasti kebayang, betapa menyakitkan jika harus ditarik sebagai pihak dalam kasus e KTP.

Kasus hambalang telah mampu menggerus habis elektabilitas Demokrat, jika saja SBY ketika itu tidak segera turun tangan pastilah Demokrat sudah dikenang sebagai Partai bekas peserta pemilu.

Maka wajar jika Demokrat meradang, seharusnya e KTP jatah Golkar dan PDIP. Cukup sudah hambalang untuk Demokrat, jangan ditambah lagi dengan e KTP.

Tahun politik banyak membikin partai tidak waras lagi menyikapi isu politik. Logikanya bisa saja Rawe Rawe Rantas Malang Malang Putung. Isu politik yang berasal dari kasus hukum bisa mengarah bedol deso, LORO Podo LORO.

Stadium akut kasus e KTP bisa menjalar keseluruh partai politik. Sebagaimana diketahui, nyaris seluruh partai kadernya disebut dalam persidangan KPK. Golkar dan PDIP memang yang paling nyaring disebut, namun partai lain seperti PPP, PKB, HANURA, DEMOKRAT, PAN dan PKS juga tidak absen. Semua partai disebut dan hadir dalam fakta persidangan kasus e KTP.

Akhir balada e KTP ini bisa sadis dan tragis. Jika partai tak mampu menahan diri, tak siap dikorbankan, maka partai yang terlibat akan benyanyi riuh dan menarik seluruh partai lainnya dalam perang sabil korupsi e KTP.

Bedanya, dalam perang sabil kasus e KTP semua pihak bersiap menjadi pesakitan politik atau menjadi mayat politik. Tidak ada mati Syahid, tidak ada kemenangan, tidak ada kemuliaan.

Nampaknya psikologi partai saat ini lebih mengarah pada bongkar bongkaran, saling menelanjangi, ketimbang saling menerima dan saling memaafkan. Semua yang merasa memiliki andil, ingin membagi deviden politik secara merata kepada seluruh pemegang saham kasus e KTP.

Novanto memang baik, sebagai direksi ia begitu bijak membagi deviden kasus e KTP kepada seluruh konsorsium pemegang saham e KTP. Management dan jajaran pegawai sudah kecipratan, maka wajar jika komisaris dan seluruh pemegang saham e KTP mendapat deviden yang merata.

Ah, tak sanggup membayangkan jika semua partai berbaris rapi di pengadilan Tipikor sebagai terdakwa korupsi e KTP. Ah, sebegitukah nasib bangsa ini ? Apakah politik model ini yang ditawarkan kepada umat ? Apakah umat dipaksa memberi tanguh pada kekuasaan demokrasi yang merusak ini ? [mc].

*Nasrudin Joha.

Terpopuler

To Top