Politik

TGB FOR (VICE) PRESIDENT 2019: Presidennya Siapa?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Belakangan ini, jagad kabar politik di tanah air kita memang sedang ramai, maklumlah… 4,5 bulan lagi saatnya pendaftaran pasangan capres-cawapres ke KPU dibuka.

Ada beberapa tokoh politik yang mengajukan diri atau diajukan oleh partai politik untuk jadi calon wakil presiden.

Hanya saja pertanyaannya : mau jadi cawapres siapa?!

Sebab jika seseorang mendeklarasikan dirinya sebagai capres, maka dia akan mencari cawapres. Sedangkan kalau hanya berani jadi cawapres, maka dia harus menunggu dilamar oleh capres, untuk jadi pasangannya.

Diantara yang ikut meramaikan bursa cawapres, ada nama Tuan Guru Bajang Zainul Majdi atau lebih dikenal dengan sebutan TGB.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk mendelegitimasi TGB, namun lebih kepada saran bagi para pendukung TGB, agar sedari sekarang memikirkan langkah politik konkrit apa yang harus ditempuh dalam waktu 4,5 bulan yang singkat ini, agar TGB benar-benar bisa diusung.

Sebab berpolitik praktis itu bukan semata mengandalkan emosi, semangat, euphoria, namun juga langkah yang cepat dan tepat.

Ketimbang hanya menyebar meme/info grafis di media sosial dan grup WA, mungkin ada baiknya para endorser TGB membangun komunikasi politik riil dengan parpol pengusung. Sebab sistem demokrasi kita memang masih berbasis parpol.

Sehingga jika sekelompok orang berkeinginan mengusung seseorang untuk maju dalam ajang Pilpres, yang pertama harus dipikirkan adalah “kendaraan” apa yang akan mengantarkan jagoannya mencapai tujuan.

*** *** ***

MAU LEWAT PARTAI APA?

Pertama yang harus dipahami bahwa Pilpres BERBEDA dengan Pilkada, dimana belum dibuka ruang bagi calon presiden independen.

Jadi, semua Paslon capres-cawapres haruslah diajukan oleh partai politik.
Kedua, untuk Pilpres 2019 ada ketentuan PT. 20% dimana treshold yang dipakai adalah perolehan suara/kursi DPR RI setiap partai politik pada Pileg 2014 lalu.

Jangan protes, aturan ini ditetapkan penguasa dan didukung oleh parpol koalisinya, sudah digugat ke MK, namun oleh MK tidak dibatalkan.

Nah, kembali ke soal TGB, jika beliau akan digadang-gadang jadi cawapres, kira-kira parpol apa yang akan mengusungnya?!

Sampai saat ini TGB masih nyaman berada di dalam Partai Demokrat. Masalahnya, akankah PD mencalonkan TGB sebagai cawapres?!
Kalau iya, akan jadi cawapres dari siapa?!

Jika mencermati pidato pak SBY sebagai Ketua Umum sekaligus “pemilik” PD pada Sabtu pekan lalu dalam moment pembukaan Rakernas PD, tampaknya ada sinyal kuat akan merapat ke kubu Jokowi, meski masih malu-malu dengan menyandarkan pada kalimat “jika Allah mentakdirkan”.

Oke, katakanlah PD nantinya berkoalisi dengan pak Jokowi sebagai presiden petahana, akankah yang diajukan PD adalah nama TGB?! Ataukah AHY?!

Sekali lagi, jika mencermati tanda-tanda diberikannya AHY porsi untuk berpidato politik pada penutupan Rakernas yang disiarkan langsung sebuah stasiun televisi, tampaknya yang digadang-gadang untuk terjun ke arena kompetisi 2019 adalah AHY, sang putra mahkota SBY.

Apa yang harus dilakukan para pendukung TGB?!
Hanya ada 2 pilihan : TGB tetap akan memakai Partai Demokrat sebagai kendaraan atau tidak.

Jika tetap bertahan ingin pakai Demokrat, maka faksi pendukung TGB harus benar-benar all out meyakinkan Pak SBY agar mengusung TGB saja sebagai cawapres. Artinya AHY mengalah dulu. Masalahnya: apa pak SBY mau?!
Jika tidak mau, maka harapan TGB maju cawapres dari PD pupus! Sebab satu kendaraan tidak bisa dipakai untuk berdua.

Lho, memangnya gak bisa apa TGB capres dan AHY cawapres atau sebaliknya?!
Bisa saja, asalkan syarat 20% harus terpenuhi. Sedangkan PD hanya punya 10% saja kursi di DPR RI.

Artinya perlu menggandeng parpol lain. Mungkin saja parpol yang dulu diajak berkoalisi di Pilgub DKI putaran pertama, kali ini mau diajak berkoalisi untuk Pilpres. Tapi, apa iya mereka mau memberikan dukungan “gratis” tanpa sharing sama sekali?

Katakanlah PD mengajak PKB dan PAN untuk membentuk poros ketiga, apa iya Cak Imin dan Pak Zulkifli Hasan tidak ingin partainya mendapatkan hak mengajukan cawapres?!
Nah, disinilah mentoknya! Benar bahwa satu kendaraan tidak bisa dipakai untuk berdua. Harus mengalah salah satu.

Berharap AHY yang mengalah, tampaknya lebih tidak realistis. Yang realistis justru TGB segera “pindah kendaraan”.

Nah, pindah kendaraan kira-kira mau pakai kendaraan apa?! Membuat parpol baru sudah tidak mungkin. Bisa saja para pendukung TGB membuat partai baru untuk mengusung TGB, namun itu baru bisa ikut pada Pilpres 2024. Itupun jika syarat PT 20% dari hasil Pemilu sebelumnya dihapuskan.

Nah, kalau membuat parpol baru tidak mungkin, maka yang mungkin hanya tinggal “PINJAM” kendaraan. Kendaraan siapa yang akan dipinjam?!
Simpelnya : mau numpang pada parpol apa?!

Kalau PD sudah memberikan sinyal kuat merapat ke Jokowi dengan menyodorkan AHY sebagai cawapres, maka faksi pendukung TGB logisnya ya berpaling ke kubu pendukung Prabowo Subianto.

Sampai saat ini parpol yang komit untuk berkoalisi pada Pilpres 2019 dengan mengusung Pak Prabowo sebagai capres baru Gerindra dan PKS. Jika capresnya dari Gerindra, maka dengan memperhatikan fatsun politik, semestinya cawapresnya dari PKS. Dan PKS sudah punya 9 nama yang dijaring dari intern PKS, yang disebut bakal capres/cawapres PKS.

Artinya jika PKS sudah sepakat mendukung Gerindra men-capres-kan Pak Prabowo, maka 9 nama itulah yang akan disaring dan diajukan jadi cawapres mendampingi pak Prabowo.
Nah, TGB akan masuk dari mana?!

Jika bergabung pada koalisi Gerindra-PKS tanpa membawa gerbong partai, siapa yang akan mencalonkan TGB?!

Satu-satunya jalan TGB harus all out pendekatan kepada elite PKS, meminta agar PKS merelakan hak partai untuk mengajukan kadernya jadi cawapres, kemudian menggantikan dengan nama TGB.

Artinya 9 nama yang sudah dijaring melalui mekanisme partai, akan disimpan dalam laci dan digantikan nama orang dari luar. Mungkinkah PKS mau?! Kemungkinannya kecil sekali.
Nah lho!! Ternyata sulit juga, bukan?

Dari 9 nama yang dijaring PKS itu ada nama Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat 2 periode, ada pula nama Irwan Prayitno yang juga sukses memimpin Sumatera Barat 2 periode.

Artinya jika hanya mengandalkan pengalaman sebagai gubernur 2 periode, maka 2 calon dari PKS bisa diadu dengan TGB.

Kedua daerah tersebut juga tercatat sebagai penyumbang suara besar bagi Prabowo pada Pilpres 2014 lalu. Jawa Barat bahkan propinsi terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak. Jauh sekali jika dibandingkan dengan NTB, propinsi yang dipimpin TGB.

Begitu pula jika figur keulamaan TGB yang diandalkan, maka kader dari PKS banyak yang juga ulama. Ada Hidayat Nur Wahid juga dari 9 nama itu.
Secara kalkulasi politik, sulit sekali bisa memaksa PKS menganulir kadernya sendiri untuk digantikan dengan TGB.

Langkah politik apa yang masih mungkin?! Merayu Gerindra agar meninggalkan PKS?! Rasanya ini juga impossible, sebab tanpa koalisi dengan PKS, Gerindra hanya punya treshold sekitar 13% saja.

Apalagi koalisi Gerindra dan PKS sudah teruji soliditasnya pada Pilgub DKI. Begitupun pada proses pencalonan Pilgub Jabar, dimana Gerindra mengajukan cagub sendiri, namun kemudian PKS bergabung dengan menarik cawagubnya yang sudah sempat dipasangkan dengan Deddy Mizwar. Ini menunjukkan PKS lebih memilih berkoalisi dengan Gerindra. Jadi kemungkinan Gerindra akan meninggalkan PKS rasanya tidak mungkin.

Bisa saja parpol lain bergabung. PBB misalnya, yang belum memiliki presidential treshold karena pada Pileg 2014 belum memiliki wakil di DPR RI. Namun figur Yusril Ihza Mahendra bisa menjadi magnet electoral yang bagus, dalam menarik suara eks anggota HTI yang pernah dibela oleh Yusril. Diplomasi politik masih mungkin saja terjadi. Tapi yang jelas, jika YIM bergabung, dia membawa gerbong partai, tidak sendirian. Sedangkan jika TGB yang bergabung, gerbong partainya ikut SBY.

*** *** ***

MENIMBANG SIAPA PRESIDENNYA

Sampai saat ini nama capres yang mengemuka baru Jokowi sebagai petahana dan Prabowo yang sudah digadang-gadang oleh Gerindra.

Nama lain ada beberapa, semisal Gatot Nurmantyo dan Rizal Ramli, namun sulit diajukan karena tidak memiliki kendaraan.

Kalaupun terbentuk poros ketiga seperti prediksi sebagian pengamat politik, maka poros itu intinya adalah Partai Demokrat yang kemungkinan besar akan mengusung AHY.

Maka, kalau TGB mau jadi cawapres, maka kira-kira jadi cawapres-nya siapa?!

Kalau tadi sudah coba dianalisis mengenai kemungkinan “siapa” atau “partai politik apa” yang akan mengusung TGB, kini coba kita timbang-timbang mana capres yang lebih membutuhkan TGB sebagai wakilnya.

Partai pengusung pak Jokowi sudah memberi syarat bahwa cawapres Jokowi haruslah yang dekat dengan ummat Islam. Hal ini wajar, sebab koalisi parpol pendukung Jokowi saat ini di tengah masyarakat masih dicatat sebagai parpol pendukung Ahok, yang juga dikenal sebagai penista agama.

Belum lagi sikap partai koalisi Pemerintah yang mendukung penuh Perppu Ormas hingga pengesahannya menjadi Undang-undang Ormas, yang dianggap sebagai alat untuk menghabisi HTI dan membidik FPI.
Perppu/Undang-Undang Ormas itu jelas bertentangan dengan aspirasi ummat Islam.

Maka wajar jika Pak Jokowi butuh figur yang bisa menghapuskan stigma bahwa dirinya dan partai pengusungnya tidak dekat dengan ummat Islam.
Maka, kehadiran TGB untuk mendampingi Jokowi justru tepat dan MENGUNTUNGKAN bagi Jokowi.

Kalaupun kemudian TGB merapat sendirian ke kubu Jokowi dan Partai Demokrat membentuk poros sendiri, maka tak masalah bagi Jokowi karena dia tidak butuh lagi gerbong parpol untuk melengkapi PT 20%. Sebab gabungan PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura sudah lebih dari cukup.

Bagaimana dengan Pak Prabowo? Tadi sudah diulas bagaimana jika TGB merapat ke kubu Prabowo. Disana sudah ada PKS yang punya 9 calon dari kader partainya sendiri.

Kubu Prabowo tidak pernah memberikan syarat bahwa cawapresnya harus yang mengesankan dekat dengan ummat Islam/ulama.

Sebab selama ini Prabowo tidak terkena stigma “memusuhi” Islam/ulama.

Keberpihakan Gerindra pada aspirasi ummat Islam dengan menolak tegas Perppu Ormas, adalah bukti nyata.

Apalagi selama ini dalam penentuan Paslon pilkada, Prabowo cukup mendengarkan pendapat ulama. Pencalonan Mayjen Sudrajat, misalnya, sangat lekat menunjukkan betapa para ulama di Jawa Barat diajak musyawarah dulu dan bersama-sama mengumumkan.

Apalagi berkoalisi dengan PKS yang merupakan partai Islam, sudah cukup memberikan stempel bahwa Gerindra adalah partai nasionalis yang religius juga.

Jadi kemungkinan yang lebih besar membutuhkan figur TGB adalah Jokowi.

Merapat ke kubu Jokowi meski tanpa membawa gerbong partai, masih dimungkinkan karena koalisi pendukung Jokowi sudah lebih dari 20%.

Namun tentu saja tetap perlu dilakukan dialog mendalam dan serius dengan PDIP, Golkar, Nasdem, dll sebagai pengusung utama Jokowi.

Nah, siapkah para pendukung TGB melakukan semua langkah-langkah politik itu?!
Jangan hanya menebar meme/grafis bergambar wajah TGB dengan tulisan TGB sebagai capres atau cawapres.

Apalagi ada salah satu gambar yang beredar di WAG, gambar pasangan TGB dan GN dengan mencantumkan logo FPI yang kemudian dibantah oleh FPI bahwa mereka belum mengeluarkan dukungan kepada siapapun.

Memproduksi banyak gambar tokoh dengan kutipan kalimat seakan para tokoh itu mendukung TGB untuk jadi Presiden, juga tidak efektif karena tetap tidak akan membuka jalan bagi TGB untuk didaftarkan sebagai peserta pilpres. Apalagi pernyataan para tokoh itu belum tentu dalam konteks pencapresan.

Artinya, meski ada ratusan meme perkataan ulama dan tokoh, mereka tidak akan mampu mengantar TGB mendaftar ke KPU.

Mau mengusung TGB jadi cawapres bahkan capres sekalipun, sah-sah saja. Tapi segera pikirkan langkah-langkah politik riilnya.

Ratusan meme/grafis disebar setiap hari sampai 4 bulan ke depan, bersepakat kompak membuat hastag/tagar dukungan bagi TGB di medsos, tetap tidak akan bisa mengubah wacana jadi realita.

Maka saya sarankan para pendukung TGB agar segera bertindak realistis, supaya jagoan nya bisa benar-benar ikut dalam ajang Pilpres 2019.
Mau jadi cawapres siapa dan mau pinjam kendaraan parpol apa, semuanya butuh dialog politik yang riil, bukan imajiner.

Sekali lagi, ini hanya saran.

Tulisan ini saya buat sebab dalam berbagai kesempatan berbalas komentar dengan para pendukung TGB, baik di medsos maupun di WAG, tampaknya belum terpikir di benak mereka akan maju melalui dukungan partai apa dan apakah cukup memenuhi syarat PT 20%.
Semua tidak berpikir ke arah sana. Padahal, dukungan parpol adalah sebuah keniscayaan.

Sekali lagi, mendukung tokoh untuk maju ke ajang Pilpres tidak cukup hanya mengandalkan emosi dan semangat belaka. Ada aturan yang harus dipenuhi, ada realitas politik yang tidak bisa dinafikan.

Jika sudah melalui proses yang berliku dan negosiasi politik yang alot ternyata ujungnya TGB jadi cawapres Pak Jokowi, apakah para pendukung TGB sudah siap mental?!
Pikirkan semua itu dan bergeraklah dari sekarang.

*** *** ***

Satu lagi, sekedar catatan, sampai saat ini TGB masih nyaman berada di dalam Partai Demokrat. Beliau masih ikut Rakernas pekan lalu.

Dimana posisi TGB ketika partainya ikut menyetujui disahkannya Perppu Ormas pada akhir Oktober 2017?!

Sama sekali tidak pernah terdengar sikap pribadi TGB yang bertentangan dengan partainya.
Tidak pernah terdengar pendapat beliau soal dibubarkannya HTI tanpa lewat pengadilan.

Jadi, meski setahun belakangan ini TGB road show ceramah keliling Indonesia, belum juga jelas sikap dan keberpihakannya terhadap aspirasi ummat Islam.

Dulu TGB memang pernah di PBB. Tapi itu dulu. Kini PBB terlahir kembali, digawangi oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra yang pakar hukum dan jadi pengacara HTI.

Kalau TGB hendak kembali ke PBB, mungkin akan menimbulkan banyak pertanyaan mengingat selama di PD beliau tidak menunjukkan keberpihakan kepada HTI dan tidak juga menolak pengesahan Perppu Ormas yang jadi dasar pemberangusan HTI.

Masyarakat tentu belum lupa.

Mari Berfikir Logis dan Realistis.

Yang dilihat ummat sekarang ini bukan hanya figur atau tampilan keulamaan semata, namun sikap nyata yang berpihak pada Islam dan aspirasi ummat Islam. [mc]

*Iramawati Oemar, Penulis Lepas.

Terpopuler

To Top