Internasional

PETROLEUM: US Dollar versus RMB

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Ada fakta yang mengatakan, bahwa negara mana yang mampu mengendalikan minyak dunia dan pasti akan mengendalikan semua negara. Siapa menguasai minyak dunia,
Negara itulah yang akan menguasai dunia global.

Sebab tidak ada negara di dunia yang tidak membutuhkan BBM atau minyak, tapi tidak setiap negara yg menghasilkan minyak, mampu menguasai dunia; inilah Ironisnya.

Karena sejak dari awal Amerika Serikat (AS) sudah menyadari hal tersebut. Karena inilah peluang bisnis yang sangat menakutkan bagi AS, kalau tidak mampu menguasai minyak dunia, maka AS menetapkan peraturan untuk transaksi minyak dunia harus mengunakan dollar AS. Dan ini berlalu untuk seluruh dunia baik negara produsen minyak maupun konsumen minyak dunia, yang berarti bahwa tidak peduli negara mana yang membeli minyak, maka harus mengubah mata uangnya menjadi dolar AS.

Oleh karena itu perdagangan minyak dunia sangat tergantung pada hegemoni dollar AS, dan hal tersebut sangat membawa manfaat luar biasa bagi ekonomi AS. Bahkan mampu menjadikannya sebagai POLISI DUNIA. Dengan demikian berarti perdagangan minyak di dunia telah dipotong oleh Amerika.

Sebagai produsen minyak, negara Anda dipaksa untuk mengumpulkan uang berupa kertas dikenal dengan dollar Amerika. Atau negara Anda akan berada di situasi yang sangat sulit bila berani menolaknya.

Karena dengan anggaran belanja militernya yang terbesar di dunia serta kekuatan yang terkait, maka jet tempur dan artilerinya adalah kebenaran dan selalu berada dalam jangkaun meriamnya. Sehingga dunia benar-benar di bawah hegemoni kediktatoran AS.

Beberapa waktu yang lalu pemimpin negara timur tengah (Irak) Saddam Husein mengungkapkan pemikirannya untuk mencoba menyingkirkan dollar AS dengan menggantikannya dengan Euro untuk transaksi minyak di Eropa. Akibat dari hal tersebut, AS melalui PBB dan menyerukan penggulingan terhadap pemimpin Irak tersebut. Dan dengan pukulan yang keras serta bertubi-tubi untuk mematikan serta menghancurkan Saddam Husein. Bahkan lansung diberi hukuman mati karena dianggap bersalah dengan pengadilannya sendiri.

Jangankan gagasan itu dari Irak bahkan jika gagasan datang dari saudara hardcore-nya AS sendiri pun bila ingin melawan hegemoni dolar AS juga akan dilanda badai AS.
Kanselir Jerman Angela Merkel saat berada DI posisi terpenting di Uni Eropa menyatakan hanya sedikit lebih tepat bila transaksi minyak di Eropa menggunakan euro.

Amerika lansung melesat dan menyerang hingga monolitik uni eropa hampir berantakan dan dimulai dari krisis utang Yunani, membuat Uni Eropa memar dan babak belur hingga Konselir Jerman tidak lagi berani menyebut pelunasan minyak dunia dengan euro. Inilah metode Amerika membunuh ayam di depan monyet untuk memperingatkan kepada negara manapun: siapa yang berani menyentuh kepentingan dasar AS, hanya ada jalan menuju kehancuran.

Pada tahun 2014 Tiongkok melakukan perlawanan bersama dengan Rusia dengan memanfaatkan REN MIN BIE atau RMB dan meninggalkan dollar AS untuk perdangangan minyaknya. Serangan ini cukup mengejutkan AS, karena setelah itu Iran bahkan Irak juga meninggalkan dollar AS bergabung di kamp RMB. Bahkan Venezuela lebih ekstrim lagi di hadapan AS, menekan dengan keras, tidak hanya untuk bergabung DI kamp RMB, juga telah meninggalkan dollar AS.

Saat ini Tiongkok adalah pemakai minyak terbesar di dunia dan dua pertiga dari pembelian minyaknya diselesaikan dengan RMB. Dan dollar AS yang selama bertahun-tahun ini dikaitkan dengan minyak telah ditinggalkan.

Dan serangan Tiongkok berikutnya adalah untuk mematahkan hegemoni dollar AS. Tiongkok telah melakukan langkah lain. Yakni negara pengekspor minyak yang dibayar dengan RMB dapat menukar dengan emas, di Shanghai GOLD EXCHANGE dan juga sekaligus sangat mempromosi internasionalisasi RMB .

AS panik dengan menghubungkan minyak mentah, RMB dan emas setara dengan menghubungkan kredit Renminbie dengan emas. Hal ini secara pelan dan pasti akan terjadi perubahan kekuatan geopolitik di dunia global.

Lalu di mana bangsa kita Indonesia untuk mengantisiapsi situasi tersebut? Apakah hanya menjadi saksi sejarah perubahan kekuatan geopolitik dunia global, atau ikut berperan sebagai pelaku sejarah? Karena perubahan itu pasti akan membawa dampak yan besar untuk masa depan bangsa kita Indonesia. [mc]

*Chandra Suwono, Pengamat Ekonomi dan Politik.

Terpopuler

To Top