Nusantarakini.com, Jakarta –
Calon gubernur Jawa Tengah, Sudirman Said yang elektabilitasnya terus merangkak, seringkali dibuli para pendukung petahana Ganjar Pranowo. Senjata serangaan mereka cuma satu sih, Sudirman dipecat Presiden Jokowi karena dianggap tidak becus sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aneh yah, menteri yang diganti dipersepsikan berkinerja buruk.
Saat berkesempataan bertemu dan berdialog langsung dengan Pak Dirman—sebutan akrab untuk Sudirman Said, saya jadi mengetahui konteks permasalahan disingkirkannya pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia ini dari Kabinet Kerja Jokowi. Berdasar informasinya, presiden mengakui ada kekuatan besar yang menghendaki dia diganti. Jokowi tak bisa mengelak dari tekanan kekuatan-kekuatan besar tak terlihat di lingkaran kekuasaan.
Tekanan tersebut bisa dimaklumi mengingat selama jadi menteri tahun 2014-2016, Pak Dirman dikenal berani dan tegas dalam mengungkap berbagai persoalan di sektor energi dan pertambangan. Ia berhasil melakukan reformasi birokrasi dan revolusi mental di internal Kementerian ESDM. Terobosan penting yang dilakukannya diantaranya memerangi mafia migas.
Dengan gagah berani Pak Dirman membubarkan PT. Pertamina Energy Limited, atau dikenal dengan sebutan: Petral pada Mei 2015. Anak perusahaan Pertamina yang berkongsi dengan swasta ini selama puluhan tahun tak tersentuh menjadi perantara import BBM. Dari pembubaran Petral ini, Pertamina bisa menghemat Rp. 250 miliar per hari. Peran Petral dalam distribusi minyak mentah dan BBM diserahkan pada devisi pengadaan Pertamina Integrated Supply Chain.
Pak Dirman pernah juga memiliki pandangan yang berbeda dalam pembangunan kilang di Blok Masela Maluku. Pandangannya didasarkan atas rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), yakni membangun kilang dengan fasilitas pengolahan LNG terapung di lepas pantai (offshore). Sementara presiden menghendaki pembangunan kilang melalui fasilitas di darat menggunakan pipanisasi (onshore). Padahal dengan pembangunan kilang secara offshore keuntungan yg akan diperoleh negara lebih besar, sebaliknya dengan onshore
jatah negara akan berkurang dalam insentif bagi hasil (split).
Sewaktu menjabat Menteri ESDM pula, Pak Dirman berhasil mengungkap persekongkolan percaloan kelas tinggi dalam perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia. Skandal yang dikenal dengan kasus “Papa Minta Saham” ini melibatkan nama-nama besar seperti Setya Novanto dan Reza Chalid, serta mencatut nama Presiden Jokowi, Wapres JK, bahkan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan.
Kala itu Pak Dirman melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamaah Kehormatan DPR (MKD) bermodalkan rekaman percakapan Novanto, pengusaha Reza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Sidang-sidang MKD bergulir di Senayan begitu cepat, Pak Dirman menghadapi sidang MKD yang sebagian anggotanya cukup keras kepadanya. Nyatanya dia benar, Kejagung ikut memproses kasus ini. Tapi Novanto mundur dari kursi Ketua DPR sebelum MKD menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik hingga masalah ini tak jelas ujungnya.
Atas terungkapnya kasus tersebut, Pak Dirman mendapat sokongan yang luas dari publik yang menginginkan transparansi dalam proses perpanjangan kontrak karya Freeport. Sebaliknya dia tidak mendapat dukungan penuh dari bosnya di Kabinet Kerja. Kabarnya ada tekanan dari sejumlah orang kuat yang berkepentingan terhadap proses perpanjangan kontrak karya dan divestasi saham Freeport, sehingga Jokowi akhirnya tidak ada pilihan lain selain harus mencopotnya dari kabinet.
Sewaktu jadi menteri ESDM, Pak Dirman juga menertibkan tambang timah illegal di Bangka Belitung yg sebelumnya diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 12 triliun per tahun.
Jejak beres-beres Pak Dirman juga bisa kita lihat sebelum jadi menteri, saat menjabat sebagai Direktur Utama PT. Pindad (Persero), sebuah perusahaan negara yang memproduksi senjata dan peralatan militer lainnya. Meski belum genap setahun di Pindad, belum banyak yang dilakukan, peraih gelar Master of Business Administrations (MBA) dari The George Washington University AS ini sudah mengawali proses membenahi manajemen perusahaan yang masuk katagori industri strategis ini.
Hal yang sama dilakukan Pak Dirman saat dipercaya sebagai Senior Vice President (SVP) untuk Integrated Supply Chain Pertamina tahun 2007-2009. Ia berhasil memangkas proses yang berbelit dan bernuansa KKN dalam proses pengadaan barang dan jasa di Pertamina. Hasilnya, proses pengadaan jauh lebih sederhana dan transparan, sehingga berhasil menghemat pengeluaran Pertamina hingga miliaran Rupiah per bulan.
Begitu juga sebelumnya ketika Pak Dirman membantu di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias pasca bencana gempa dan tsunami dari tahun 2005-2007. Putra asal Brebes ini dipercaya menjadi Deputi Kepala BRR dibawah kepemimpinan Kuntoro Mangkusubroto. Disini, Pak Dirman membentuk unit anti korupsi yang efektif membuat pelaksanaan pembangunan kembali Aceh Nias terbebas dari korupi. Oleh PBB dan lembaga-lembaga internasional, BRR dianggap sebagai lembaga penanganan pasca bencana yang terbaik yang pernah ada di berbagai belahan dunia.
Kerja lainnya dilakukan Pak Dirman, yang menjadi awal debutnya sebagai tukang beres-beres, saat ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Pembenahan manajemen Bisnis TNI tahun 2001-2003. Disini alumni STAN ini terbiasa berbenturan dengan pengusaha besar bahkan konglomerat yang selama ini bekerjasama bisnis dengan TNI. Ketua Institut Harkat Negeri ini berhasil membenahi manajemen bisnis TNI sehingga lebih transparan.
Bagi Pak Dirman, perjuangan bisa dilakukan dimana-mana meski dia sudah tidak menjadi pejabat pemerintah, apalagi untuk beres-beres negeri Indonesia tercinta. “Alhamdulillah, tugas besar selesai. Ladang amal & perjuangan makin lebar. Jangan pernah lelah mencintai Indonesia yang hebat ini. Thx semua,” kata Sudirman dalam akun twitternya yang diunggah pada 26 Juli 2016. Kini, atas dukungan Partai Gerindra, PKS, PKB dan PAN, Pak Dirman maju dalam Pilgub Jawa Tengah 2018 menghadapi incumbent Ganjar. Ia bertekad ingin beres-beres Jateng jika terpilih jadi gubernur.
Mari kita dukung ketulusan Pak Dirman untuk membenahi Jawa Tengah, membersihkan noda-noda kotor dan benalu yang membuat rakyat Jateng miskin dan tak berdaya. Ayo mukti bareng. [mc]
*Fadjar Pratikto, Jurnalis.