Nusantarakini.com, Jakarta –
Tulisan ini berangkat di atas rel akal sehat, bukan dogma seperti yang terjadi pada ilmu ekonomi yang berlaku. Ilmu ekonomi tak ubahnya fikih yang telah berjalan di atas suatu pra keyakinan. Maka penulis pun menulis.
Baiklah, bermula kekayaan itu terbagi dua. Atau harta itu terbagi dua kategori:
1. HARTA BEKU
Disebut beku, karena harta ini baru berguna bila dicairkan dengan menguangkannya atau membarternya dengan kebutuhan yang diinginkan. Contoh harta beku: emas, perak, barang antik, barang seni, tanah, dan sekategorinya.
2. HARTA CAIR
Disebut harta cair, karena dapat secara langsung digunakan atau diubah kepada beragam bentuk kebutuhan, beragam harta, dan fungsi yang dibutuhkan. Pendeknya, harta cair dapat langsung dipakai, diuangkan, atau dibekukan menjadi emas.
Contoh harta cair, yaitu komoditi pangan seperti beras, buah, sayur, atau baju, mobil, rumah, dst. Intinya, harta cair langsung dapat dipakai, tapi sekaligus dapat diubah atau ditukar menjadi harta beku.
Ingatlah! Bahawa hakikat harta adalah suatu hal yang dapat sewaktu-waktu difungsikan dalam beragam bentuk kebutuhan.
Bila harta beku sifatnya ialah:
1. Sifatnya tidak langsung dapat dipakai
2. Nilainya meningkat teratur dan terprediksi
3. Relatif kuat dari inflasi
4. Disimpan tahan lama hingga berabad-abad
Karena itulah, harta beku amat cocok untuk sumber kekayaan yang andal, digunakan sebagai simpanan yang memiliki pertumbuhan nilai.
Adapun harta cair, sifatnya ialah:
1. Dapat secara langsung dipakai
2. Nilainya naik turun dengan cepat berdasarkan hukum permintaan – penawaran
3. Tidak tahan lama sehingga tidak cocok digunakan sebagai simpanan harta
PASAL DUA HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAYAAN
1. UANG
Uang hakikatnya adalah alat tukar. Terkadang digunakan juga sebagai pengukur, penimbang dan penaksir nilai harga suatu komoditi.
Uang sebagaimana sifat harta cair, ia juga mengalami penyusutan dan peningkatan nilai apabila berbanding dengan suatu komoditas. Uang dibatasi oleh periode masa berlakunya. Apabila masa berlakunya habis, maka nilai yang tertera dalam uang tersebut, tidak berlaku lagi. Ia tak lebih hanya secarik kertas. Tentu saja kita berbicara tentang uang kertas, bukan uang logam, apalagi uang emas atau perak. Pada mereka yang disebut belakangan, berlaku nilai intrinsik.
Nilai uang dan periode berlakunya ditentukan dan ditunjang oleh kekuasaan. Itu sebabnya, uang adalah alat sekaligus manifestasi dari suatu kekuasaan yang berlaku pada suatu masyarakat.
Kecuali uang emas atau uang yang bahan materialnya logam mulia, yang padanya memiliki nilai intrinsik, uang pada umumnya terbuat dari bahan kertas, polimer atau yang ringan dibawa dan digunakan. Malahan kini sudah lahir bitcoin, kartu kredit, dan sebagainya yang juga fungsinya sebagai alat tukar.
Perkembangan teknologi alat tukar ini tentu melahirkan hal-hal baru bagi manusia di dalam rangka menyimpan, mengukur dan melipatgandakan kekayaan atau hartanya. (akan berlanjut pada postingan berikutnya).
*Sahrul E. Dasopang, Penulis Lepas. [mc/sed]