Nusantarakini.com, Jakarta –
Redaksi menerima surat terbuka dari Sejarawan yang pernah mengenyam pendidikan di Jerman. Dalam keterangannya kepada Nusantarakini.com, dirinya sempat mengungkapkan bahwa Kolese Kanisius tidak mengajarkan nilai-nilai Budaya Nusantara. Selengkapnya silahkan simak pendapatnya yang dibuat menjadi Surat Terbuka:
SURAT TERBUKA
KEPADA PIMPINAN KOLESE KANISIUS DI DKI JAKARTA
Dengan hormat,
Pada hari Sabtu tanggal 11 November 2017 bertempat di Jl. Meneng Raya, DKI Jakarta, dalam rangka Ulang Tahun ke 90 Kolese Kanisius, diberikan penghargaan kepada 5 alumni terbaik Kolese Kanisius.
Lima orang tersebut merupakan saringan dari 95 kandidat, sehingga dengan demikian, 5 orang tersebut merupakan ‘yang terbaik dari yang terbaik’ (Best of the Best) dari lembaga pendidikan yang sangat terkenal di Indonesia.
Hari senin siang tanggal 13 November 2017 saya menerima posting dari seorang teman, Siaran Pers tertanggal 12 November 2017, dengan catatan di bawahnya: ‘dapat segera disebarluaskan.’
Di berbagai WAG juga beredar postingan mengenai acara di Kanisius tanggal 11 November 2017,
Teks lengkap yang saya terima:
SIARAN PERS
Dapat Segera Disebarluaskan
Jakarta Pusat, Minggu 12 November 2017 –
Dalam rangka memperingati 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius, sekolah yang konsisten sampai sekarang hanya untuk laki-laki yang bertempat di Menteng Raya ini untuk pertama kalinya memberikan Penghargaan Kanisius ke 5 alumni dari berbagai generasi.
5 alumni ini tersaring dari 95 finalis yang menjadi kandidat. Mereka adalah Ananda Sukarlan (komponis & pianis), Derianto Kusuma (pendiri Traveloka), Romo Magnis Suseno (tokoh Jesuit), Irwan Ismaun Soenggono (tokoh pembina Pramuka) dan Dr. Boenjamin Setiawan (pendiri Kalbe Farma).
Hadir dan memberi pidato pembuka di acara akbar di JIFest yang dihadiri oleh ribuan alumni Kanisius kemarin, Sabtu 11 November ini adalah gubernur Jakarta, Anies Baswedan. Saat ia memberi pidato, Ananda Sukarlan berdiri dari kursi VIPnya dan walk out menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap pidato Anies.
Aksi ini kemudian diikuti oleh ratusan alumni dan anggota hadirin lainnya. Setelah memberikan pidatonya yang disambut dengan dingin oleh hadirin yang tinggal, Anies Baswedan meninggalkan tempat. Hadirin yang tadinya walk out pun memasuki ruangan kembali.
Saat pemberian penghargaan kepada 5 tokoh ini, Ananda mendapat giliran untuk pidato selama 10 menit. Di pidato itu setelah ia mengucapkan terimakasih, ia juga mengkritik panitya penyelenggara. “Anda telah mengundang seseorang dengan nilai-nilai serta integritas yang bertentangan dengan apa yang telah diajarkan kepada kami. Walaupun anda mungkin harus mengundangnya karena jabatannya, tapi next time kita harus melihat juga orangnya. Ia mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kanisius. Ini saya tidak ngomong politik, ini soal hati nurani dan nilai kemanusiaan”, katanya.
Setelah turun dari panggung, Ananda disalami dan mendapat pujian dari para nominator penerima penghargaan tsb, antara lain mantan menteri Ir. Sarwono Kusumaatmaja dan Pater E. Baskoro Poedjinoegroho S.J., Kepala SMA Kanisius. (*)
Demikian isi Siaran Pers tersebut.
Hari senin juga beredar rekaman video yang berdurasi 1,37 menit, yang merupakan potongan pidato dari seseorang, yang saya sendiri tidak kenal. Saya asumsikan, bahwa ini adalah rekaman video dari Sukarlan yang disebut sebagai seorang penerima penghargaan dari Kolese Kanisius.
Jadi berita ini bukan HOAX.
Dampak dari walk out ratusan alumni Kanisius (ada yang menulis, bahwa sebagian besar hadirin) meninggalkan ruangan ketika Gubernur DKI Jakarta memberi sambutan, dan kalimat berdurasi 1,37 menit tersebut sangat luar biasa dan mengungkap watak sesungguhnya dari sebagian intelektual di Indonesia.
Kejadian walk out tersebut dan isi pidato dari seorang penerima penghargaan, memunculkan pertanyaan, apa saja ajaran dari lembaga pendidikan Kolese Kanisius, selain memberikan pendidikan dan pengajaran mata-pelajaran yang formal.
Langkah walk out biasa dilakukan untuk menunjukkan sikap sebagai protes atau ketidak-setujuan. Hal ini sah dan tidak melanggar hukum.
Namun di acara di Kolese Kanisius tanggal 11 November 2017, walk out tersebut dan isi pidato penerima penghargaan dari lembaga pendidikan Kolese Kanisius, bertempat di lembaga pendidikan tersebut, bukan hal yang biasa.
Acara tersebut jelas bukan kegiatan politik, melainkan pemberian penghargaan kepada 5 orang alumni terbaik dari satu lembaga pendidikan yang sangat terkenal di Indonesia.
5 orang tersebut merupakan saringan dari 95 orang kandidat.
Ketika Gubernur DKI memberikan sambutan, seorang penerima penghargaan, Sukarlan, yang duduk di bagian VIP berdiri dan meninggalkan ruangan. Langkah ini diikuti oleh ratusan alumni Kolese Kanisius dan hadirin yang lain. Ada seorang yang juga hadir di acara tersebut menulis, bahwa sebagian besar hadirin meninggalkan ruangan. Mereka kembali masuk ruangan setelah Gubernur DKI selesai memberi sambutan dan meninggalkan tempat acara.
Setelah itu, si penerima penghargaan menyampaikan pidato selama 10 menit. Di rekaman video, selama pidatonya terdengar tepuk tangan riuh dari hadirin.
Yang membuat walk out dan pidato penerima penghargaan dari Kolese Kanisius bukan hal biasa dan wajar adalah:
- Gubernur DKI hadir dan memberi sambutan atas undangan dari Kolese Kanisius, dalam rangka pemberian penghargaan untuk 5 orang BEST OF THE BEST dari satu lembaga pendidikan yang sangat terkenal di Indonesia, termasuk yang memimpin walk out.
Walk out tersebut dilakukan oleh alumni lembaga pendidikan, dipimpin oleh seseorang yang dinilai oleh lembaga pendidikan tersebut sangat berprestasi sebagai hasil didikan dari lembaga pendidikan Kolese Kanisius.
Dari segi etika, sangatlah tidak pantas langkah dari sebagian besar alumni lembaga pendidikan Kolese Kanisius yang bertempat di DKI Jakarta, meninggalkan ruangan ketika Gubernur DKI Jakarta yang diundang oleh Kolese Kanisius sedang memberikan sambutan.
Kalau dikatakan, bahwa tindakan walk out ini dilakukan secara spontan, maka Kolese Kanisius gagal mendidik para siswanya untuk beretika dan mengenal sopan-santun. Mungkin yang diajarkan hanya ilmu pengetahuan formal saja, dan tidak diajarkan etika, sopan santun serta tutur-kata yang sesuai dengan nilai-nilai BUDAYA NUSANTARA.
Namun apabila ditinjau lebih lanjut dan mendengar alasan si penerima penghargaan, bahwa tindakannya adalah untuk menunjukkan sikapnya sehubungan dengan Pilkada DKI Jakarta bulan April 2017 yang lalu, maka penilainnya menjadi berbeda.
Pemilihan Kepala Daerah, termasuk Pilkada DKI Jakarta adalah perhelatan politik, bukan pemilihan Ketua Perkumpulan Kesenian, bukan pemilihan Ketua organisasi komponis, juga bukan pemilihan ketua organisasi pemain piano.
Kelihatannya walk out dari sebagian besar hadirin bukan tindakan spontan melainkan by design, terencana rapih.
Komando diberikan dengan berdirinya si penerima penghargaan yang duduk di kursi VIP paling depan. Dia cukup berdiri dan melangkah keluar ruangan, dan sebagian besar hadirin mengikuti langkahnya. Tidak diberitakan, bahwa setelah berdiri, dia meminta pengikutnya untuk juga keluar ruangan sebagai langkah protes. Jadi jelas, bahwa langkahnya ini sudah direncanakan.
Setelah Gubernur DKI selesai memberikan sambutan, mereka semua kembali ke ruangan.
Setelah si penerima penghargaan selesai berpidato, dia mendapat pujian a.l. dari mantan menteri Ir. Sarwono Kusumaatmaja dan Pater E. Baskoro Poedjinoegroho S.J., Kepala SMA Kanisius.
- Dalam rekaman video yang berdurasi 1,37 menit, si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius mengatakan a.l.: “… saya melihat tadi bahwa kita telah mengundang seseorang yang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang berbeda dengan integritasnya dan nilai-nilainya yang diajarkan kepada kita semua di Kanisius …”
Kalimat ini menjadi sangat menarik, bahwa Kolese Kanisius mengajarkan INTEGRITAS dan NILAI-NILAI YANG BERBEDA, yang digunakan oleh para alumni Kolese Kanisius sebagai ukuran untuk menilai, apakah “seseorang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang sesuai dengan yang diajarkan di Kolese Kanisius.”
Kolese Kanisius kelihatannya berhasil menanamkan ukuran integritas dan nilai-nilai ajarannya kepada para siswanya, yang melekat selama puluhan tahun.
Kelihatannya, pengertian mengenai toleransi toleransi juga berbeda. Apabila tidak sesuai dengan integritas dan nilai-nilai yang diajarkan di Kanisius, maka harus ditunjukkan sikap yang tegas, alias radikal, yaitu dengan meninggalkan ruangan ketika “seseorang tersebut” sedang memberikan sambutan.
Si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius dan pengikutnya tentu tidak menilai, bahwa langkah mereka adalah intoleran dan radikal, bahkan anti demokrasi.
Tentu mereka menganggap bahwa ukuran integritas dan nilai-nilai yang diajarkan di Kolese Kanisius adalah yang paling benar, dan didemonstrasikan di acara Ulang Tahun ke 90 lembaga pendidikan tersebut.
Gubernur DKI Anies Baswedan dipilih oleh 3.240.057 warga Jakarta. Prosentase perolehan suara 57,95 persen. Sedangkan yang memilih lawannya 2.351.141 orang, atau hanya 42,05 persen suara.
Ucapan dari si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius menuduh 3.240.057 warga Jakarta telah memilih seseorang yang integritas dan nilai-nilainya tidak sesuai dengan yang diajarkan di Kolese Kanisius.
Dengan kata lain, 3.240.057 warga Jakarta telah salah memilih.
Di Siaran Pers juga tertulis, si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius jega mengatakan: “… Ini saya tidak ngomong politik, ini soal hati nurani dan nilai kemanusiaan …”
Kalau dia tidak pernah duduk di bangku suatu lembaga pendidikan, apalagi alumni lembaga pendidikan Kolese Kanisius yang sangat terkenal di Indonesia, orang hanya akan berkomentar: “Ini orang bodohnya bukan main. Kok kebodohan dipelihara, dipertontonkan di kalangan akademisi/intelektual dan minta disebarluaskan.”
Sebenarnya, dari kalimat ini saja orang telah dapat menilai intelektualitas dari si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius.
Ucapan ini juga mempertanyakan kualitas pendidikan di Kolese Kanisius, bahwa inilah orang yang menerima penghargaan dari lembaga pendidikan Kolese Kanisius yang sangat terkenal di Indonesia.
Kalau langkah dan ucapan si penerima penghargaan mendapat pujian dari Pater E. Baskoro Poedjinoegroho S.J., yang adalah Kepala SMA Kanisius, maka hal ini wajar, karena si penerima penghargaan dari Kolese Kanisius membuktikan keberhasilan pendidikan dan ajaran integritas dan nilai-nilai di Kolese Kanisius.
Yang patut dipertanyakan, apakah benar mantan menteri Ir. Sarwono Kusumaatmadja juga memberi pujian. Seandainya benar dia ikut memberi pujian, maka saya mempertanyakan, integritas dan nilai-nilai mana yang dia pakai sebagai ukuran.
Secara umum, secara demonstratif meninggalkan ruangan ketika tamu undangan memberikan sambutan, di seluruh dunia tindakan ini tidak wajar dan dinilai sebagai tindakan kurang ajar.
Mungkin tujuannya adalah untuk mempermalukan tamu undangan. Namun saya termasuk yang berpendapat, bahwa langkah walk out ini justru mempermalukan panitia/Kolese Kanisius yang mengundang dan mencoreng muka lembaga pendidikan Kolese Kanisius yang sangat terkenal di Indonesia.
Kecuali memang ini rancangan bersama, untuk mempermalukan Gubernur DKI Jakarta, yang bukan pilihan mereka karena integritas dan nilai-nilainya berbeda dengan yang diajarkan di Kolese Kanisius.
Apakah Kolese Kanisius bersedia menjelaskan, apa yang telah diajarkan kepada para siswanya yang membuat mereka menjadi INTOLERAN (karena jagoannya kalah di Pilkada DKI), RADIKAL (walk out ketika TAMU UNDANGAN MEMBERI SAMBUTAN), ANTI DEMOKRASI, karena tidak menghargai 3.240.057 warga DKI Jakarta yang telah memilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Penilaian saya mengenai lembaga pendidikan Kolese Kanisius, yang selama ini saya anggap sebagai lembaga pendidikan TERBAIK di Indonesia, sekarng telah berubah.
Terima kasih atas perhatian yang diberikan. [mc]
Hormat saya.
Batara R. Hutagalung
Jakarta, 14 November 2017