Korban Rezim Jokowi dan Periode Sejarah Kegelapan Politik Nasional

Nusantarakini.com, Jakarta –

Sejak datangnya gelombang perlawanan umat Islam terhadap penista agama, dimana arus besar terjadi di 411, kemudian terpuncak pada 212, di saat itu juga dimulainya periode sejarah kegelapan dalam politik nasional.

Di saat itu, 212 pada dini hari telah dimulai bangkitnya otoritarian dan kediktatoran dalam politik nasional yang dijalankan Rezim Jokowi.

Masih dalam situasi sebelum matahari terbit, pada 2 Desember 2016, periode kegelapan tersebut ditandai dengan ditangkapnya 11 tokoh dan aktivis yang dituduh makar.

Sejak masa reformasi, dimana alam keterbukaan dalam penyampaian hak-hak politik rakyat di Indonesia telah terbuka, mulai dari 212 hingga sekarang mulai ditutup. Dan parahnya, semakin hari, semakin terjadi pembungkaman dan intimidasi dari kekuasaan mengarah pada masyarakat yang kritis.

Ada apa sebenarnya? Dan untuk apa rezim Jokowi menghidupkan kembali watak otoriter dalam pemerintahannya. Kita harus mengevaluasi bersama tentang apa yang terjadi pada Rezim Jokowi.

Mungkin telah mencapai 50 atau lebih korban Rezim Jokowi. Sebagian besar mengalami hukuman penjara dan sebagian lainnya dikriminalisasi atau diintimidasi; bahkan juga banyak yang diteror mentalnya.

Adalah pasal-pasal Makar, UU ITE, Diskriminasi Ras dan Ujaran Kebencian yang menjadi alat pemukul untuk menghukum para pengkritiknya. Rata-rata terdiri dari para Tokoh Senior, Ulama, Aktivis baik dari golongan laki-laki atau perempuan.

Telah tercatat diantaranya Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Adityawarman, Ahmad Dhani, Rijal, Jamran, Ustadz Al Khatath, Diko Nugroho, Andre, Ki Gendeng Pamungkas, Asma Dewi, Nelly Rosa Juliana Siringoringo, Jasriadi, Muhammad Faisal Tonong, Navias Tanjung, dan masih banyak yang belum disebut di sini.

Para korban rezim Jokowi ini terus menerus bertambah sampai hari ini dan sampai hari ke depan.

Di sinilah kita perlu mengevaluasi terkait tindakan represi Rezim Jokowi. Dan tentunya wajar jika kita kemudian mencurigai, bahwa bukan tidak mungkin disaat terdesak nantinya, Jokowi akan mengeluarkan dekrit dengan mengangkat dirinya menjabat Presiden seumur hidup. Karena indikasi kekuasaan diktator sedang dijalankan Rezim Jokowi untuk mencapai misi utamanya yaitu menyatukan kekuatan politiknya dengan Rezim Komunis Pemerintah Cina.

Inilah yang harus menjadi kekhawatiran kita semua. Oleh karena itu, kita perlu mengevaluasi Rezim Jokowi ini secara kritis dan mempertegas perlawanan kita untuk menolak hidupnya rezim otoriter dan diktator di Indonesia. [mc]

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia.