Warkop-98

Perjuangan untuk Mewujudkan Undang Undang Pribumi

Nusantarakini.com, Jakarta –

Sejak tahun 2007 ketika Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Pribumi yang telah dimaterialkan menjadi Keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sudah saatnya kita perjuangkan untuk diratifikasi menjadi Undang-Undang (UU) Pribumi di Indonesia. Karena perwujudan UU Pribumi ini begitu mendesak diberlakukan sebagai fundamental hak kedaulatan Rakyat di Indonesia.

Dalam pasal 27 hukum internasional tentang hak-hak masyarakat pribumi ini disebutkan, Negara harus menciptakan dan menerapkan sebuah proses yang adil, independen, imparsial, terbuka dan transparan sehubungan dengan masyarakat pribumi yang bersangkutan, memberikan hak atas hukum, tradisi, adat istiadat dan sistem kepemilikan tanah, wilayah dan sumber daya mereka, termasuk yang secara tradisi dimiliki atau digunakan. Masyarakat pribumi harus mendapatkan hak untuk berpartisipasi dalam proses ini.

Dari pasal hukum tersebut dapat dimaknai bahwa masyarakat pribumi yang merupakan entitas dasar komunitas Rakyat pribumi membutuhkan Hak Otonomi Rakyat Pribumi. Tentu Hak Otonomi Rakyat Pribumi ini harus memiliki dua kekuatan, yaitu Regulasi dan Badan.

Regulasi di sini adalah UU Pribumi; dan Badan disini adalah Dewan-Dewan Tradisional Pribumi. Seperti contohnya Dewan Adat dari setiap wilayah di Indonesia. Seperti Dewan Adat Sunda, Betawi, Jawa, Bugis, Batak dan lain-lain yang menyangkut Sistem Ekonomi, Kepemilikan Tanah dan Kepemilikan Sumber-Sumber Asli Kemakmuran Rakyat, aturan-aturan lainya serta hubungan kerjasama pengelolaan dan pembagian hasil dengan Negara dan Swasta.

Jika kita masuk ke dalam Pasal 33 UUD 45, ayat 33 dimana disebut bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, di sinilah UU Pribumi mendesak untuk diwujudkan.

Makna dikuasai Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat adalah kedudukan Negara di sini adalah sebagai pengelola. Sementara sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran Rakyat, di sini Rakyat adalah pemilik. Dalam konteks kepemilikan sumber-sumber kemakmuran Rakyat yang merupakan takdir Tuhan Yang Maha Esa, di sini adalah kepemilikan Rakyat Pribumi.

Saat ini penguasaan Konglomerat Taipan atas sumber-sumber kemakmuran Rakyat dan Negara telah begitu di luar batas-batas proporsional. Penguasaan ini telah berubah menjadi kepemilikan menyangkut tanah, air, sumber daya alam dan hampir segala sumber kehidupan Rakyat dimiliki oleh konglomerat. Bahkan telah berkembang menjadi kolonisasi, dengan masuknya tenaga kerja asing ilegal besar-besaran yang informasinya telah terbuka.

Rakyat pribumi yang merupakan pemilik telah berbalik menjadi alas kaki. Sedangkan Negara Indonesia telah dikuasai Konglomerat Taipan yang meminggirkan Hak-Hak Rakyat Pribumi.

Dari persoalan inilah kita membutuhkan kekuatan fundamental dari regulasi dan badan sebagai dasar untuk memperkuat Hak-Hak Rakyat Pribumi.

Bukan itu saja, demi mewujudkan masyarakat multi kultural yang beragam dan penataan keadilan sosial dari berkembang pesatnya arus interaksional antar masyarakat baik pendatang maupun asing dibutuhkan tatanan keadilan yang mengakar.

Di sinilah UU Pribumi dibutuhkan sebagai pondasi menciptakan stabilitas sosial kultural dan nasional sesuai Dasar Negara Indonesia, Pancasila. [mc]

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI).

Terpopuler

To Top