Nusantarakini.com, Jakarta –
Ibarat kata peribahasa “anak ayam kehilangan induk”, yang dapat bermakna situasi tercerai berai dan kekacauan akibat kehilangan panduan dan tumpuan. Demikianlah keadaan ketika sebuah bangsa dipimpin oleh seorang Presiden yang tak punya gagasan besar yang menjadi semacam “semen batin” untuk memandu mempersatukan rakyatnya mencapai tujuan bersama.
Persis seperti musafir tanpa tujuan yang digambarkan dalam lirik lagu Panbers, “tiada tujuan yang kau harap, mata angin tak kau hiraukan, ke barat kau melangkah, ke timur juga kau tuju, ke utara kau pergi, ke selatan pun engkau berlari”. Demikianlah lirik nyata kehidupan jika pemimpin dari sebuah bangsa tak punya gagasan besar untuk mempersatukan kepentingan dan cita-cita yang beragam dari rakyatnya menjadi kepentingan dan cita-cita bersama, untuk mencapai tujuan bersama.
Bagaikan kawanan domba yang dilepas ke tengah padang rumput, tanpa tuntunan penggembala. Domba-domba yang tak berdaya itu berjalan kesana kemari, tanpa arah, mencari makan, akhirnya dimangsa oleh singa-singa yang kebutulan sedang berkeliaran. Demikianlah gambaran nyata keadaan ketika sebuah negara jika tak dipimpin oleh seorang Presiden yang mempunyai gagasan besar untuk memproteksi rakyatnya dari ancaman predator global, yaitu predator kartel ekonomi yang menjadikan rakyat sebagai mangsanya.
Hingga akhir zaman, senantiasa akan bertarung antara dua kekuatan gagasan untuk memperebutkan pengaruh di dalam kalbu sanubari manusia. Begitu pentingnya gagasan besar untuk menjawab tatangan gelombang sejarah yang berkecamuk, maka Allah, Tuhan yang maha kuasa, mengutus para nabi untuk mengabarkan dan memperjuangkan terwujudnya gagasan “kuasa terang”.
Kitab-kitab Tuhan, Zabur, Taurat, Injil, Quran, Weda, Bhagawad gita, adalah “gagasan Ilahiah” untuk menuntun manusia menghadapi gagasan dari kerajaan “kuasa gelap” yang tersebar menular bagaikan epidemi. Begitu pula para penerus nabi, Soekarno, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Imam Khomein, dll. adalah para “petarung” yang memawa gagasan besar kuasa terang untuk meruntuhkan kerajaan kuasa terang yang menguasai umat manusia.
Gagasan besar memberikan warna, bentuk, fungsi dan tujuan dari setiap revolusi di bidang teknik, revolusi teknologi dan infrastruktur. Jika yang menguasai dan memandu revolusi teknologi dan pembangunan infrastruktur adalah gagasan dari kerajaan kuasa gelap, maka pencapain inovasi teknologi dan pembangunan infrastruktur akan diabdikan untuk eksploitasi, penindasan, bahkan dapat menjerumuskan umat manusia ke dalam penjajahan hawa nasfu badani.
Demikian juga sebaliknya. Jika revolusi teknologi dan pembangunan infrastruktur dilandasi dan dipandu oleh gagasan besar kuasa terang, maka dapat diabdikan untuk tujuan-tujuan kemanusian, keadilan, cinta kasih, persatuan dan kebersamaan. Pencapain inovasi teknologi dan kemajuan infrastruktur dapat menjadi sarana dan prasarana untuk merekatkan hubungan antara manusia, antara suku hingga antara bangsa.
Sangat tepat jika Bung Karno mengatakan “…membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun tekhnik, membangun pertahanan, adalah yang pertama-tama dan pada tahap utamanya adalah membangun jiwa bangsa, bukankah demikian? Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa yang besar tidak akan dapat mungkin akan mencapai tujuannya, inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya, nation character building…”
Karena itu pentingnya seorang Presiden mempunyai gagasan besar, yaitu sebuah gagasan dari kuasa terang untuk menantang arus gagasan dari kuasa gelap. Kuasa gelap selalu memisahkan kerja, teknologi dan infrastruktur dengan gagasan membangun persatuan, keadilan, kemanusian dan cinta kasih. Sebaliknya kuasa terang mengintegrasikan kerja, teknologi dan infrastruktur dengan gagasan untuk mewujudkan keadilan, kemanusian, cinta kasih dan kebersamaan.
Jika seorang Presiden tak punya gagasan besar, atau tak jelas gagasannya, hanya beorientasi semata pada kerja dan kerja. Maka warna, bentuk, fungsi dan tujuan dari kerja yang dilancarkan oleh si Presiden dapat dikendali kan oleh gagasan kerajaan kuasa gelap, yaitu kartel ekonomi.
Perhatikan, ketika tidak adanya gagasan besar yang diusung oleh Presiden Joko Widodo untuk memimpin rakyat dan bangsa menyebabkan keadaan bangsa kita seakan berjalan sendiri-sendiri, terpisah satu dengan yang lainnya. Bahkan terjadi disintegrasi sosial sangat parah, dimana-terjadi konflik sosial yang sulit didamaikan.
Perhatikan, ketika tak ada gagasan besar, akibatnya Presidennya sibuk sendiri “nyengar-nyengir” di depan kamera, sementara di saat yang sama rakyatnya menderita sendirian di gubuk gubuk derita. Presidennya sibuk sendiri dengan sayembara dan bagi-bagi sepeda, rakyatnya menderita PHK sendirian.
Kabinet nya sibuk sendiri buat macam-macam acara (event organiser), pencitraan, untuk habiskan anggaran, sementara anggota parlemennya juga sibuk sendiri buat pansus ini dan pansus itu, sebagian yang lain teriak teriak sendiri di depan kamera, buat sosialisasi empat pilar sendiri untuk habiskan anggaran.
Demikian juga pembangunan infrastruktur, jalan tol dan sejenisnya, seakan berjalan sendiri terpisah dari partisipasi rakyat. Pembangunan infrastrukturnya berjalan sendiri tepisah dari program penyerapan lapangan pekerjaan yang berjalan sendiri juga.
Katanya ada banyak pembangunan infrastruktur, tapi kenyataannya penyerapan lapangan pekerjaan tidak naik, malah di mana mana terjadi PHK secara bergelombang. Katanya ada banyak pembangunan jalan tol, tapi kenyataannya belanja terhadap produk industri nasional yang menjadi kebutuhan infrastrukur malah tak meningkat.
Memperhatikan keadaan bangsa dan masyarakat yang sangat memprihatinkan, dipecah belah karena tidak adanya gagasan besar dari Presiden Joko Widodo, ada dua harapan dari kami dalam tiga tahun Joko Widodo jadi Presiden:
Pertama, kami berharap kekuatan muda, khususnya eksponen mahasiswa 1998, untuk tampil ke depan bertanggungjawab memperjuangkan terwujudnya gagasan dari kuasa terang. Runtuhkan sekat yang sengaja direkayasa dan dibentuk oleh kuasa gelap yang memisahkan dan membenturkan satu dengan yang lain, untuk menyatukan rakyat menyelamatkan bangsa kembali kepada Pancasila dan Proklamasi kemerdekaan 1945.
Kedua, jika tak punya gagasan besar untuk dapat mengubah keadaan bangsa dan masyarakat yang telah jatuh di titik nadir, pecah berantakan, sebaiknya tak usah memaksakan diri untuk jadi Presiden. Daripada menjadi alat dari kerajaan kuasa gelap, kartel ekonomi dan kejahatan, karena tak mempunyai gagasan besar, sebaiknya mawas diri dan mundur dari jabatan Presiden. [mc]
*Catatan Tiga Tahun Joko Widodo Jadi Presiden:
“KETIKA SEORANG PRESIDEN TAK PUNYA GAGASAN BESAR UNTUK MEMIMPIN MEMPERSATUKAN SELURUH RAKYAT MENCAPAI TUJUAN BERSAMA”
Oleh Haris Rusly
(Eksponen Mahasiswa 1998 Yogyakarta)