Nusantarakini.com, Jakarta –
Jika Anda menyaksikan sejam saja televisi, dipastikan ada bom iklan menyerang mata Anda. Kebanyakan bom iklan menggunakan perempuan dan bayi dan anak-anak. Karena memang sasaran rentan dari iklan ialah perempuan dan anak-anak. Pria dewasa, hanya disodok dengan iklan rokok.
Adapun perempuan, mulai dari iklan sampo, pemulus kulit, hingga pencabut bulu ketek. Seolah iklan-iklan tersebut demikian gentingnya bagi perempuan.
Umumnya, semua iklan itu membawa spirit rusak agar perempuan sibuk mengurus hal-hal yang tidak penting, terbenam di urusan hedonistik, dan melupakan urusan yang paling esensial, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia secara baik.
Satu lagi dari kandungan ideologis dari semua iklan-iklan itu agar penontonnya dikondisikan tertekan oleh masalah yang tidak penting.
Tertekan, terbuai, panik, takut ketinggalan, dan seabrek perasaan merusak lainnya, itulah yang dipompakan ke benak publik melalui bombardir iklan tersebut. Padahal semua iklan tersebut hanya hayalan belaka.
Suatu ketika NK melacak siapakah sebenarnya para pembuat iklan-iklan tersebut sehingga demikian nihil dan buruk nilai-nilai yang dibawanya. Mungkin tidak semua pembuat iklan demikian, tapi saya terkejut ternyata salah seorang dari jajaran pembuat iklan tersebut terindikasi pengidap penyakit sosial, yaitu terindikasi penikmat seks sesama jenis. Naudzubillahi min dzalik. Dalam hati berkata, pantaslah rata-rata iklan yang membombardir di tv mengandung hedonisme dan kerusakan moral.
Satu-satunya cara agar kita tidak terpapar iklan yaitu dengan memutus akses ke tv supaya kita dan anak-anak kita tidak melihatnya.
Dapat kita simpulkan, pada umumnya iklan itu hanya bertujuan supaya hasrat dan syahwat hedonistik manusia terbangkitkan sehingga menjadi makhluk konsumen gila yang tamak dan panik. Jarang sekali mereka bertujuan supaya manusia tumbuh dengan sikap rasional yang tenang untuk memilih produk untuk dibeli. Bombardir mereka hanya melecut syahwat dan syahwat belaka.
Akibat dari bombardir iklan itu membuat masyarakat terkondisikan menjadi sasaran penjajahan yang empuk, baik sebagai mangsa asing maupun para pemburu rente dan dollar yang beroperasi di Indonesia yang sebenarnya tidak pernah memiliki rasa tanggungjawab sosial sejak dari awal. Mereka tak lebih binatang buas ekonomi. Dan mereka itulah yang senantiasa menggunakan alat-alat iklan untuk menguasai keasadaran masyarakat.
~ Kyai Embun