Nusantarakini.com, Jakarta –
Pada umumnya pria Indonesia gandrung dengan kriteria isteri yang njawani. Tahukah Anda apa isteri njawani itu?
Njawani itu ialah beretika dan berbudi bahasa seperti idealitas budaya Jawa.
Pertama, isteri njawani itu, anggun dan sedap dipandang.
Perempuan Jawa tidak hanya cantik parasnya saja. Mereka memiliki innerbeauty yang membuat lawan jenis jadi mabuk kepayang.
Cantik fisik tak selalu menarik. Sebab, pria juga tidak akan menyukai perempuan cantik namun tidak tau etika. Yang akan jadi perhatian justru perempuan yang berperilaku santun di manapun.
Kedua, Bersahabat dan Bersahaja
Perempuan Jawa kebanyakan memiliki kepribadian yang sederhana. Mereka bisa menerima pasangan apa adanya. Tak banyak menuntut harus mobil mewah atau rumah megah.
Bukan pribadi itulah yang membuat banyak pria yang berasal dari berbagai penjuru cukup percaya diri melamar mereka. Para leluhur Jawa menekankan semboyan, “Pilih-pilih oleh bongkeng” yang berarti “Yang suka pilih-pilih dapatnya lebih buruk.” mungkin hal itu yang membuat wanita jawa lebih bisa menerima apa adanya.
Ketiga, Penurut Karena Menyadari Fungsinya Menghormati Suami
Selain sederhana, perempuan Jawa juga tidak suka membantah. Isteri yang suka membantah, tidak menyenangkan bagi umumnya laki-laki. Sifat menurut, sudah dibiasakan oleh para leluhur perempuan jawa yang terbawa hingga dewasa. Dan semua pria pasti suka pada pasangan yang penurut.
Jadi, bagi pria yang menikah dengan wanita Jawa pasti bagahia. Minta kopi, dibuatin. Minta dikerokin, dilakuin.
Keempat, Keibuan dan Penyayang Anak
Isteri Jawa digandrungi karena kecenderungannya yang penyayang anak dan keibuan.
Di atas segalanya, inilah yang diharapkan para pria saat mempunyai isteri, terutama orang Jawa.
Saat suami pergi kerja dan meninggalkan isteri dan anak-anaknya, perasaan suami tenang, tidak syak wa sangka, plong, karena yakin istrinya akan mengurus anak, kebutuhan makanan harian dan isi rumah dengan baik dan tuntas. Istrinya juga mampu menjaga kehormatan suami dan dirinya selama ditinggal pergi kerja oleh suaminya.
Setelah pulang kerja, suaminya disambut hangat dan penuh gairah layaknya seorang kekasih.
Memperoleh rezeki sedikit bersyukur dan nrimo, memperoleh rezeki banyak dari usaha suaminya, sumringah. Pokoknya manut, nrimo dan bersyukur walaupun tidak mandeg dan kehilangan kreativitas dalam menunjang ekonomi keluarga.
Pokoknya dia pintar menempatkan diri sebagai orang kedua di dalam keluarga. Dia tidak berani melewati supremasi suami di dalam keluarga. Tetapi bilamana suami sudah tiada, dia sigap memerankan sebagai orang pertama di dalam keluarga di dalam memperjuangkan kehidupan anak-anaknya.
~ Kyai Embun