Nusantarakini.com, Jakarta –
Emir Moeis, Politikus senior PDIP yang pernah menjadi terpidana tiga tahun dalam kasus suap proyek pembangkit listrik (PLTU) di Tarahan, Lampung tahun 2003, hari ini mengajukan uji materil terhadap ketentuan Pasal 162 KUHAP. Emir sengaja meminta Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya. Dia yakin Yusril profesional dan punya argumentasi hukum yang kuat dalam menguji Pasal 162 KUHAP itu terhadap UUD 45.
Pasal 162 KUHAP itu mengatur tentang saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpah dan dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jika saksi itu meninggal dunia, sakit, jauh tempat tinggalnya atau karena kepentingan negara tidak bisa hadir di persidangan, maka keterangannya cukup dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keterangan dibawah sumpah yang dibacakan itu sama nilainya dengan keterangan saksi yang disumpah dan hadir di persidangan.
Emir merasa dirinya punya legal standing untuk mengajukan pengujian Pasal 162 KUHAP itu karena dia merasa diperlakukan sewenang-wenang ketika dirinya diadili. Tidak ada saksi dan alat bukti yang memberatkan Emir dalam persidangan, kecuali kesaksian satu orang yang tidak hadir di sidang, namun BAPnya dibacakan jaksa karena kesaksiannya dibawah sumpah.
Orang itu bernama Pirooz Mohammad Sharafi, warganegara Amerika Serikat (AS) keturunan Iran. Pirooz ini diperiksa sebagai saksi di Markas FBI di Washington DC. Dia mengucapkan sumpah menurut agama Kristen, padahal sepengetahuan Emir dia beragama Islam aliran Syi’ah. Keterangan Pirooz dan beberapa lembar fotocopy, menurut Emir dijadikan sebagai alat bukti menghukum dirinya tiga tahun penjara.
Yusril yang mendampingi Emir di Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan kepada wartawan bahwa Pasal 164 itu tidak menjamin adanya “due process of law” serta mengandung ketidak-adilan dan ketidak-kepastian hukum. Padahal KUHAP juga mengatur baik jaksa, pesanehat hukum, terdakwa dan hakim diberi kesempatan untuk bertanya kepada saksi. Keterangan saksi yang bertentangan dengan saksi lain, bahkan bisa dikonfrontir di hadapan sidang. Hal itu tidak dapat dilakukan terhadap saksi sebagaimana diatur oleh Pasal 162 KUHAP.
“Saksi seperti itu bisa saja berbohong tanpa dapat dikonfrontir dengan saksi lain” kata Yusril kepada awak media di Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Bahkan, menurutnya, bisa saja Jaksa sengaja tidak menghadirkan saksi dibawah sumpah agar untuk menjerat terdakwa. Dalam perkara Dahlan Iskan di PN Tipikor Surabaya, menurut Yusril, hal itu juga terjadi. Saksi kunci tidak pernah dihadirkan jaksa dengan alasan sakit. Keterangan saksi itulah yang menjerumuskan Dahlan Iskan. Beruntung kini Dahlan dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya.
Dengan kemajuan teknologi sekarang, Pasal 162 KUHAP itu sebenarnya sudah harud dihapuskan. KUHAP dibuat tahun 1980 ketika peralatan teleconference belum ada. Sekarang fasilitas teleconference sangat murah. Setiap saksi yang jauh tempat tinggalnya dapat didengar kesaksiannya melalui teleconference. KUHAP kita sudah ketinggalan zaman.
Yusril mengatakan bahwa jika uji materil ini dikabulkan, Emir akan mengajukan PK atas perkaranya. Perkara Emir ini, menurut Yusril, bisa melebar ke mana-mana.
“Emir adalah politisi senior dan pimpinan Komisi Energi di DPR. Kasus suap tahun 2003 itu, jika diusut lebih jauh, ibarat air, bisa mengalir sampai jauh” kata Yusril mengutip syair lagu Bengawan Solo-nya Gesang. [mc]