Nusantarakini.com, Jakarta –
Apa sebenarnya yang paling kita perhatikan dalam hidup? Kesenangan pribadikah, keselamatan pribadikah, kebahagiaan keluargakah? Lalu sejauh mana telah dicurahkan perhatian untuk kesenangan pribadi itu? Adakah hanya sekedar senang sesaat atau senang yang langgeng?
Jika senang yang langgeng menjadi tumpuan perhatian hidup kita, sudah sejauh mana yang kita lakukan untuk mencapai itu? Step by stepnya apakah sudah dilakukan?
Saya hawatir kita memang menaruh perhatian pada kesenangan hidup kita, hanya sebatas senang sesaat. Misalnya, kita akan senang manakala kebutuhan kita sebulan dapat teratasi. Bahkan lebih kecil dari itu. Kita sudah merasa senang manakala uang untuk menopang kebutuhan sehari sudah kita dapatkan, padahal sehari setelah itu, kehidupan yang kacau akan kita hadapi lagi.
Begitulah kita memperlakukan kesenangan hidup dengan cara mengerikan. Begitulah kita memperlakukan nasib kita dengan cara penuh bahaya.
Ini semua berawal dari kebiasaan hidup kita yang suka abai dan meremehkan hidup. Kita kurang perhatian terhadap nasib kita, dan tanggungan kita di dunia ini. Kita berpikir dengan cara yang salah bahwa biarlah hidup berjalan apa adanya, mengalir begitu saja, dihadapi apa yang terjadi. Ini benar-benar suatu sikap yang bodoh, tidak menggunakan akal dan melayani kecenderungan abai terhadap hidup dan nasib.
Kita harus tinggalkan dengan tegas sikap fatal semacam itu. Kita tidak boleh dimakan oleh fatalisme yang lama merongrong mental dan jiwa kita. Dan tak ada yang perlu disalahkan. Yang salah, kenapa kita tidak mengoreksi sikap dan kebiasaan kita. Sekarang saatnya! Tinggalkan kecenderungan sikap abai dalam jiwa kita!
~ Sungai Embun