Pak, Dosa Nggak Mendukung Pemerintahan Jokowi?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Dalam sebuah diskusi teologi dan politik, seorang santri bertanya polos kepada seorang ustadz, “Pak, dosa nggak kalau kita dukung pemerintahan Jokowi?”

Pertanyaan itu dia kemukakan setelah mendengar panjang lebar tentang pembahasan bagaimana sejarah timbulnya perbedaan pendapat di dalam Islam saat timbulnya kasus khawarij, mu’tazilah, murjiah hingga asy’ariyah. Semua aliran teologi politik tersebut terkait langsung dengan bagaimana menyikapi pemimpin yang melakukan perbuatan yang dianggap dosa di masa itu.

Oleh santri ini, ditarik ke soal Jokowi dengan analogi kasus di masa lalu. Pertanyaan itu, tentu membuat sang ustadz mengerutkan dahi. Dia tidak menyangka pertanyaan seringan itu muncul dari muridnya.

“Berdosakah mendukung pemerintahan Jokowi?” Itu terngiang-ngiang di kepalanya.

Ustadz itu menatap mata sang murid lembut. Dia temukan bahwa itu muncul dari rasa ingin tahu saja dari sang Murid. Sebab seperti yang dijelaskannya sebelumnya, kalau Mu’tazilah memandang dosa mendukung pemerintahan zalim, walaupun dia terbukti Islam. Sebaliknya Murjiah, tidak memandang semacam itu. Khawarij, keluar dari pro kontra itu.

Sekarang dalam pikirannya muncul serentetan pertanyaan: dapatkah disebut pemerintahan Jokowi zalim? Apa ukuran objektifnya jika kebijakan Jokowi disebut zalim? Apakah itu kezaliman?

Pusinglah sang ustadz. Dia menjanjikan kepada sang murid bahwa akan menjawabnya setelah membaca kembali kitab-kitab lama seperti Al-Ahkam Al- Shukthaniyyah, Siyasah Al- Syar’iyyah dan Muqaddimah Ibnu Khaldun sembari membandingkannya dengan kitab-kitab fiqh mutakhir.

Namun di dalam hatinya sulit bagi menolak, banyak kasus yang menunjukkan pemerintahan Jokowi menzalimi, seperti mengacuhkan protes rakyat agar tidak berhutang dan mengundang China, membiarkan ketimpangan berlangsung, tarif listrik yang mencekik, peranan pemerintah untuk meringankan hidup rakyat yang masih jauh dari harapan, membiarkan sebagian koruptor bebas, dan seterusnya.

Dia akan menjawab pertanyaan muridnya itu manakala sudah dia temukan ada sekian fakta yang membuat Presiden Jokowi dapat dipandang zalim. Saat ini, dia masih menghitung-hitung dan merumuskan parameter yang kuat apa itu zalim dalam konteks publik. Jadi, pertayaan sang murid belum terjawab oleh dia. (gtr)