Nusantarakini.com, Jakarta –
Alkisah pada tahun 1200-an di Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara mendirikan Prasasti berupa sebuah Candi. Candi itu kemudian disebut Candi Kidal, terletak di sebelah timur Kota Malang sekitar 20 kilometer. Konon Candi itu dipersembahkan untuk mendiang ibunya, Tribuana Tunggadewi yang hidupnya sempat terlunta-lunta.
Terlepas dari cerita yang sesungguhnya, dan yang beredar di kalangan masyarakat, saya mengartikannya sendiri, yaitu sesudah mengunjungi Candi tersebut pada 2013.
Sebagaimana kebanyakan Candi, pada Candi Kidal itu pun terukir relief-relief. Ada tiga relief yang menggambarkan cerita tentang Garuda dan Naga. Di salah satu relief digambarkan ada seekor Garuda bersama tiga ekor Ular Naga. Di relief yang ke dua ada gambar Garuda sedang membawa tabung berisi air di kepalanya. Konon air itu adalah Air Amarta dari lautan. Sedang relief ke tiga ada gambar Garuda dengan seorang perempuan cantik, juga dibawanya di atas kepalanya.
Menurut yang punya cerita, adalah dua orang Ibu yang masing-masing melahirkan Garuda dan tiga Ular Naga. Tiga Ular Naga ini berbuat jahat terhadap ibu si Garuda dan menyanderanya, sehingga Garuda harus bertempur melawan para Naga.
Dalam pertempuran itu Sang Garuda kalah, sehingga meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa. Diberilah Sang Garuda senjata berupa Air Amarta yang berasal dari Lautan.
Dengan Air Amarta itu Sang Garuda kembali bertempur melawan para Naga untuk membebaskan ibunya. Kali ini Sang Garuda memenangi peperangannya melawan para Naga dan berhasil membebaskan dan membawa kembali ibunya.
Bagi kita, Garuda itu adalah simbol bangsa Nusantara atau Indonesia. Sedang Ular Naga itu adalah simbol bangsa Cina. Dari cerita sejarah sebelumnya, tentulah Raja Kertanegara tahu, bahwa bangsa Cina dari Utara sudah sering melakukan expedisi ke Selatan, sejak abad VI, untuk menaklukkan Nusantara. Antara lain, Meng Cie, adalah pejabat Negara Cina yang diutus untuk meminta Singhasari tunduk kepada Cina. Kertanegara marah, memotong kedua telinga Meng Cie dan menyuruhnya pulang.
Apa yang ingin disampaikan raja Kertanegara dengan Candi Kidal adalah sebuah peringatan bagi bangsa Nusantara agar selalu waspada dan berhati-hati terhadap bangsa Cina. Sang Ibu yang digambarkan di Candi itu tidak lain adalah Ibu Pertiwi Nusantara. Dan Air Amarta itu tidak lain adalah lautan yang mempersatukan pulau-pulau di Nusantara. Ibu Pertiwi Nusantara akan merdeka dan menang melawan musuh dari manapun, hanya dengan persatuan. Lautan di Nusantara itulah yang membikin rakyat Indonesia bersatu.
Gambar Garuda di batu relief di Candi Kidal itu pulalah yang dilihat oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat, digambarnya ulang dan diperlihatkannya kepada Bung Karno. Bung Karno melukiskan kembali gambar Garuda itu menjadi Garuda Pancasila yang kita kenal sekarang.
Ketika saya berkunjung ke Candi Kidal pada 2013, hanya relief ke dua yang masih terlihat bagus. Yang lain sudah rusak dan tidak jelas. Gambar Garuda yang sedang membawa tabung Air Amarta itu yang kemudian saya pakai untuk front cover buku saya “Ganti Rezim Ganti Sistim: Pergulatan Untuk Menguasai Nusantara.” @2014. Sebuah cerita tentang upaya orang-orang Cina menguasai Nusantara, dari sejak jaman Soekarno sampai Jokowi. [rm]
*Sri Bintang Pamungkas, Akademisi Universitas Indonesia.