Nusantarakini.com, Jakarta –
AKHIR HIDUP PARA TIRAN
Kepada: Tiran Nusantara
Jika Anda menyangka Tuhan tak murka dengan para durjana yang menebar kedzaliman dimana-mana, maka Anda lupa bahwa Dia sudah berfirman dalam kalam QudsiNya: “Kedigdayaan adalah pakaianku, sedangkan kesombongan adalah selendangku. Sesiapa merebut keduanya dariku, aku pasti menjawabnya.” (HR Al Bukhari–Muslim).
Jika Anda mengira bahwa tiranisme bisa berlaku tanpa balasan, maka sungguh Anda telah melupakan lembar-lembar sejarah bertumpuk-tumpuk di masa lampau.
Anda lupa bahwa akhir hidup para durjana adalah kehinaan sehina-hinanya dan seluruh alam mengutuknya tanpa kecuali. Bahkan, saat kebinasaan menimpa mereka, ayat Al Qur’an memerintahkan kita bertahmid memuji hanya kepadaNya; “Maka dibinasakanlah orang-orang dzalim itu hingga ke akar-akarnya, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.” (QS: Al An’am: 45).
Wahai para Tiran…!
Bukan ditangan Ibrahim as kebinasaan Namrud ditakdirkan. Meski sepanjang usia dakwahnya, Ibrahim adalah musuh utamanya. Sungguh tangan Sang Khalil terlalu suci untuk berlumuran darah manusia durjana. Dan sungguh terlalu sepele urusan membunuh si tiran bagi seorang Nabi, maka Allah wakilkan kebinasaan Namrud kepada seekor nyamuk yang sangat kecil nan dekil. Cukup satu gigitan, ia binasa tak bernyawa, berpindah alam menemui pembalasan. Senyap, cepat dan mudah sekali bagi Allah karena urusan kematian bagiNya ibarat membalik telapak tangan. Agar makin tampak kelemahan si tiran dihadapan para pemujanya. Agar makin benderang nyala tauhid dihati para pengikut nabiNya.
Dan ketahuilah wahai Tiran Nusantara…!
Tidaklah ditangan Musa, manusia kejam, lalim dan diktator Fira’un ditakdirkan menjemput ajalnya, meski Musa as adalah musuh bebuyutannya. Lembutnya air Laut Merah lah yang menjadi sebab kebinasaannya. Hal ini karena selama ia berkuasa, ia banggakan sungai-sungai yang mengalir dibawah singgasananya; “Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya, ia berkata; ‘bukankah aku yang menggenggam kekuasaan Mesir dan sunga-sungai ini mengalir dibawah singgasanku. Tidakkah kalian perhatikan?” (QS: Az Zukhruf: 51).
Adapun penghina Nabi. Penyulut kebencian terhadap keponakannya sendiri, Abdul Uzza yang Al Qur’anpun tak sudi menyebut namanya. Maka Allah panggil ia dengan kuniyahnya, Abu Lahab. Ia musuh dakwah sejak masa tunasnya. Pemilik mulut paling lacut yang pernah ada. Terhina didunia dan terlaknat pula di akhirat. Bukan dimedan perang ia tewas sebagai ksatria. Bukan karena duel dengan Muhammad saw ia binasa. Hal ini karena kematian di medan laga adalah kehormatan bagi para ksatria, sedangkan ia adalah manusia paling hina, maka Allah binasakan dengan kusta yang menggerogoti seluruh tubuhnya hingga bangkainya tak ada satupun yang sudi menjamahnya. Ia dikuburkan dengan cara paling konyol. Digalikan untuknya kuburan, dan bangkainya didorong dengan kayu yang teramat panjang hingga menggelundung ke liang lahat.
Tengoklah pula akhir hidup si jagal para ulama, Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi. Setelah ia sempurnakan kedzalimannya dengan membunuh syaikhut taabi’in, Sa’id bin Jubair ra, tiba-tiba ia mati dengan cara yang tidak bisa didagnosa. Para tabib bingung apa sebab kematiannya. Aneh dan mengerikan.
Lihatlah wahai Tiran Nusantara, bagaimana akhir kehidupan para durjana!
Saksikanlah oleh kalian, sesiapa menjelma menjadi tiran, maka Allahlah musuhnya. Bukan dengan para da’i kalian berhadapan, namun dengan penggenggam setiap nyawa.
Dan sadarilah, wahai para Tiran Nusantara, jika dengan aturan yang kalian terbitkan kalian ingin membungkam dakwah Islam, maka sungguh sebelum kalian telah ada Namrud, Fir’aun, Haman dan juga Abu Lahab. Telah ada Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi, Gamal Abdun Nasher dan akhir kehidupan mereka teramat memilukan.
Ketahuilah, dakwah Islam ini bukan milik kami. Kami disini hanyalah karyawan, sedangkan majikan kami adalah Sang pemilik alam.
Hadanallahu wa iyyakum
*Suhari Abu Fatih, Masyarakat Sipil Peduli Nusantara.