Warkop-98

Wowww. Zeng Wei Jian Kena Kritik Lagi, Kali Ini dari PPPI

Nusantarakini.com, Jakarta – 

TAK SEKADAR TERIMA KASIH UNTUK INDONESIA
(Entah Apa Lagi Maksud Zeng Wei Jian?)

BELUM LAMA ini beredar broadcast tulisan Zeng Wei Jian di beberapa WhatsApp Goup (WAG), termasuk di WAG Kebangkitan Pribumi . Zeng mengisahkan pertemuan Lieus Sungkharisma dengan Tomy Soeharto yang pada intinya berencana menggagas event bertemakan “TERIMA KASIH INDONESIA” dalam rangka memperingati HUT RI ke 72 mendatang.

Lieus, kata Zeng, juga berencana akan menggandeng tokoh-tokoh nasional lain untuk mensukseskan gagasannya. Sebelumnya, Lieus juga mengatakan hal yang sama kepada Hary Tanoe (HT), dan Tomy Winata. Zeng sempat juga mengutip perkataan HT yang prihatin dengan kesenjangan sosial dan kemiskinan. Kita juga paham jika HT juga dikenal sebagai Tokoh Tionghoa.

Tentu saja tulisan Zeng menjadi menarik buat saya. Sebab kita tahu, Lieus selama ini lebih dikenal sebagai tokoh Tionghoa, bukan tokoh pribumi biasa Indonesia. Seolah, justru Lieus yang bukan pribumi lebih mencintai Indonesia dan selalu berterimakasih sebagai ekspresi cintanya kepada Indonesia yang bak adiratna dunia. Indonesia memang sungguh mempesona dan layak dicintai siapa saja.

Karena moleknya Indonesia, tak heran jika sejak pra penjajahan Belanda hingga menjelang 72 tahun Merdeka ini, Indonesia terus menjadi incaran bangsa Asing. Bedanya jika pra kemerdekaan mereka melakukan penjajahan fisik untuk menguasai, sedangkan paska kemerdekaan dengan penjajahan ekonomi. Jika dulu dengan perang bersenjata, sekarang dengam perang proxy dan asimetris.

Sudah barang tentu Indonesia sangat berarti bagi pendatang yang pernah lama merasakan kemurahhatian dan keramahan penduduk pribuminya. Mereka pasti betah tinggal di negeri yang kaya akan sumber daya alamnya ini. Oleh karenanya, mereka memang WAJIB berterimakasih. UCAPAN TERIMA KASIH INDONESIA itu memang perlu di’verbalkan’ dan dinyatakan di hadapan seluruh elemen bangsa pribumi Indonesia. Sebab, tentu saja terimakasihnya pendatang yang hidup hingga beranak pinak di Indonesia berbeda dengan terimakasihnya Pribumi, sebagai pemilik sah Indonesia.

Terima kasih pribumi Indonesia kepada Bangsa dan tanah airnya tak perlu diragukan, sehingga tak mesti diverbalkan. Pribumilah yang merawat Indonesia, negerinya sendiri. Pribumi yang jelas menjaga dan mempertahankan tanah airnya. Jelas bukan pendatang asing. Sebab, sekali lagi, pemilik sah negeri ini adalah pribumi. Wajar dan logis jika pribumi mempertahankan tanah airnya sendiri.

Kalau toh ada pendatang asing mendukung pribumi, perannya hanyalah sekadar membantu. Peran utama dan peran pembantu jelas tidak sama, meski barangkali sama-sama berjuang di medan yang sama. Haknya pun tidak sama.

Namun keadaan kini memang terbalik. Setelah 72 tahun merdeka, Pribumi Indonesia yang mayoritas secara jumlah, menjadi minoritas dalam ekonomi. Pribumi menjadi buruh perusahaan-perusahaan multi national coorporate (MNC), sampai asisten rumahtangga warga keturunan pendatang. Jajaran orang terkaya di Indonesia juga bisa dilihat warga keturunan asing, terutama keturunan Cina.

Jadi memang wajar jika non pribumi berterimakasih kepada Indonesia. Sebab mereka yang hanya minoritas dalam jumlah tapi menjadi mayoritas dalam penguasaan ekonomi.

Mengatakan warga keturunan Cina yang bersuku bangsa Tionghoa atau Hua, bukan pribumi Indonesia, jangan lantas disimpulkan sebagai isu Suku, Agama, Ras, Antar Golongan (SARA) atau Rasis. Ini adalah sesuatu yang ilmiah, karena dalam ilmu biologi saja memang secara genetis manusia di suatu daerah dengan daerah lainnya berbeda. Binatang dan tumbuhan juga berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Ada endemis dan non endemis.

Cina adalah nama negara bangsa atau Tionghoa memang bukan nama suku asli Indonesia, melainkan suku di negara Cina.

Soal Ras warga keturunan Cina memang ada ras murni karena endogami (pernikahan dengan ras yang sama). Kebanyakan keturunan Cina memang eksklusif, jarang sekali yang berasimilasi. Inilah yang kemudian dalam sejarah Indonesia, kerap terjadi gap antara pribumi dan non pribumi, terutama keturunan Cina.

Dibanding dengan pendatang yang berasimilasi, minoritas rasial dan minoritas etnik inilah yang menumbuhkan konflik.

Potensi ke arah konflik akan menjadi semakin bertambah besar apabila kelompok minoritas bersifat eksklusif sebagaimana disebutkan sebagai lima karakteristik kelompok minoritas (Wagley dan Harris, dalam Julian: 1986:234). Adalah sebagai berikut;

(1) Minoritas adalah merupakan subordinasi dari masyarakat yang kompleks.
(2) Minoritas cenderung memiliki ciri fisik atau penampilan budaya khusus yang tidak disukai oleh kelompok yang dominan dalam masyarakat.
(3) Minoritas cenderung mengembangkan kesadaran berkelompok dan rasa kebersamaan di antara mereka.
(4) Anggota-Anggota kelompok minoritas diwarisi aturan dan nilai turun menurun dari kelompok mereka, untuk mempertahankan karakteristik kelompok pada generasi berikutnya.
(5) Anggota kelompok minoritas cenderung melakukan endogami atau perkawinan di antara sesama anggota kelompok sendiri.

Dari beberapa karakteristik tersebut tidak mengherankan apabila kehadiran kelompok ini dapat mengundang sikap prasangka dan perilaku yang diskriminatif (Soetomo:2013:109-110).

Dan tentu saja kita semua paham jika ketika ada monopoli ekonomi, maka kesenjangan sosial akan terjadi. Maka aneh bagi saya jika ada pengusaha non pribumi yang masuk jajaran orang terkaya, menguasai banyak bisnis, lalu berbicara mau menghilangkan kesenjangan sosial rakyat Pribumi Indonesia.

Lalu, jika ada non pribumi Indonesia mengajari dan mengajak bagaimana Pribumi berterimakasih untuk Indonesia, maksudnya apa? Apakah akan membuat prasangka seolah Pribumi tak tahu berterimakasih? Apakah pribumi durhaka kepada Ibu Pertiwi? Semoga tidak. Tapi jika maksudnya demikian, barangkali Anda yang gagal memahami betapa Pribumi sangat mencintai negerinya.

Tak sekadar berterimakasih, tapi lebih dari itu: “Kami rela korbankan jiwa raga kami untuk NKRI, Pancasila, dan Merah Putih. Kami tak akan lelah berjuang demi terwujudnya masyarakat adil makmur, dengan mengharap ridha Allah SWT sebagaimana amanat proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.”  [mc]

Salam Priboemi Bangkit !

*Baher Nugroho, Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan Pribumi Indonesia.

Terpopuler

To Top