Nusantarakini.com, Jakarta –
Saya membuat sebuah karangan cerita tentang ilustrasi jaringan hukum, berdasarkan hasil analisis saya, secara pengamatan hukum terhadap sebuah kasus dugaan tindak pidana pornografi.
Beberapa bulan yang lalu atau sekitar empat bulan lalu, cukup gencar adanya penyebaran foto dan chatting yang barbau pornografi di kalangan sosial media, terutama di whatsApp group dan lain sebagainya.
Sehingga menimbulkan sebuah kasus dugaan tindak pidana pornografi yang melibatkan beberapa pihak, yakni : pelapor, pelaku utama, S, Z, serta saksi-saksi dibawah ini :
S dan Z telah dijadikan tersangka, karena diduga isi chatting bersama foto yang berbau pornografi tersebut adalah milik S dan Z.
Kasus di atas itu yang jelas tampaknya tidak ada pihak korban yang mengalami kerugian secara materil dan bakal tampak sangat jelas tidak ada nilai materilnya.
Jika kita telusuri berdasarkan kerugian secara imateril, berarti adanya pihak pelapor yang mengklaim telah mengalami kerugian secara imateril atas peristiwa dari penyebaran bau pornografi tersebut.
Dengan kasus di atas itu, mari kita cari tahu faktanya, pembuktiannya, dan solusinya secara pengamatan hukum sebagai berikut di bawah ini :
Pertama, kita harus cari tahu penyebabnya. Siapa pelaku pertama yang menyebarkan isi chatting bersama foto yang berbau pornografi tersebut ?
Jika sudah berhasil ditemukan pelaku pertamanya beserta barang bukti, maka dia adalah pelaku utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran pornografi. Sehingga bisa saya katakan pelaku utama tersebut selayaknya dijadikan tersangka. Terutama bisa dijerat dugaan tindak pidana pada pasal UU ITE, dan larangan pornografi.
Kedua, apabila bisa dibuktikan foto bau pornografi yang tersebar tersebut benar adalah milik Z, yang sudah dikaji oleh para ahli. Kemudian si pelaku utama juga mengakui serta bisa memberikan kesaksian bukti kongkrit bahwa sumber foto tersebut adalah benar berasal dari Z dan atau ada pengakuan dari Z sendiri bahwa foto pornografi tersebut benar adalah dirinya sendiri.
Serta pelaku utama bisa dibuktikan atau membuktikan bahwa Z yang mengirimkan atau memberikan perintah dan atau memberikan kuasa kepada pelaku utama untuk menyebarkan foto pornografi tersebut. Dengan catatan penting bukan atas kelalaian Z.
Jika semua bukti itu terpenuhi, maka bisa saya katakan Z juga selayaknya dijadikan tersangka yang bisa dijerat dugaan tindak pidana pasal larangan pornografi dan UU ITE.
Apabila foto pornografi yang tersebar itu walaupun bisa dibuktikan benar adalah milik Z, akan tetapi Z bisa membuktikan bahwa pelaku utama bisa mendapatkan foto tersebut dari diri Z itu adalah hasil dari pencurian atau perampasan dari Z, maka bisa saya katakan Z tidak layak dijadikan tersangka.
Dikarenakan foto milik Z tersebut merupakan hak privasi atau hak pribadi Z yang telah dicuri atau dirampas oleh pelaku utama yang bertujuan melakukan kejahatan terhadap Z dan pihak lain-lain yang masih berkaitan. Satu hal lagi di sini posisi Z adalah korban pencurian atau perampasan atas perbuatan kejahatan dari pelaku utama.
Sehingga di sini bisa saya definisikan terjadinya kejahatan atas penyebaran pornografi tersebut yang disebabkan keseluruhannya oleh pelaku utama.
Dan di sini ingin saya sampaikan kita harus sadari bahwa setiap manusia itu memiliki hak privasi atau hak pribadi tertentu yang tidak boleh dicuri atau dirampas oleh orang lain dan itu merupakan hak asasi manusia.
Saya berikan sebuah perumpamaan. Di rumah saya ada sebuah golok tajam, yang memang saya persiapkan di rumah untuk alat bela diri atau mengantisipasi segala penyerangan dari berbagai kejahatan yang seandainya tiba-tiba datang menyerang ke rumah saya. Dan golok tajam tersebut juga sekaligus merupakan barang koreksi milik pribadi saya.
Kemudian seandainya golok tajam tersebut yang ada di rumah saya itu dicuri atau dirampas oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan digunakan untuk pembunuhan terhadap lima orang korban. Apakah atas kejadian pembunuhan tersebut harus menjadikan saya sebagai tersangka? Tentunya tidak akan bisa. Karena pelaku pembunuhan hanya menggunakan golok tajam tersebut dari hasil pencurian atau perampasan dari saya.
Di sini terkecuali terbukti bahwa saya yang dengan sengaja memberikan golok tajam tersebut dan telah menyuruh atau memberikan perintah untuk melakukan pembunuhan terhadap lima korban tersebut. Nah seandainya dengan unsur bukti terkecuali ini terpenuhi, maka saya merupakan otak pembunuhan atas lima korban tersebut.
Ketiga, mengenai tersebarnya penulisan chatting yang diduga berbau pornografi antara S dengan Z tersebut, seharusnya sudah ada dua barang bukti kongkrit atas chatting tersebut yang sudah benar berupa perangkat handphone atau perangkat elektonik lainnya serta nomor handphone dan alamat account milik S dengan Z yang benar-benar terbukti telah terjadi dugaan tindak pidana pornografi atas kesengajaan atau kelalaian.
Nah dengan kemungkinan itu, barulah S juga selayaknya menjadi tersangka. Akan tetapi sebaliknya jika bukti-bukti itu semua tidak terpenuhi, tidak terbukti dan atau seandainya ada pun alat-alat bukti tersebut itu diperoleh dari hasil pencurian atau perampasan dari Z dan S.
Maka besar kemungkinan saya menduga itu adalah ada sebuah dugaan adanya upaya perbuatan kejahatan yang terjadi atas perbuatan pihak-pihak aktor busuk tertentu yang berkemungkinan ada kepentingan khusus dan yang ingin mencoba merekayasa terjadinya kasus heboh itu.
Kemungkinan kepentingan yang tidak lain itu adalah bertujuan agar bisa menjatuhkan pihak S. Dikarenakan kemungkinan sangat besar, pihak-pihak aktor busuk tertentu itu sudah merasa terganggu aktifitas kebusukannya oleh S. Sehingga kemungkinan hal itu terjadi adalah wujud upaya balas dendam terhadap S. [mc]
*Kan Hiung alias Mr. Kan, Pengamat Politik dan Hukum, tinggal di Jakarta.