Nusantarakini.com Sebagai manusia, kita perlu menilai perkembangan teknologi, bukan dalam term teknologi dan bisnis saja: canggih atau tidak canggih, membantu bisnis atau tidak, tetapi perlu juga bertanya apakah memperbaiki kondisi kemanusiaan dan keadilan. Mengapa? Karena perkembangan teknologi pada umumnya dibiayai oleh swasta atau elit modal, sehingga bias kepentingan sering terjadi. Hal itu kalau dibiarkan liar, bisa berbahaya bagi kehidupan manusia. Bias semacam itu perlu diimbangi dengan teknologi yang peka pada kemanusiaan dan keadilan.
Big Data, apa itu?
Cara pandang ini juga perlu diterapkan pada big data. Big Data adalah rangkaian data yang sangat besar dan kompleks yang sudah tidak bisa lagi dikelola oleh software database tradisional (seperti access atau mysql). Untuk mengelola big data, diperlukan software khusus seperti google big query, hadoop, dan masih banyak software lain. Kerjaan software itu mengumpulkan, membuang data duplikat, merapikan, dan menemukan wawasan berguna dari data digital, baik dari internet, termasuk jejak digital perilaku pengguna internet, smartphone, maupun pengguna internet of things (benda-benda yang punya sensor dan terhubung ke internet).
Manfaat Big Data
Wawasan berguna itu masih bisa ditanyakan, berguna bagi siapa. Umumnya masih banyak elit modal, misalnya data tentang demografi dan psikografi yang real time, kelompok pasar yang paling potensial, dan sesuai, sentimen merek, warna yang disukai pasar, ukuran barang yang disukai pasar, saluran-saluran pembelian, mana produk yang laris, kapan mereka membuka facebook, bahkan kemana saja mereka pergi, jejaknya terekam secara digital. Data-data itu diperlukan bagi bisnis untuk menyesuaikan produknya maupun untuk menentukan target pasar yang lebih presisi. Penyesuaian itu diperlukan agar efisiensi bisnisnya meningkat, tingkat salah produk, maupun salah pasar bisa diturunkan. Big data juga diperlukan untuk meningkatkan layanan pada pelanggan, sehingga daya jualnya lebih kuat. Mungkin suatu saat nanti, motor dan mobil terintegrasi dengan big data, sehingga mobil dan motor bisa mendeteksi, mana jalanan yang macet dan mana yang masih longgar. Itulah manfaat big data di tangan kaum borjuis.
Sisi Gelap Big Data
Cathy O’ Neil bercerita tentang sisi kelam dari big data dalam bukunya, “Weapon of Math Destruction”. Asumsinya, algoritma dari big data itu akan meningkatkan keadilan, karena setiap orang dinilai berdasarkan aturan yang sama, bias dikurangi. Tapi nyatanya, tidak sesederhana itu, ada sisi gelap dari big data. Di Amerika, ketika algoritma berkata seorang pelajar dari daerah tertentu (terlacak dari kode pos) cenderung sulit mengembalikan pinjaman, maka seluruh daerah tersebut, diputuskan untuk tidak bisa memperoleh pinjaman pendidikan. Spiral kemiskinan terus berlanjut. Ini bentuk diskriminasi. O’Neil juga menceritakan pelanggaran-pelanggaran etik pemanfaatan big data untuk taktik bisnis dan politik.
Big Data untuk Kemanusiaan
Namun, big data juga bisa digunakan untuk kepentingan sosial kemanusiaan misalnya untuk mengurangi tekanan kemiskinan, penyakit, kerusakan lingkungan, perang dan kelaparan. Misalnya, di Kenya, Ushaidi menggunakan big data untuk mengenali kekerasan pasca pemilu di Kenya, dan memudahkan tanggapan cepat pada permasalahan dalam jangka cepat. Ushaidi mengumpulkan data dari sosial media, email dan sms. Ushaidi juga memfasilitasi laporan dari gempa bumi Haiti dan Korupsi di Macedonia. Ushaidi juga bekerja di Syiria untuk mendeteksi dan memetakan krisis di sana. Namun tentu saja Ushaidi seorang tidak bisa mengatasi kekerasan di sana. Negara-negara besar terlibat perang di sana, baik dalam bentuk pendanaan, suplai senjata hingga pengiriman tentara/ sukarelawan.
Selain Ushaidi, tahun ini, GSMA, atau asosiasi operator telepon mobile sedunia, dengan anggota hampir 300 perusahaan, meluncurkan “Big Data for Social Good”. Program ini akan memanfaatkan kemampuan operator telepon mobile dalam hal big data dalam mengatasi krisis kemanusiaan, antara lain penyebaran penyakit dan bencana alam. Gabungan operator itu bisa mengakses 2 milyar telepon dari lebih dari 100 negara. Yayasan PBB (The United Nations Foundation) menjadi partner pendukung dalam menyediakan koordinasi dan integrasi. Pada bulan Juni 2017, mereka akan melakukan pilot project di Bangladesh, Brazil, India, Myanmar dan Thailand.
Apakah big data untuk kemanusiaan hanya untuk membuka jalan bagi big data untuk kaum borjuis. Itu tugas anda untuk mengawasinya.