Nusantarakini.com, Jakarta –
Jika Panglima TNI membacakan puisi dengan judul Tapi Bukan Kami Punya, karya Denny JA, mengesankan bahwa seolah-olah sebagian atau bahkan seluruhnya negara dan segala yang ada di dalamnya telah tergadai dan kita sudah tidak memilikinya lagi. Maka pertanyaan pentingya kemudian adalah siapa yang selama ini mengurusi negara ini sehingga keadaannya bisa seperti itu?
Setidaknya tujuan dibentuknya negara itu adalah agar rakyat yang mendiami suatu wilayah negara hidupnya merasa aman, nyaman dan tenteram, ada rasa memiliki terhadap eksistensi negara yang didiami, yang pada akhirnya berujung pada adanya rasa kehidupan mereka sebagai rakyat menjadi lebih sejahtera lahir dan bathin. Rakyat tidak merasa terusik oleh berbagai gangguan yang bersifat lahiriah dan bathiniah, karena aset negaranya sebagai sumber hidup dan kehidupan terpelihara dan termanfaatkan dengan baik buat kepentingan hidup mereka.
Atas kehendak itulah, maka seluruh rakyat memberikan kepercayaan dalam bentuk kekuasaan kepada sebagian yang lain untuk mengatur dan menata kehidupan mereka dalam bernegara. Mereka itulah kemudian yang dinamai sebagai penyelenggara negara.
Kekuasaan yang diberikan kepada penyelenggara negara itu tentulah dibatasi oleh aturan-aturan hukum agar mereka yang diberi kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang kepada rakyat yang sudah memandatkan kekuasaannya.
Jika berbagai aset negara tidak terkelola dengan baik dan benar, maka wajar jika rakyat merisaukan kalau mereka hanya bisa jadi penonton melihat aset-aset negara dikuasai oleh orang asing yang tidak mereka ketahui siapa yang punya. Rakyat hanya bisa gigit jari melihat gelimang kemewahan yang dinikmati oleh orang yang bukan bangsanya sendiri. Atau oleh segelintir orang dari bangsa sendiri yang menumpuk kemewahan hanya untuk golongannya saja.
Dalam kondisi seperti ini tidak ada pilihan lain bagi kita selain menunjuk pada satu noktah kesalahan pada aparatur penyelenggara yang tidak amanah, tidak profesional dalam mengelola negara ini. Sikap tidak amanah dan profesional inilah yang bisa membangkrutkan kehidupan bangsa. Pengelolaan negara telah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya. Bukankah sudah diperingatkan, jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran.
Ke depan kita harus berani melakukan perombakan total terhadap figur-figur aparatur negara yang tidak memiliki watak keamanahan dan keprofesionalan dalam mengelola atau mengurus negara. Terlebih kepada pimpinan puncak suatu negara. Kita tidak mungkin lagi hanya mengandalkan pemilihan pemimpin hanya betdasarkan popularitas saja. Barangkali mekanisme pemilihan pemipin perlu dicàri format baru yang bisa memberikan penilaian secara lebih komprehensif mengenai kemampuan seorang pemimpin.
*Aspianor Sàhbas – Direktur IMPEACH, Indonesia Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity [mc]