Nusantarakini.com, Jakarta –
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menggusur perkumuhan di DKI Jakarta tanpa menggunakan perasaan, menggusur dengan cara brutal. Puluhan ribu orang sempat menangis dan sangat pedih yang menyedihkan, karena seketika harus kehilangan rumah tinggalnya, hilang lingkungan hidupnya dan dipindahkan sesukanya.
Tanpa didahului musyawarah yang baik, dan sebagian dapat rusunawa, sebagian lagi yang tidak punya KTP DKI tanpa dapat apa-apa, sebagian lagi punya surat sertifikat dan sebagainya, tapi tetap saja tidak ada ganti rugi. Tampak menggusur dengan sebuah wujud paksaan sepihak dengan menggerakkan ribuan aparat keamanan serta puluhan alat berat buldozer.
Sampai ada sebuah catatan memo yang ditemukan KPK Rp. 6 Miliar yang menurut informasi merupakan biaya untuk sebuah penggusuran penertiban Kalijodo. Catatan memo antara Agung Podomoro dengan Ahok, sistem barter kontribusi proyek reklamasi. Dana ini dikelola sendiri oleh Ahok tanpa lewat APBD atau CSR, ini sudah masuk area KKN.
Pernah gak kalian bayangkan bagaimana rasanya jika tiba-tiba rumah kita didatangi orang, ketok pintu kita dan mengabarkan besok rumah kita sudah hilang dan akan dihancurkan rata dengan tanah? Bagaimana rasanya, sedih gak? Kalau menurut saya, hati kita pasti serasa disayat pisau atau bambu tajam dan kepala pun bisa berasa ditimpa beban yang serasa puluhan ton beratnya.
Saya tidak melihat Ahok bersedih dan menangis akan hal ini, justru saya melihat Ahok sangat happy dan bangga bisa menggusur orang miskin sesukanya. Nah mengapa pada saat sidang Ahok bisa menangis? Pada saat itu dalam hati saya berkata, nah ini karma si Ahok sudah masak dan mulai matang. Saya pun segera menulis sebuah artikel yang berjudul, “Ahok sidang nangis, tetapi waktu gusur kok tidak menangis, ada media online yang mengutip Sidang Ahok Nangis seperti main sinetron, sesuai penulisan yang ada di dalam artikel itu juga.
Mengapa pada saat korban gusuran begitu banyak orang tua sampai anak-anak harus menangis histeris dengan penuh sedih dan pedih, akan tetapi kalian yang gemar kirim karangan bunga dan membakar lilin tidak kalian lakukan pada saat itu?
Maaf kalau boleh saya tahu, pada saat itu tiga pertanyaan saya ajukan sekarang. Pertama, apakah mata kalian buta semuanya? Kedua, apakah telinga kalian tuli semuanya? Ketiga, apakah perasaan kalian mati semuanya?
Sekarang Ahok sudah kalah telak dalam pertandingan pilkada DKI 2017 sampai kalah 17,96%. Mengapa Ahok kalah telak? Karena Ahok gagal pimpin Jakarta (bisa saya buktikan kegagalannya).
Ahok sering mengeluarkan kata-kata kasar di depan umum mendahului tindakan. Menghina orang tua yang miskin, gusur sesukanya, sejumlah besar kasus korupsi dan dugaan korupsi melibatkan nama Ahok yang masih menjadi pertanyaan serius oleh masyarakat (semua ini akan kita dorong aparatur penegak hukum untuk membongkarnya sampai tuntas). Ahok sering berbohong, Timses Ahok kampanye bagi-bagi sembako dan sapi, serta menghina KH. Ma’ruf Amin.
Dan sekarang Ahok sudah masuk rumah tahanan, karena sudah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara bahwa Ahok terbukti menodai agama. Ini jelas murni permasalahan hukum, bukan intoleransi, bukan di kriminalisasi dan bukan dipolitisasi.
Sejarah kasus penodaan agama yang berujung terjadi kerusuhan pun sudah berkali-kali, terutama pada tahun 1918, 1996, baru-baru belum lama bakar vihara di Medan dan lain sebagainya. Masalah agama sangat sensitif, karena permasalahan perasaan orang banyak “the feelings of many”.
Ahok dihukum karena atas perbuatan Ahok lah yang melanggar hukum dan UU yang berlaku di NKRI bagian KUHP pasal 156a huruf a. Ini jelas sekali, ini pelajaran sangat besar dan sangat penting untuk semuanya, siapa pun kita tidak boleh menghina agama apapun karena melanggar hukum pidana. Bisa berantakan kehidupan kerukunan umat beragama jika orang bebas menghina agama.
Di sini saya mengamati wajar saja saudara Buni Yani sebarkan berita rekaman video tentang Ahok menodai agama Islam, alasannya karena Buni Yani beragama Islam. Saat melihat video tersebut Buni Yani berasa sakit hati. Dan mengapa Buni Yani mengedit atau memotong rekaman tersebut menjadi lebih pendek, alasannya karena pada umumnya orang ingin sebarkan video pasti memilih yang pendek singkat saja, yang penting inti isinya saja, supaya orang mudah membuka dan menontonnya.
Perlu diketahui video yang diedit Buni Yani itu tidak ada pengurangan atau penambahan seperti isu sara yang beredar di masyarakat ada ditambahin atau kurangi kata “pakai”. Itu fitnah keji, karena video tersebut sudah diuji di labfor Mabes Polri sehingga itu sebuah bukti konkrit.
Untuk itu setelah teman-teman membaca artikel ini, saya sangat berharap berhentilah Ikut-ikutan menyebarkan isu sara yang isinya memutarbalikkan fakta, yang intinya ingin minta bebaskan Ahok. Itu bisa menciptakan kegaduhan yang tidak berkesudahan. Apa kita mau gaduh terus? Untuk itu mulai sekarang kita harus ciptakan kedamaian di NKRI, jangan bertindak RASIS tapi mengakui dirinya cinta NKRI.
Biarkan Ahok dihukum sesuai peraturan UU yang berlaku dan sesuai perbuatannya. Laki-laki sejati berani berbuat harus berani bertanggung jawab (gentleman), hargailah hukum. Sepanjang proses hukum Ahok pun sudah tampak sekali diistimewakan.
Saya juga sangat berharap bagi yang berkenan supaya bisa membantu menyebarkan artikel ini. Dan semoga artikel ini bisa bermanfaat besar untuk NKRI. Marilah kita move on dan mulai sama-sama menyiapkan diri untuk mendukung serta mengawal perjalanan kebijakkan gubernur DKI yang baru terpilih dan akan dilantik bulan Oktober 2017 ini.
Musuh kita bukan suku, bukan ras, bukan agama. Tetapi musuh kita yang sesungguhnya adalah koruptor yang sudah makin merajarela. Sesungguhnya kita semua adalah saudara sebangsa dan setanah air, sekali lagi kita harus selalu menciptakan suasana damai, selalu mengutamakan untuk membela kebenaran dan keadilan untuk membangun bangsa dan negara yang maju dan makmur. [mc]
*Mr. Kan, pengamat sosial politik dan hukum.