Hikmah Isra’ Mi’raj (1): Allah Yang Memperjalankan

Nusantarakini.com, Jakarta – 

HIKMAH ISRA’ MI’RAJ (1):
Allah Yang Memperjalankan

*Anang Rikza Masyhadi, Pondok Modern Tazakka Batang Jawa Tengah

Ketahuilah bahwa ayat Isra Miraj didahului dengan kalimat “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya”. Maknanya, Isra Miraj adalah Allah Yang Memperjalankan, bukan semata-mata Nabi Muhammad yang berjalan sendiri. Maka, membicarakan Isra Miraj adalah membicarakan kekuasaan Allah SWT, bukan semata-mata membicarakan Nabi Muhammad SAW.

Jika dianalogikan dengan seekor semut, maka semut jika diminta untuk menempuh perjalanan sepanjang Surabaya-Jakarta, misalnya, mungkin akan membutuhkan waktu sekian tahun, dan sangat mungkin tidak akan sampai di tujuan: terinjak oleh kaki manusia, tersapu oleh air hujan dan lain sebagainya. Apalah daya seekor semut melakukan perjalanan Surabaya-Jakarta sejauh kurang lebih 800 km?

Akan tetapi, lain halnya jika semut itu menempel pada buah rambutan yang dibeli oleh seorang penumpang pesawat, lalu rambutan dimasukkan ke dalam kardus dan dibawa masuk ke pesawat. Satu jam kemudian sampailah di Jakarta, dan ketika penumpang membuka kardus rambutan, semut itu pun ikut keluar dan berjalanlah ia, lalu bertemulah dengan semut Jakarta.

Ini sebagai ilustrasi saja. Kira-kira, percayakah semut Jakarta jika diberitahu bahwa semut yang ditemuinya itu berasal dari Surabaya satu jam yang lalu?

Semut Jakarta, selama masih menggunakan cara pandang dunia semut dan logika semut, maka pasti ia akan mengatakan: mustahil! Tidak mungkin Surabaya-Jakarta satu jam: jarak yang tak terbayangkan dalam dunia semut. Akan tetapi, jika ia menggunakan cara pandang dan logika manusia, maka ia akan percaya dan mengimaninya. Dalam dunia manusia, Surabaya-Jakarta ditempuh dalam satu jam adalah hal biasa dan sangat mungkin. Manusia menguasai teknologi!

Demikiankah, sekedar analogi melalui ilustrasi perjalanan semut. Maka, demikian pula halnya dengan Isra Miraj. Jika kita mencoba memahaminya dari sudut pandang dan logika kemanusiaan, maka mustahil ada seorang manusia melakukan perjalanan Makkah-Palestina dan kemudian naik ke atas langit ketujuh (Sidratul Muntaha) dan pulang kembali, semua ditempuh hanya dalam waktu satu malam.

Namun, jika manusia keluar dari dunianya, dan menggunakan cara pandang Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka peristiwa Isra Miraj adalah hal sangat mudah, “kun fa yakun”. Sebab, di mata Allah, jagat raya ini sangat kecil; sementara kita menganggapnya sangat besar.

Maka, jika masih ada yang meragukannya, atau yang mengatakannya bahwa Isra Miraj tidak lebih sekedar perjalanan ruh saja (mimpi), tidak melibatkan fisik, maka ketahuilah bahwa keimanannya telah teracuni. Pandangan ini biasanya dipengaruhi oleh cara pandang orientalis dan sekularis.

Ayatnya berbunyi: “al-ladzi asraa bi ‘abdiHi”; kata “abdun” dalam bahasa Arab bermakna “hamba”. “Abdun” (hamba) adalah gabungan ruh dan jasad. Jasad tanpa ruh disebut ‘mayyitun’. Ruh saja tanpa jasad tidak bisa disebut ‘abdun’.

Memang, sulit dinalar dan diterima oleh logika normal manusia umumnya. Maka, sejak awal Allah telah menata hati kita dengan mengawali ayat Isra Miraj dengan kalimat: “subhaana”; “Maha Suci Allah”. Maha Suci Allah dari persangkaan dan anggapan keliru hamba-hamba-Nya, yaitu mereka yang tidak percaya dan meragukan ke-Maha Kuasaan-Nya atas segala sesuatu.

Itulah Isra Miraj, sebuah perjalanan spiritual tak terhingga yang menjadi peristiwa maha dahsyat yang Allah hadiahkan pada kekasih-Nya: Muhammad SAW. Isra Miraj akan tetap abadi, karena produknya adalah perintah shalat lima waktu. [mc]

(bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *