Nusantarakini.com,Jakarta –
Pesta demokrasi putaran kedua Pilgub DKI 2017 telah usai. Berdasarkan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei dan media maupun real count KPU, pasangan calon (paslon) Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno (ASA) mengalahkan telak petahana Ahok-Djarot.
Kendati demikian, ada sedikit ganjalan di dada Pegiat politik dan hukum, Martimus Amin, terkait berita pertemuan Anies dan Ahok di Balai Kota, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Para kontestan yang bersaing dalam Pilkada DKI Jakarta ini mengeluarkan statement sepakat menjaga persatuan. Mereka menginginkan suasana sejuk dan babak baru di Ibu Kota.
Pertanyaannya, kata Amin, siapa yang menghendaki suasana Jakarta tidak damai dan tidak tentram?
“Sebagai simpatisan Bela Islam dan paslon ASA, selama ini kita selalu menjaga ketertiban, kesejukan, bahkan tidak pernah mau sedikit pun terpancing membuat keonaran, apalagi bertindak brutal dan membuat kerusuhan sebagaimana diidamkan ahok dan bekingnya,” kata Aktivis yang sudah malang melintang dalam dunia advokasi ini kepada Nusantarakini.com Jakarta (20/4/2017).
Kenyataannya, lanjut Amin, Ahoker lah yang selalu memproduksi kegaduhan sebagai makanan mereka sehari-hari. Menista agama, menghina dan menangkap ulama-aktifis, memprovokasi melalui video SARA-nya untuk membelah NKRI.
“Pak Anies tolong catat, bahwa adapun statemen para simpatisan Bela Islam dan pendukung ASA, jika baik pengadilan tidak fair dan paslonnya (ASA) dicurangi akan melawan secara konstitusional, pernyataan wajar-wajar saja. Masak dicurangi diam,” ujarnya.
“Jadi, dengan adanya pertemuan tersebut seolah menggeneralisasi semua pendukung para paslon, semua biang kerok dan tukang buat gaduh. Itu tidak benar sama sekali. Kecuali dilakukan Ahoker. Mereka yang memiliki kekuasaan, duit, preman, polisi, BIN,” imbuh Amin.
Amin juga menyampaikan, bahwa berbagai kasus perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan Ahoker dari kasus Iwan Bopeng, intimidasi, money politic, tidak tersentuh hukum. Bandingkan tindakan aparat negara terhadap aktifis bela Islam dan pendukung ASA.
Terbukti, sambung dia, setelah adanya inisiasi rekonsiliasi, hari ini Jaksa Penuntut Umum di persidangan menuntut Ahok hanya dengan hukum percobaan. Menerima Ahok divonis percobaan bisa dianggap sebagai opini rekonsiliasi.
“Pak Anies, saya bertanya, siapa sih Ahok dan urgensinya apa, sehinga ente sampai perlu bertemu dan mengajaknya rekonsiliasi? Nelson Mandela? Pejuang kulit bewarna yang menentang penjajahan kulit putih etnis Prancis di Afsel. Atau Yasser Arafat pemimpin Palestina yang melawan penjajahan zionis Israel?” kata Amin dengan nada tanya.
“Hai Pak Anies, ingat! Ahok hanya sesosok penista agama, terduga korupsi, antek taipan dan pemecah belah bangsa. Jangan sok moderat Ente,” seru Amin memungkasi dengan maksud mengingatkan Anies. (mc)