Nusantarakini.com, Jakarta –
Pegiat sosial dan pengamat hukum dan politik Martimus Amin mengaku semakin geli melihat kinerja kepolisian RI. Karena mempertontonkan paradoks penegakan hukum antara penista agama dan pejuang keadilan.
“Sebagaimana Polres Metro Jakarta Selatan yang mentersangkakan dan menahan deklarator ‘Memilih Pemimpin Muslim’. Dinilai telah menyebarkan kebencian ras, dan etnis,” ujar Amin dalam keterangan tertulisnya kepada Nusantarakini.com di Jakarta, Sabtu (15/4/2017).
“Aneh bin ajaib! Padahal, anjuran memilih pemimpin berdasarkan suku dan agama sesuatu tidak terlarang dalam demokrasi dan agama. Ajaran Islam tegas melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin. Tidak ada yang salah disini. Kenapa dipersoalkan?” tanya Amin dengan nada heran.
Amin mengutarakan, beda soal ucapan Ahok di Kepulauan Seribu yang menghimbau masyarakat jangan sampai terhasut Ayat Al Maidah 51.
“Ahok bukan Islam dan ahlinya menafsirkan Al-Qur’an. Terkecuali ia sebatas menerangkan dirinya berhak dipilih karena tidak ada larangan dalam konstitusi, itu lain cerita,” tegasnya.
Aktivis yang berprofesi sebagai advokat ini juga menyesalkan, karena tidak ada sedikit pun penyesalan Ahok sebagaimana wawancaranya dengan Al-Jazerah TV.
Menurut Amin, dalam rapat Pemprov DKI terkait pengusulan suatu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), Ahok masih terus mengolok-olok akan membuat wifi dinamakan ‘Al Maidah 52’ dengan password ‘Kafir’.
“Ketika ditanya hakim dipersidangan maksud membuat wifi tersebut, seperti biasa Ahok mencoba mengeles. Katanya untuk menyindir PNS-PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang tidak suka terhadapnya, katanya,” beber Amin.
Lebih lanjut Amin menerangkan, bahwa penjelasan Ahok konyol dan tidak ada relevansinya dengan rencana peruntukan RTPA. Sehingga tidak ada kata pantas selain cap durjana disematkan kepadanya.
“Mengapa ‘Si Durjana Ahok’ yang sudah demikian menista agama begitu dilindungi dan diistimewakan? Tidak ditahan seperti para tersangka yang dikenakan delik serupa? Diminta penundaan sidang melalui surat Kapolda yang tidak lazim? Meski menjadi pesakitan diajak bersalaman dengan tamu kehormatan negara King Salman dan pulang semobil dengan Presiden RI?” geram Amin penuh dengan tanya.
Amin juga menyesalkan banyaknya turan UU ditabrak, yang mewajibkan pejabat setelah menyandang status terdakwa diberhentikan sementara. Bahkan dibiarkan bertindak semakin gila dan brutal menyebarkan video SARA memfitnah umat Islam melakukan kerusuhan Mei 98.
“Begitu kontras dialami deklarator ‘Memilih Cagub Muslim’, ulama, aktifis, penghinaan aseng terhadap Tuan Guru Badjang. Dan, bagi siapa saja pribumi yang berani lantang menyerukan hukum dan keadilan ditegakkan oleh penguasa,” tandas Amin memungkasi. (mc)